SEJARAH AGAMA HINDU
Oleh: Rofi’udin, S.Th.I, M.Pd.I
Agar
kita bisa memahami sejarah perkembangan Hindu di Indonesia serta kontribusinya
terhadap kehidupan kita dewasa ini, terlebih dahulu dipaparkan nama, sifat
ajaran, serta dasar keyakinan agama yang ditemukan dan dibukukan di negeri
Bharatavarsa (India).
Kata
“hindu” semula diberikan oleh orang-orang Persia terhadap wilayah di lembah
Sungai Shindu. Kedatangan orang-orang Yunani berikutnya, menyebut Hindu dengan
Indoi, dan orang-orang Barat menyatakan India.penduduk setempat menyebut
keyakinan mereka. Kebenaran yang diajarkan adalah kebenaran universal yang
tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.[1]
Agama
Hindu adalah agama yang dianut oleh sebagian besar penduduk negeri India
sekarang. Agam ini timbul dari bekas-bekas reruntuhan ajaran-ajaran Weda dengan
mengambil pokok pikiran dan bentuk-bentuk rupa India purbakala dan berbagai kisah
dongeng yang bersifat rohani yang telah tumbuh di semenanjung itu sebelum
kedatangan bangsa Arya. Dengan sebab ini, para peneliti menganggap Agama Hindu
sebagai kelanjutan dari ajaran-ajaran Weda dan menjadi bagian dari proses
evolusi.[2]
A.
Sejarah
dan Perkembangan Agama Hindu
Ilmu bangsa-bangsa (Ethnologi) membagi
turunan manusia kepada tiga rumpun, yaitu: rumpun caucassoids, rumpun mongoloids,
dan rumpun negroids. Rumpun yang
pertama itu dikatakan berasal dari dataran tinggi Kaukasus yang terletak antara
Laut Hitam dengan Laut Kaspia. Mereka diidentikkan dengan turunan Japets putra
Nuh, yaitu putra Nabi Nuh yang biasa dipanggil dengan turunan Arya.
Puak-puak yang
memencar dan tersebar ke utara dipanggilkan Indo-Eropah dan puak-puak yang
memencar dan tersebar ke selatan itu dipanggilkan Oindo-Arya. Mereka ini
menetap di tanah Iran sekarang ini dan di dalam lingkungan mereka itulah lahir
Agama Zarathustra pada masa belakangan. Sebagian di antaranya melanjutkan
pemencarannya ke arah selatan memasuki benua India dengan melintasi
jalangenting khyber dalam wilayah Aghfanistan sekarang ini dan jalangenting
Bolan dalam wilayah Baluchistan sekarang ini.
Suku-suku pribumi
yang tidak mau tunduk kepada kekuasaan para pendatang itu, yaitu suku-suku
Dravida, mengundurkan dirinya ke selatan anak benua India. Dan sewaktu
puak-puak Indo-Arya itu makin berkembang lalu memencar dan menyusuri Sungai
Gangga dan Sungai Indus dan memasuki daerah-daerah makmur sepanjang pesisir
selatan India. Maka suku-suku Dravida itu menyingkir ke daerah pedalaman
memasuki dataran tinggi Vyndhia dan dataran tinggi Andhara. Maka di dalam
lingkungan Indo-Arya pada anak benua India itulah lahir agama Brahma atau
Hindu.[3]
Agama Hindu adalah
suatu agama yang berevolusi dan merupakan adat istiadat dan kedudukan yang
timbul dari hasil penyusunan Bangsa Arya terhadap kehidupan mereka yang terjadi
pada suatu generasi ke generasi yang lain sesudah mereka datang berpindah ke
India dan menundukkan penduduk aslinya serta membentuk suatu masyarakat sendiri
di luar pengaruh penduduk asli itu. Kedudukan bangsa Arya sebagai penakluk
negeri yang lebih tinggi daripada kedudukan penduduk asli serta pergaulan
mereka telah melahirkan adat istiadat Hindu itu yang dianggap menurut
perputaran sejarah, sebagai suatu agama yang dianut dan dipegang tata susilanya
oleh orang-orang India.
Kiranya dapat
dikatakan bahwa asas agama Hindu adalah kepercayaan Bangsa Arya yang telah
mengalami perubahan sebagai hasil dari pencampuran mereka dengan bangsa-bangsa
lain, terutama sekali adalah Bangsa Parsai, yaitu suatu dalam masa perjalanan
mereka menuju India. Kemudian kepercayaan-kepercayaan ini
menerima kesan pula di negeri India
setelah berbenturan dengan pemikiran-pemikiran penduduk asli. Dan dengan
falsafah-falsafah dan pemikiran-pemikiran penduduk asli dan dengan
falsafah-falsafah dan pemikiran-pemikiran yang telah ada di India dalam beberapa tingkatan
sejarah yang berkejauhan hingga Agama Hindu itu menyimpang jauh dari
kepercayaan asli Bangsa Arya.[4]
B.
Definisi
Agama
Dengan tujuan pembebasan jiwa, kebahagiaan
manusia dan keadaan sempurna, Tuhan melimpahkan agama pada umat manusia,
“Atmanam Moksar tham jagaddhita Iti Dharma”. Menurut agama Hindu, definisi
agama tersebut diwahyukan sejak dahulu kala yang disebut maharsis. Maka membebaskan jiwa dari perbudakan sakit mental,
tekanan mental, dan keadaan sulit akan menimbulkan kedamaian dan kebahagiaan
jiwa, kebahagiaan abadi setelah mati.
Jagaddhita
berarti kebahagiaan dan kesempurnaan manusia, kedamaian dan keseimbangan dunia.
Ada tiga faktor
penting untuk dicermati, yang dinamakan triwarga. Tri artinya pohon, warga
artinya keterkaitan. Jadi triwarga berarti tiga faktor penting atau aspek-aspek
kehidupan manusia yang saling terkait satu dengan yang lain. Tiga faktor dari
triwarga yang membawa kebahagiaan dan kesempurnaan manusia serta menciptakan
kedamaian dan keseimbangan dalam dunia, yaitu :
1. Kama,
berarti naluri atau hasrat yang dalam psikologi menyatu dengan sifat-sifat
eksistensi kehidupan, seperti lapar, dahaga, dorongan seksual, dorongan untuk
menikmati fenomena material dan kenikmatan duniawi.
2. Artha,
berarti keterpenuhan material atas naluri atau hasrat psikologis, seperti
makanan untuk lapar, air untuk dahaga, hasrat seksual dan kenikmatan material
dan duniawi lainnya.
3. Dharma,
berarti etika atau perilaku moral, seperti pemurah hati, kasih sayang,
keadilan, kebenaran, menghindari dari kejahatan, dan sebagainya.
Untuk mencapai jagaddhita, yakni kebahagiaan, kesempurnaan, dan keseimbangan
hidup, kama
dan artha harus disatukan dengan dharma. Tanpa dikendalikan oleh dharma yang benar etika atau perilaku
moral, kama dan artha
akan menciptakan penyakit, ketertekanan, eksploitasi terhadap kemanusiaan,
kekacauan, gangguan, dan kerusuhan dunia.
Etika atau
perilaku moral dinamakan dharma harus
mengkondisikan naluri atau hasrat psikologis dan keterpenuhan material mereka,
yang dinamakan kama dan artha. Tanpa hal ini, akan menciptakan
ketidakteraturan, perselisihan, ketergangguan dalam dunia, dan penyakit
kemanusiaan.[5]
C.
Kitab
Suci Agama
Agama Hindu Wedha termasuk agama tertua
usianya sejajar dengan agama-agama kuno lainnya, seperti Agama Babilonia, Agama
Mesir Kuno, Agama Yunani Kuno. Kelahiran
gamaa Hindu hampir bersamaan waktunya dengan Agama Persia Kuno. Meskipun
termasuk agama kuno, Hinduisme mempunyai ajaran keagamaan yang tertulis dalam
kitab-kitab sucinya yang disebut “Weda”. Kitab suci tersebut ditulis
sejak masa-masa permulaan secara bertahap. Penulisannya tidak dikenal sampai
sekarang, tetapi ada dugaan keras bahwa penulis-penulis Weda adalah para reshi
dari zaman ke zaman yang tidak dikenal. Keadaan yang demikian ada hubungannya
dengan pandangan tradisional masyarakat Hindu bahwa kitab suci adalah milik
masyarakat. Oleh karena itu penulisnya tidak perlu dicantumkan.
Kitab yang tertua adalah Reg Weda yang diduga bukan berasal dari India,
yang berisi kumpulan nyanyian-nyanyian suci untuk pemujaan dewa-dewa yang
disebut samitha.
Kitab yang lainnya adalah Yujur Weda yang berisi rumus-rumus
upacara kurban dewa. Sama Weda yang
berisi tentang melodi-melodi atau hymne-hymne yang dinyanyikan oleh
pendeta-pendeta yang bertugas dalam upacara pemujaan dan kurban.
Terakhir adalah Atharwa Wedha, sebuah kitab yang termuda usianya, berisi rumusan
mantra yang mengandung kekuatan gaib yang baik dan yang jahat. Kemudian masih
terdapat lagi kitab-kitab agama yang timbul setelah kitab-kitab suci tersebut.
Corak dan isinya terpengaruh oleh Wedha yang berkembang mencapai masa 300 tahun
SM, misalnya kitab Brahmana, kitab Purana, kitab Bagavad Gita, dan sebagainya.[6]
D.
Peranan
Etika atau Dharma
Etika atau perilaku moral yang disebut
dharma memainkan peranan penting dalam agama Hindu. Untuk mencapai moksa, yang merupakan pembebasan jiwa
dan pengalaman tentang kedamaian dan kebahagiaan spiritual yang disebut Anande dan untuk mencapai keabadian
setelah mati, etika atau dharma secara tekun diamalkan oleh pengikut spiritual.
Di samping itu, dharma memainkan setiap
peranan dalam mencapai jagaddhita,
yang berarti kesempurnaan dan kebahagiaan manusia serta kedamaian dan
keseimbangan dunia. Ajaran etika atau perilaku moral apakah yang dalam agama
Hindu disebut dharma yang dipraktekkan dan diterapkan dalam tatanan untuk
mencapai jagaddhita dan moksa.[7]
E.
Kesimpulan
Agama Hindu adalah agama yang menjadi
sebagian dari proses evolusi dan sebagai kelanjutan dari ajaran-ajaran weda.
Dan dengan tujuan pembebasan jiwa, kebahagiaan manusia dan keadaan sempurna,
Tuhan melimpahkan agama pada umat manusia. Dan di antara kitab-kitab sucinya
yaitu Reg Weda, Yajur Weda, Atharwawedha.
Etika atau perilaku moral disebut dharma.
Bibliografi
:
Ahmad, Abu, Perbandingan Agama-agama Besar di India”, Yogyakarta:
Bumi Aksara, t.th.
Ali, A. Mukti, Agama dalam Pergaulan Masyarakat Dunia, Yogyakarta:
Tiara wacana, Cet. ke-1, 1997
Arifin, M., Menguak Misteri Ajaran Agama-agama Besar, Jakarta:
Golden Terayan Press, 1986
Sou’yb, Joesoef, Agama-agamam Besar di Dunia, Jakarta:
Alhusna Zikra, Cet. ke-3, 1996
Titib, Made, “Kualitas Sumber Daya Manusia
dari Sudut Pandang Hindu Dharma”, dalam Jimly Assiddieqy, dkk (Ed.), Sumber Daya Manusia untuk Indonesia Masa
Depan”, Bandung: Mizan, 1995
[1]Made Titib, “Kualitas Sumber Daya
Manusia dari Sudut Pandang Hindu Dharma”, dalam Jimly Assiddieqy, dkk (Ed.), Sumber Daya Manusia untuk Indonesia Masa
Depan”, (Bandung: Mizan, 1995).
[2]Drs. H. Abu Ahmad, Perbandingan Agama-agama Besar di India”, (Yogyakarta: Bumi Aksara, t.th.), hlm. 18.
[3]Joesoef Sou’yb, Agama-agama Besar di Dunia, (Jakarta: Alhusna Zikra, Cet. ke-3,
1996), hlm. 26.
[5]H.A. Mukti Ali, Agama dalam Pergaulan Masyarakat Dunia, (Yogyakarta: Tiara wacana,
Cet. ke-1, 1997), hlm. 99-100.
[6]Prof. HM. Arifin, M.Ed, Menguak Misteri Ajaran Agama-agama Besar, (Jakarta:
Golden Terayan Press, 1986), hlm. 57-58.
Share This Article
Tidak ada komentar:
Posting Komentar