SEJARAH AGAMA ROMAWI KUNO
Oleh:
Rofi’udin, S.Th.I, M.Pd.I
Tidak
dapat dipastikan dengan pasti kapan suku-suku Italic Indo-Eropah membuat
perjalanan ke Italia. Sementara ahli menghubungkannya dengan yang disebut
kebudayaan Teramara, yang terletak di sebelah utara Italia. Rupa-rupanya
saja yang menjadi asal pusat penyebarannya itu terletak di sebelah timur hulu
sungai Donau. Dan munculnya kebudayaan ini di Italia itu lebih kurang bersamaan
waktunya dengan awal permulaan zaman perunggu, kira-kira tahun 1500 SM.
Sedangkan sementara ahli lainnya ingin menghubungkan suku Italic ini dengan
imigrasi yang kira-kira sezaman dengan permulaan zaman besi, kira-kira tahun
500 SM.[1]
Secara
kasar bersamaan waktunya dengan kedatangan kebudayaan Etruscan di bagian
tengah jazirah ini. Sedangkan di bagian selatan Yunani pada abad VIII SM
penghuninya sudah bertambah. Keadaan demikian menjadikan daerah ini mengalami
proses kebudayaan yang dinamis, termasuk dalam hal kepercayaan atau agama.
Agama
Romawi Kuno merupakan salah satu dari sistem kepercayaan masyarakat dari
suku-suku Italic tersebut. Agama ini diduga pernah ada dengan bukti-bukti
arkeologis, inskripsi, dan dokumen-dokumen sastra yang memberi petunjuk tentang
pernah adanya agama tersebut.
Berikut daftar sementara perkembangan mengenai data
keagamaan Romawi Kuno:
1. Republik
yang mula-mula tahun 509 – 387 SM. Periode
ini berakhnir sewaktu bangsa Ghalia menyerang dan menghancurkan Roma.
2. Kekuasaan besar orang
Italic kira-kira dari tahun 390 – 270 SM. Pada waktu kekuasaan Romawi meluas di
seluruh jazirah Appenin berakhir sampai jatuhnya koloni-koloni Yunani di
selatan pada tahun 272 SM.
3. Kekuasaan besar
Hellenistik kira-kira antara tahun 270 – 27 SM. Pada saati Romawi bangkit
menjadi suatu kekuatan dunia. Dalam periode ini terjadi perang Punic, yaitu
perang melawan Kartagho di Afrika Utara antara tahun 264 – 241 SM, 218 – 201
SM, 149 – 145 SM. Perang Macedonia antara tahun 216 – 205 SM,
200 – 197 SM, 171 – 168 SM, penaklukan bangsa Ghalia oleh Caesar tahun 58 – 50
SM. Periode ini berakhir sewaktu timbul ketegangan di dalam kerajaan itu
sendiri pada waktu itu Augustus berhasil memegang sebagai Emperor.
4. Abad
Imperium yang berlangsung antara 27 SM – 395 M. Selama periode ini kekaisaran
membentang antara Romawi Barat dan Romawi Timur.[2]
Yang menarik perhatian di
antara dewa-dewa Romawi Kuno itu adalah sekelompok tiga dewa yang menjadi satu,
dimana untuk ini terdapat tiga orang pendeta agung yang disebut Flamines
Majores yang mengenai Yupietr, Mars, dan Quirinus. Ketika dewa tersebut biasa
disebut sekaligus bersama-sama. Bilaman menyeru ketiganya itu berarti semuanya
secara satu persatu diseru tanpa membeda-bedakan.
Jupiter adalah dewa langit
orang-orang Arya dengan ciri langit yang melengkung sebagai tanda kemuliannya.
Seperti halnya Zeus, Jupiter juga tinggal di puncak gunung dan menguasai
gejala-gejala alam angkasa, seperti hujan dan kilat.[3]
Mars adalah dewa perang
yang bersimbolkan sebuah lembing dan kebanyakan perayaan pestanya dilakukan
pada hari kelima atau hari ketujuh yang disebut Nones. Mars itu bersifat gagah
perkasa, suka berperang, digambarkan sedang menari dengan dua belas perisai,
salah satu perisai berasal jatuh dari langit. Mars itu bukan hanya melindungi
negara terhadap musuh, tetapi juga memelihara ladang dari kerusakan dan
memelihara ternak dari kebinasaan serta mengirimkan kekuatan dan kesehatan.
Quirinus adalah Mars yang suka damai, Mars yang mengetahu
masalah damai. Pendetanya yang khusus adalah Flamen quirinalis yang memiliki
fungsi dalam pemujaan yang berkenaan dengan pertanian beserta para dewanya.
Nama Quirinus itu menunjukkan bahwa dirinya sebagai dewa rakyat, atau dewa
daripada orang-orang anggota masyarakat biasa (orang praman).
Segala macam kebaktian di kalangan orang Romawi Kuno itu
didasarkan pada suatu ide umum, yaitu bahwa antara manusia dan dewa terdapat
suatu ikatan kontrak yang dijalani bersama, yang secara dikatakan do ut des yang
termasuk honorific sacrifice, dimana terhadap dewa dipersembahkan korban
sebagai tanda terima kasih atau maksud-maksud yang lain. Tetapi yang agak lebih
tepat di sini menggunakan ungkapan debitas honores. Keharusan bagi dewa
wajib menerima dan manusia berkewajiban mempersembahkannya.[4]
Doa-doa disesuaikan macam formulanya dan hukumnya. Mereka
harus mensitirnya sesuai dengan kata yang sudah ditentukan. Berdoa harus jelas
serta tentu dan menyebut nama dewa harus dengan tepat.
Kesalehan dalam agama Romawi Kuno adalah suatu perasaan
bahagia bergantung kepada suatu kekuatan yang lebih tinggi serta berhasrat
untuk menepati keinginan itu di dalam segala bidang kehidupan manusiawi. Untuk
ini ucapan-ucapan khas seperti dis juvantibus dengan pertolongan dewa, dis
faventibus atas karunia dewa, serta dis valentibus atas kehendak
dewa. Di kalangan orang Romawi kesalehan termasuk unsur kewajiban yang kuat.
Perkataan pietas seringkali artinya semata-mata karena keinginan
menyerahkan segalanya kepada para dewa dan aspek moral dalam agama moral yang
disebut virtus memiliki karakter seperti hukum kesalehan ini.
Orang-orang Romawi Kuno
mempercayai adanya jiwa. Roh
itu berasal dari Jupiter dan sesudah mati akan kembali kepadanya. Jiwa disebut di
manes “para dewa yang baik”. Mereka itu bisa juga sebagai pelindung
kebajikan atau mendatangkan keonaran orang mati yang belum dikubur dengan
sempurna sebagaimana mestinya ataupun menerima korban yang cocok bisa saja
mereka itu melakukan sesuatu yang merugikan bagi makhluk hidup. Hantu-hantu
seperti itu disbeut larvae atau lemures yang bisa didamaikan
kembali melalui upacara-upacara khas dan persembahan korban.
Bibliografi :
Durkheim, Emile, Sejarah Agama, IRCiSoD,
Yogyakarta, 2003.
Ofm, Groenen, Soteriologi Al Kitab, Kanisius,
Yogyakarta, 1989.
Kafka, Franz, Metamorfosis,
Benteng Budaya, Yogyakarta, 1992.
Share This Article
Tidak ada komentar:
Posting Komentar