PERAN BAHASA ARAB DALAM KEHIDUPAN
MUSLIM
Oleh: Rofi’udin, S.Th.I, M.Pd.I
Bahasa Arab mempunyai peran yang sangat
besar dalam kehidupan Muslim di berbagai belahan dunia. Isma’il dan Lois Lamya
al-Faruqi secara tepat menggambarkan fenomena ini sebagai berikut:
“Dewasa ini bahasa Arab merupakan bahasa daerah sekitar
150 juta orang di Asia Barat dan Afrika Utara yang merupakan dua puluh dua
negara yang menjadi anggota Liga Negara-Negara Arab. Di bawah pengaruh Islam,
bahasa ini menentukan bahasa Persia,
Turki, Urdu, Melayu, Hausa dan Sawahili. Bahasa Arab menyumbang 40-60 persen
kosakata untuk bahasa-bahasa ini, dan kuat pengaruhnya pada tata bahasa, ilmu
nahwu, dan kesustraannya. Bahasa Arab merupakan bahasa religius satu milyar
Muslim di seluruh dunia, yang diucapkan dalam ibadah sehari-hari. Bahasa ini
juga merupakan bahasa hukum Islam, yang setidaknya dalam bidang status pribadi,
mendominasi kehidupan semua Muslim. Akhirnya inilah bahasa kebudayaan Islam
yang diajarkan di beribu-ribu sekolah di luar dunia Arab. Dari Sinegal sampai
Filipina, bahasa Arab dipakai sebagai bahasa pengajaran dan kesusastraan dan
pemikiran di bidang sejarah, etika, hukum dan fiqh, teologi, dan kajian kitab.”[1]
Didukung dengan beberapa doktrin ajaran
Islam, bahasa Arab terus mempengaruhi masyarakat Muslim di berbagai tempat.
Misalnya doktrin bahwa al-Qur’an harus ditulis dan dibaca dalam bahasa aslinya
(bahasa Arab). Terjemahan al-Qur’an dipandang sebagai sesuatu di luar al-Qur’an
itu sendiri. Hal ini berbeda dengan Injil di mana ia justru harus diterjemahkan
ke berbagai bahasa tanpa menyertakan teks aslinya. Doktrin pendukung lainnya
adalah berbagai ucapan ritual ibadah hanya dianggap sah jika dilakukan dalam
bahasa Arab. Tak pelak doktrin-doktrin seperti ini telah memacu motivasi masyarakat
Muslim untuk mempelajari dan menguasai bahasa Arab sejak dini agar kelak
menjadi Muslim yang baik. Al-Qur’an bahkan tidak hanya dipelajari cara
membacanya, tetapi juga dihafalkan kata perkata secara utuh.[2]
Sebagai konvensi, bahasa merupakan kesepakatan sebuah
masyarakat. Ia diwariskan secara turun-menurun oleh generasi pemakainya.
Demikian juga tradisi, pemikiran, keyakinan maupun ajaran agama yang
disimbolkannya. Melalui ajaran Islam, bahasa Arab secara tidak langsung terus
mempengaruhi masyarakat muslim dalam cara pandang, berpikir dan bersikap secara
turun temurun.
A. Bahasa sebagai Simbol
Sebagaimana hakekat
manusia yang terdiri dari dimensi lahir dan batin, bahasa pun demikian halnya.
Manusia disebut mahluk lahir karena ia memang tampak, dapat dikenali dan
diidentifikasi. Sebaliknya disebut makhluk batin, karena apa yang tampak dari
manusia hanyalah pencerminan belaka dari hakekat dirinya yang tersembunyi
(batin atau metafisik).[3]
Seperti juga hakekat kedirian manusia ini, bahasa manusia pun pada dasarnya
adalah simbol bagi dunia makna. Aliran mentalis mengatakan bahwa bahasa
merupakan ekspresi dari ide, perasaan dan keinginan.
Sebagaimana bahasa
lainnya, bahasa Arab tersusun dalam sistem simbolik. Kosa kata yang dipakai
dalam bahasa adalah simbol bagi makna yang berada di baliknya. Ibarat kata
adalah sebuah badan, maka makna adalah ruhnya. Karena itu sebuah kata hanya
akan berfungsi sebagai simbol jika tidak dipisahkan dari konsep maknanya. Kosa
kata apapun tidak akan berfungsi sebagai sebuah simbol bagi seseorang yang
tidak mengetahui maknanya. Bahasa Arab yang dipakai al-Qur'an misalnya, tidak
akan berfungsi sebagai penyampai pesan-pesan ilahi bagi siapa pun yang tidak
mengerti bahasa Arab. Karena itu betapapun tingginya nilai sastra al-Qur'an, berhadapan
dengan mereka, al-Qur'an tidak dapat menyampaikan satu pesan pun.[4]
Sistem simbolik bahasa
Arab yang disandarkan pada kehidupan masyarakat Arab berarti pula bahwa bahasa Arab
sangat berkaitan dengan pola kehidupan masyarakat Arab. Pamakaian bahasa Arab
oleh al-Qur'an menunjukkan bahwa simbol bahasa al-Qur'an sangat terkait pada
budaya bahasa Arab. Keterkaitan ini terlihat jelas pada pemakaian kosa-kata
bahasa Arab yang hanya dapat dipahami dengan baik oleh masyarakat Arab. Lebih
jauh lagi, keterkaitan bahasa al-Qur'an dengan budaya Arab ditunjukkan dalam
transformasi pesan-pesan ilahi melalui budaya masyarakat Arab.
B. Urgensi Mempelajari Bahasa Arab
Bahasa Arab adalah
bahasa Islam dan kaum Muslimin. Hal ini dimulai sejak terbitnya Islam di lembah
Mekah pada 15 abad yang lalu. Dengan bahasa ini, Al-Qur’an diturunkan untuk
mengatur kehidupan manusia. Dengan bahasa ini pula, penutup para nabi dan rasul,
Muhammad Saw berbicara dan menyampaikan risalah-Nya.
Bahasa Arab adalah
bahasa yang tidak luntur oleh zaman dan perubahan, sebagaimana ia telah menjadi
wadah peradaban Islam selama 15 abad, baik di belahan Timur maupun di Barat.
Disamping itu, ia juga diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai
bagian dari bahasa komunikasi dunia bersama dengan Bahasa Inggris, Perancis,
Jerman, dan China.
Maka sungguh benar ketika Rasulullah Saw menyuruh kita mencintai bahasa ini.
Sebagaimana sabdanya, “Cintailah bahasa Arab karena tiga hal; pertama,
karena aku adalah orang Arab; kedua, karena Al-Qur’an berbahasa Arab; dan
ketiga, karena bahasa penduduk surga adalah bahasa Arab”.
Ada tiga alasan kenapa kita harus mempelajari Bahasa Arab.
Pertama, lughatul Islam (bahasa Islam). Setiap muslim tentu
mengharapkan ridha Allah Swt. Hal ini didasari oleh pemahamannya yang benar
terhadap Islam. Sehingga ibadah dan amalan-amalan lainnya kepada Allah akan
benar dan bermanfaat bagi peradaban dan kehidupan umat manusia. Konsekuensi
logis dari ridha Allah Swt, tentunya Allah akan memasukkan ke surga-Nya di
negeri akhirat kelak. Sedangkan bahasa komunikasi penduduk surga yang
digambarkan oleh Rasulullah Saw adalah bahasa Arab. Karenanya, setiap muslim
yang tidak menguasai Bahasa Arab wajib mempelajarinya. Kaidah ushul fiqh
mengatakan,, “Suatu amalan wajib yang tidak sempurna karena sesuatu, maka
sesuatu itu menjadi wajib.
Kedua, lughatul
muslimin (bahasa kaum muslimin). Sudah menjadi ketentuan Allah bahwa
Muhammad bin Abdullah adalah rasul terakhir yang diutus kepada seluruh umat
manusia, dan menjadi rahmat seluruh alam semesta. Islam, risalah yang dibawanya
tidak melebihkan Bangsa Arab atas bangsa lain, tidak pula melebihkan derajat
kulit putih atas kulit berwarna. Islam membawa misi peradaban dan menjadi guru
bagi kemanusiaan. Oleh karena itu Islam memerlukan bahasa pemersatu bagi
umatnya. Tidak ada pilihan lain untuk melakukan peran itu, kecuali dengan
berbahasa Arab.
Ketiga, lughatul ilmiyyah (bahasa ilmu pengetahuan).
Apakah bahasa Arab memiliki peran dalam hal ini? Jawabannya adalah ya. Pertama,
karena sumber ilmu pengetahuan, yaitu al-Qur’an dan hadits menggunakan bahasa Arab.
Kedua, karena bahasa Arab adalah bahasa pemersatu umat Islam. Ketiga, karena bahasa
Arab bahasa terkaya dari semua bahasa yang ada di bumi. Keempat, karena Bahasa Arab
adalah bahasa yang paling banyak digunakan oleh penduduk bumi seiring dengan
bertambahnya populasi umat Islam.
Sebagaimana bahasa-bahasa lain pada umumnya, bahasa Arab juga
memiliki karakteristik. Karakteristik inilah yang membedakan dan membuat bahasa
ini begitu istimewa. Karakteristik-karakteristik itu di antaranya suhulah
(mudah), syaamil (komprehensif), jamilah (indah), mujizah
(menarik), fathonah (cerdas), dan wadhihah (jelas).
Banyak manfaat yang
akan diperoleh bila kaum muslimin mempelajari bahasa Arab. Di antaranya,
pertama, fahmul Islam (memahami ajaran Islam). Dengan menguasai bahasa Arab
tentu saja akan sangat mudah bagi kita memahami sebagian besar ajaran Islam.
Karena sumber ajaran Islam (Al-Qur’an, hadits, dan kitab-kitab yang ditulis
para ulama) menggunakan bahasa Arab. Allah Swt berfirman, “Sesungguhnya Kami
menjadikan Al Qur'an dalam bahasa Arab supaya kamu memahami”. (Qs. Az-Zukhruf
[43]: 3)
Kedua, wihdatul
muslimin (mempersatukan kaum muslimin). Bahasa Arab adalah bahasa pemersatu
kaum muslimin di seluruh dunia. Bila kaum muslimin menggunakannya saat
berkomunikasi, maka akan sangat mudah untuk bertaaruf dan mempererat ukhuwah
islamiyah.
Dan ketiga, binaa-ul
hadharah (menjadikan umat manusia berperadaban). Banyak budaya positif yang
dapat kita ambil dari bangsa Arab.
Budaya positif tersebut makin sempurna ketika Rasulullah Saw mengarahkan dan mengadopsinya menjadi budaya Islam. Dan transfer budaya positif tersebut akan makin mudah bila kita menguasai alat komunikasinya, yaitu bahasa Arab.
Budaya positif tersebut makin sempurna ketika Rasulullah Saw mengarahkan dan mengadopsinya menjadi budaya Islam. Dan transfer budaya positif tersebut akan makin mudah bila kita menguasai alat komunikasinya, yaitu bahasa Arab.
Ada
dua poin penting yang berkaitan dengan pentingnya mempelajari bahasa Arab,
yaitu: 1) Sebagai sumber ilmu, dan 2) Sebagai pemersatu umat.
1.
Sumber Ilmu
Sepanjang sejarah, bahasa Arab
merupakan bahasa yang memiliki cabang ilmu yang indah dan kekuatan sastra yang
kokoh sehingga mudah dipahami. Para ulama
mengatakan bahwa sebelum seseorang membaca teks Arab dia sudah bisa paham baik
dia berbahasa Arab aktif maupun pasif. Berbeda dengan bahasa lain dimana
seseorang harus membacanya terlebih dahulu baru kemudian dia bisa paham.
Bahasa Arab merupakan sumber keilmuan
terutama ilmu-ilmu keislaman, karena al-Qu’an, al-hadits, al-atsar serta
penjelasan para ulama terdahulu menggunakan bahasa Arab. Kita tidak bisa
memahaminya kecuali dengan bahasa Arab. Ini adalah bagian dari mukjizat
al-Qur’an yaitu memiliki standar bahasa yang baku yaitu bahasa Arab. Bahasa Arab merupakan
sumber keilmuan karena terdapat beberapa hal sebagai berikut:
a. Sarana Mencapai Kemuliaan
Ilmu adalah kemuliaan dan tidak bisa
diraih kecuali dengan bahasa. Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa ta’ala telah
memberi kemuliaan pada bahasa Arab dengan dua yaitu:
1) Standar bahasa al-Qur’an adalah bahasa Arab
Allah memilih bahasa Arab sebagai bahasa wahyu-Nya agar
umat manusia bisa memahaminya dengan mudah. Hal ini Allah tegaskan dalam
firman-Nya,
إِنَّا
جَعَلْنَاهُ قُرْآَنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
“Sesungguhnya
Kami menjadikan Al Qur'an dalam bahasa Arab supaya kamu memahami (nya).”[5]
2) Memilih dan mengutus rasul-Nya dari orang Arab
untuk seluruh alam
Hal ini Allah tegaskan dalam firman-Nya:
وَمَا
أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
“Dan
tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”[6]
Muhammad Saw merupakan orang Arab
“asli” yang sangat fasih berbicara dengan menggunakan bahasa Arab. Bahasa Arab
merupakan bahasa yang mulia sehingga menjaga diri seseorang dari kebodohan dan
perselisihan. Al-Imam Syafi’i RA berkata, “Manusia tidaklah menjadi bodoh
dan berselisih, kecuali ketika mereka meninggalkan bahasa Arab dan cenderung
pada bahasa Aristoteles”.
b. Sarana Memahami Agama
Bahasa Arab merupakan sarana yang
paling penting untuk memahami agama Islam. Hal ini karena al-Qur’an, al-hadits,
al-atsar, tafsir, dan penjelasan para ulama sebagian besar menggunakan bahasa Arab.
Untuk bisa memahaminya kita membutuhkan sarana yaitu bahasa Arab.
Oleh karena itu, sahabat yang mulia
al-Faruq Umar bin Khaththab RA diriwayatkan telah menulis surat kepada Abu Musa al-Asy’ari RA seraya
berkata, “Belajarlah bahasa Arab karena sesungguhnya bahasa Arab itu bagian
dari agama kalian”.
Dalam riwayat yang lain dari Umar bin
Zaid berkata, “Umar bin Khaththab RA menulis surat kepada Abu Musa al-Asy’ari RA, “Pahamilah
sunnah dan pahamilah bahasa Arab”. Syaikh Ahmad Syakir mengarahkan penuntut
ilmu hadits agar mempelajari bahasa dan sastra Arab. Beliau berkata, “Menurut
pandangan saya, seorang penuntut ilmu yang mendalami ilmu hadits harus
memperbanyak studi ilmu sastra dan bahasa Arab sehingga dia mampu menguasai
fiqhul hadits dengan baik karena hadits adalah ucapan orang Arab (rasulullah)
yang paling fasih”.
Keterangan di atas adalah wujud
perhatian besar para ulama terhadap bahasa Arab yang merupakan sarana mereka
dalam memahami agama Islam.
2.
Pemersatu Umat
Sebagai
seorang muslim, kita meyakini bahwa bahasa Arab bukanlah bahasa orang Arab
semata, akan tetapi merupakan bahasa kaum muslimin di seluruh dunia yang
dengannya kaum muslimin menyatu dalam beberapa aspek ibadah dan dengan tujuan
ini pula Allah menurunkan al-Qur’an menggunakan bahasa bahasa Arab.
Jika
bahasa Arab hanya menjadi bahasa orang (bangsa) Arab saja maka tidak mungkin
Allah menurunkan al-Qur’an dengan bahasa Arab. Hal itu bertentangan dengan
firman-firman-Nya, seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan mengenai
“sumber ilmu”.
Urgensi bahasa Arab selain sebagai bahasa
al-Qur’an dan as-Sunnah adalah sebagai
bahasa komunitas kaum muslimin di seluruh dunia. Apabila kita menengok sejarah
perkembangan Islam maka tidak terlepas dari bahasa Arab. Hal ini bisa kita
lihat pada beberapa negara di Afrika yang sampai sekarang masih menjadikan
bahasa Arab sebagai bahasa ibu (bahasa sehari-hari).
C. Peranan Bahasa Arab dalam Penentuan Hukum
Ketepatan menentukan hukum adalah
berdasarkan kepada sumber-sumber perundangan Islam yang asal seperti al-Quran,
al-Sunnah, ijma’ dan qiyas. Penetapan hukum ini juga berasaskan kaedah yang
digunakan oleh para mujtahid dalam menghasilkan sesuatu hukum syara’. Para mujtahid menganggap penting bahasa Arab karena
sumber hukum diambil dari sumber-sumber berbahasa Arab seperti al-Quran dan
as-Sunnah. Jadi, pengetahuan yang mendalam dalam bahasa Arab merupakan syarat
utama bagi para mujtahid untuk mengurai dan menafsiri suatu masalah yang
berkaitan dengan hukum.[7]
Antara contoh yang jelas dapat
diperhatikan ialah penggunaan kata kerja imperative (amr) yang
menunjukkan kepada hukum wajib. Allah Swt. berfirman dalam al-Quran:
.... وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآَتُوا
الزَّكَاةَ ....
Artinya : “… dan dirikanlah
sembahyang serta berikanlah zakat.…”[8]
Ayat ini menunjukkan kepada perintah mengerjakan
solat dan mengeluarkan zakat. Begitu juga dengan penggunaan kata kerja larangan
(nahi) yang menunjukkan kepada hukum larangan atau haram. Allah Swt.
berfirman dalam surat
lain:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا
....
Artinya : “Dan janganlah kamu
mendekati zina …”[9]
Ayat ini menunjukkan larangan yang
membawa kepada hukum haram perbuatan zina dan juga melakukan perkara-perkara
yang bisa membawa kepada perbuatan zina.
Kajian dalam bahasa adalah unsur
penting dalam menghasilkan pemahaman yang jelas dan tepat mengenai suatu hukum.
Dengan itu, asas-asas kajian bahasa seperti musyarik (sinonim), mutadha’
(akronim), makna-makna kata huruf dan nama-nama syar’iyyah merupakan “alat”
utama yang digunakan oleh para ulama mujtahid dalam penentuan sesuatu hukum.[10]
Malik dan Syafi’i sependapat dalam
memberikan ulasan terhadap firman Allah Swt:
أَلَمْ تَرَ
أَنَّ اللَّهَ يَسْجُدُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ ….
Artinya : “Tidakkah kamu lihat bahwa semua yang berada di
langit dan di bumi sujud kepada Allah”.[11]
Perkataan yasjudu (dia sujud)
boleh digunakan dalam dua keadaan, yakni sujud dengan cara meletakkan dahi ke
permukaan bumi atau dengan makna tunduk dan patuh. Tetapi Hanafi pula
berpendapat sujud di sini hanya membawa makna tunduk dan patuh saja.[12]
Begitu juga dengan fungsi dan penguraian
makna yang tepat bagi tiap huruf seperti pemahaman ayat wuduk dalam firman
Allah:
....وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ....
Artinya : “.... dan sapulah kepalamu ....”[13]
Syafi’i berpendapat maksud huruf (jarr)
ba’ dalam ayat adalah untuk menerangkan tentang keadaan tab’idh
(separuh) yang berarti “sebagian”. Dengan kata lain, sapu yang dikehendaki dalam
ayat ini hanya sebagian kepala. Mengikuti penafsiran makna ini, mazhab Syafi’i
hanya menentukan usap sedikit saja daripada bagian kepala dengan air (tidak
diterangkan kadar “sedikit”) sebagai salah satu syarat sah wudhu.[14]
Malik berpendapat bahwa huruf (jarr)
ba’ dalam ayat tersebut menerangkan tentang zaidah li at-ta’kid
(penambahan) yang memberi maksud seluruh. Dengan itu, beliau meletakkan syarat
mengusap keseluruhan kepala dengan air ketika berwudhu sebagai satu perkara
yang mesti dilakukan.
Abu Hanifah dalam memberi ulasan
mengenai ayat ini menyatakan bahwa huruf (jarr) ba’ dalam ayat memiliki makna
lil-ilsaq (sampai atau lekat) yaitu memberi maksud menyampaikan sesuatu
kepada sesuatu. Dengan penafsiran ini, maka kepala mesti disapu keseluruhannya
dengan air.[15]
D. Ihtitam
Bahasa
Arab adalah bahasa kaum muslimin. Hingga akhir zaman nanti bahasa ini akan
tetap langgeng sebab al-Qur`an dan hadits Rasulullah Saw akan terus ada dan
eksis hingga saat itu. Maka sudah menjadi kewajiban kita sebagai kaum muslimin
untuk mempelajarinya dan berusaha seoptimal mungkin untuk dapat menguasai
kemahiran bahasa ini. Bahkan wajib bagi kita untuk mendalaminya sebagai sarana
kita untuk memahami Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Saw.
Bahasa
Arab sesungguhnya merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan umat Islam.
Oleh karena itu, mempelajari dan menguasai bahasa menjadi keperluan setiap
muslim. Baginya, bahasa Arab perlu untuk membentuk pribadi sebagai muslim dan
meningkatkan kualitas keimanan dan pemahaman terhadap ajaran agama, bahkan
perlu sebagai sarana dakwah penyebaran agama Islam.
Bahasa
Arab perlu dipandang sebagai “bahasa agama” dan bukan sebagai bahasa budaya,
etnis, kawasan, maupun negara tertentu saja. Itu ditandai dengan banyaknya
tokoh dan ulama muslim yang berasal dari bukan kawasan Arab, semisal al-Gazali,
al-Biruni, Ibnu Sina, ar-Razi, al-Kindi, dsb., namun menguasai bahasa Arab
sebagai bagian dari studi Islam yang mereka tekuni. Selain itu, agama Islam,
yang salah satu unsurnya adalah bahasa Arab, seyogyanya menjadi budaya yang
dominan mewarnai kehidupan umat Islam di tingkat pribadi, keluarga, dan
masyarakat.[16]
Bibliografi :
Al-Faruqi, Ismail R. dan Lois Lamya
Al-Faruqi, Atlas Budaya Islam, Terj. Ilyas Hasan, (Bandung: Mizan,
2003).
Azhar
bin Muhammad, “Beberapa Aspek Keunikan dan Keistimewaan Bahasa Arab sebagai
Bahasa al-Qur’an”, dalam Jurnal Teknologi, 42 (E), Juni 2005,
Universitas Teknologi Malaysia.
Mas'udi, Masdar Farid, Agama
Keadilan, (Jakarta: P3M,
1993).
Nur Rofiah, “Bahasa Arab sebagai Akar Bias Gender dalam Wacana Islam”, pada www.ditpertais.net/.../makalah/Makalah%20Nur%20Rafi'ah.doc, diakses pada 12 Juni 2010.
Shihab,
Alwi, “Peran Bahasa Arab sebagai Bahasa Internasional dan Bahasa Diplomasi”,
Kuliah Umum Universitas Al Azhar Indonesia, 27 Desember 2007, pada
http://supriyadie.wordpress.com/2008/06/11/peran-bahasa-arab-sebagai-bahasa-internasional/, diakses pada 12 Juni 2010.
[1]Ismail R.
Al-Faruqi dan Lois Lamya Al-Faruqi, Atlas Budaya Islam, Terj. Ilyas
Hasan, (Bandung: Mizan, 2003), hlm. 59.
[2]Nur Rofiah, “Bahasa Arab sebagai Akar
Bias Gender dalam Wacana Islam”,
pada www.ditpertais.net/.../makalah/Makalah%20Nur%20Rafi'ah.doc, diakses pada 12 Juni 2010.
[3]Masdar Farid Mas'udi, Agama Keadilan (Jakarta: P3M, 1993), hlm. 13-14.
[4]Nur Rofiah, loc.cit.
[5]Qs. az-Zukhruf: 3
[6]Qs. al-Anbiya’: 107
[7]Azhar bin Muhammad, “Beberapa Aspek Keunikan dan
Keistimewaan Bahasa Arab sebagai Bahasa al-Qur’an”, dalam Jurnal Teknologi, 42
(E), Juni 2005, Universitas Teknologi Malaysia, hlm. 71.
[8]Qs. al-Muzammil: 20
[9]Qs. al-Isra’: 32
[10]Azhar bin Muhammad, loc.cit.
[11]Qs. al-Hajj: 18
[12]Azhar bin Muhammad, loc.cit.
[13]Qs. al-Maidah: 6
[14]Azhar bin Muhammad, op.cit., hlm. 72.
[16]Alwi Shihab, “Peran Bahasa Arab sebagai Bahasa Internasional dan Bahasa Diplomasi”, Kuliah Umum Universitas Al Azhar Indonesia, 27 Desember 2007, pada http://supriyadie. wordpress.com/2008/06/11/peran-bahasa-arab-sebagai-bahasa-internasional/, diakses pada 12 Juni 2010.
Share This Article
terima kasih ya atas artikel nya, itu bermanfaat banget buat saya
BalasHapussama-sama mbak!
Hapus