Khutbah Jum’at Pilihan
Sekapur Sirih
Sambutan
Prolog
1.
Belajar Mencintai Akhirat melalui Shalat Jum’at
2.
Shalat sebagai Tanda Keimanan
3.
Muhasabah di Tahun Baru Hijriyah
4.
Pentingnya Syukur Nikmat
5.
Berlomba dalam Kebajikan
6.
Fadhilah Nabi Muhammad SAW
7.
Kemuliaan Akhlak Rasulullah
8.
Bahagia dengan Iman dan Takwa
9.
Lima Cahaya Penghapus Kegelapan
10. Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW
11. Wakaf dan Kepedulian Sosial
12. Berbakti Pada Ibu
13. Hidup Kaya menurut Islam
14. Marhaban Ya Ramadhan
15. Berpisah dengan Ramadan
16. Zakat, Infaq, dan Sedekah
17. Fase
Kehidupan Dunia yang Sementara
18. Amar Ma’ruf Nahi Munkar
19. Keutamaan Sedekah
20. Amalan di Bulan Dzulhijjah
21. Tujuh Golongan dalam Naungan
Allah
22. Ujian bagi Mukmin
23. Khutbah Idul Fitri
24. Khutbah Idul Adha
Khutbah Kedua Idul Fitri & Idul Adha
Khutbah Kedua Shalat Jum’at
Syarat, Rukun, dan Sunnah Khutbah
Sekapur Sirih
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى هَدَاناَ لِلْإِسْلاَمِ . وَوَفَّقَنا
لِاتِّباَعِ هَدْيِ خَيْرِ اْلاَناَمِ . اَلَّفَ سُبْحَانَهُ وَتَعاَلَى بَيْنَ
قُلُوْبِ الْمُؤْمِنِيْنَ فَأَصْبَحُوْا بِنِعْمَتِهِ إِخْوَاناً . اَللَّهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ وَباَرِكْ عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ
وَاَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ قَامُوْا بِوَاجِباَتِهِمْ صَابِحًا وَمَسَاءً.
Teriring rasa syukur ke hadirat Allah SWT yang
telah memberi nikmat iman dan Islam sehingga dengannya kita mampu memahami
ayat-ayat-Nya. Shalawat dan salam senantiasa terlimpahkan ke junjungan kita
Rasulullah Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya.
Dengan nikmat dan pertolongan Allah, dapat kami terbitkan buku sederhana
berjudul ”Khutbah Jum’at Pilihan”
ini ke tengah-tengah para pembaca yang budiman. Penerbitan buku ini adalah
ikhtiar dari Kelompok Kerja Penyuluh Agama Islam Kabupaten Magetan dalam
mengemban tugas, tidak hanya sebagai abdi negara, tetapi sejatinya sebagai
hamba Allah yang memang berkewajiban untuk berdakwah dan menebar pesan-pesan
agama dan syiar Islam.
Tim penyusun menyadari bahwa buku ini masih jauh panggang dari api. Apapun
itu, usaha ini semata-mata diniatkan untuk menebarkan kebaikan pada
sebanyak-banyak orang, terutama bagi pembacanya. Memang disadari karya kecil
ini masih lekat dengan segala kekurangan. Oleh karenanya, kritik dan saran
konstruktif akan kami terima dengan lapang dada.
Dan akhirnya kami menghaturkan terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak
H. Mas’ud, S.Ag, M.Pd.I (Kepala Kankemenag Magetan) dan Bapak H. Bachrudin,
S.Ag, M.Pd.I (Penyelenggara Syari’ah Kankemenag Magetan) yang telah memberikan arahan
dan perhatiannya yang besar atas penerbitan buku ini.
Semoga Allah SWT meridhai amal usaha kita dan menjadikan buku ini
bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Tim Penyusun
Sambutan
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Segala puji bagi Allah SWT yang selalu melimpahkan kasih
sayang-Nya kepada seluruh makhluk-Nya di alam semesta.
Saya menyambut baik inisiatif dan semangat para penyuluh agama Islam
Kementerian Agama Kabupaten Magetan untuk menyusun dan menerbitkan buku khutbah
ini ke tengah-tengah masyarakat. Saya memandang bahwa penerbitan buku ini
merupakan salah satu usaha yang sangat baik bagi perkembangan dunia pustaka
kita, yang selama ini terkesan sudah “nyaman” dengan budaya “tutur” dan kurang
memiliki ghirah dalam mentradisikan
budaya tulis.
Penerbitan buku ini juga saya pandang sebagai salah satu usaha positif
untuk menampung atau menyalurkan kemampuan para penulis dalam menyampaikan pesan-pesan
agama. Buku ini bisa menjadi pegangan bagi para khatib dalam menyampaikan khutbah
Jum’at di masjid-masjid. Dan tentunya hal tersebut sangat berguna bagi umat
Islam sekaligus semoga menjadi tabungan amal saleh bagi para pihak yang memungkinkan
terbitnya buku ini.
Akhirnya, semoga Allah SWT selalu memberikan bimbingan dan lindungan kepada
kita semua dalam setiap usaha mewujudkan kehidupan masyarakat Magetan yang baldatun
thayyibatun warabbun ghafur. Amin.
Wallahul Muwaffiq Ila
Aqwamith Thorieq.
Wassalamu’ alaikum Wr. Wb.
Magetan, 15
Desember 2013
Kepala Kantor
Kementerian Agama
Kabupaten Magetan
H. Mas’ud, S.Ag,
M.Pd.I
NIP.
196002201984031005
Prolog
Segala puji hanya milik Allah SWT yang telah menganugerahkan
nikmat, iman, dan Islam kepada kita dan semoga kita senantiasa dalam
petunjuk-Nya. ”Dan Allah akan
menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk.” (QS. Maryam: 76).
Manusia mengalami suatu fase pasang dan surut dalam
hidupnya. Ia mendambakan bisa selama mungkin berada dalam kondisi yang membuatnya
senang. Untuk itu, banyak orang membeli waktu meski tetap saja diburu waktu.
Manusia seperti tak kenal menyerah dalam mencari penghidupan untuk bekal
hidupnya di dunia. Sehingga terkadang lupa mempersiapkan bekal kehidupannya
yang sejati di akhirat.
Dalam mencari penghidupan dunia itu, manusia
tidak bisa selalu mendapatkan keberhasilan. Jika mendapatan
kesenangan, ia berkata ”Tuhanku telah memuliakanku.” Namun jika mengalami kegagalan, ia akan berkata ”Tuhanku menghinakanku.” (baca: QS.
al-Fajr: 15-16). Manusia harusnya menyadari bahwa roda hidup manusia terus
berputar sehingga apapun hasil usahanya merupakan proses yang harus dijalani.
Untuk itulah, Islam mengajarkan manusia untuk segera mengembalikannya kepada
Allah ketika sukses maupun gagal dalam hidup ini.
Sepekan sekali,
manusia diseru oleh Tuhannya untuk memenuhi kebutuhan fitrahnya melalui ibadah shalat
Jum’at (dan memang ibadah hakikatnya untuk manusia sendiri). Dalam seruan ini, manusia dididik untuk
konsisten beribadah, sesibuk apapun itu. Semua bentuk perniagaan ditinggalkan
untuk memprioritaskan menghadap Allah. ” Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat
Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual
beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. al-Jumu’ah: 9)
Inilah panggilan untuk orang-orang yang beriman, dan tidak untuk para
pemburu dunia. Orang mukmin selalu berpikir untuk akhiratnya sehingga sebesar
apapun keuntungan dari perniagaan dan kesibukan dunia lainnya tidak
melenakannya dari mengingat Allah.
Pada suatu hari, Abdullah ibn Umar r.a. berkunjung ke pasar. Kemudian tibalah
waktu untuk shalat berjama’ah. Maka ia melihat setiap orang menutup tokonya dan
segera pergi ke masjid. Maka ia pun berkata, “Mereka inilah orang-orang yang
telah disebutkan Allah dalam al-Qur’an:
رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ
وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ
يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ
”Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.” (QS. an-Nur: 37).
Nabi SAW telah
bersabda dalam sebuah hadits, “Pada hari Hisab nanti, ketika seluruh manusia
akan dikumpulkan dalam satu tempat, dan setiap orang akan ditanyai mengenai
amalannya, maka akan terdengar suara, … “Siapakah
orang-orang yang perdagangannya tidak menghalangi mereka dari mengingat Allah?”
Maka sekumpulan manusia bangun dan masuk surga tanpa hisab.” (Al-Kandahlawi, Hayatus
Shahabah).
Inilah salah satu sikap manusia yang disebut al-Qur’an sebagai orang-orang
beriman. Sedangkan orang yang fasiq akan mementingkan perniagaan mereka
melebihi shalat. ”Dan
apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju
kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhutbah). Katakanlah:
"Apa yang di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan peniagaan",
dan Allah Sebaik-baik Pemberi rezki.” (QS. al-Jumu’ah:
11). ”Mereka itulah orang yang membeli
kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan
tidaklah mereka mendapat petunjuk.” (QS. al-Baqarah: 16).
Shalat Jum’at dengan demikian menjadi penting dalam
pembangunan karakter umat Islam. Sebab di dalamnya terdapat penyampaian khutbah
yang berisi nasihat-nasihat ketakwaan, petunjuk-petunjuk agama, pesan moral,
dan sebagainya. Semua itu dalam upaya memupuk kualitas ibadah serta membentuk
jatidiri muslim yang sejati.
Semoga bermanfaat!
BELAJAR MENCINTAI AKHIRAT
MELALUI SHALAT JUM’AT
اَلْحَمْدُ
للهِ الَّذِي جَعَلَ
يَوْمَ الْجُمْعَةِ سَيِّدَ الْاَيَّامِ الْعَظِيْمَ، سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى
خَلَقَ الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيْمٍ،
وَهَدَاهُ لِلْمَنْهَجِ الْقَوِيْمِ، وَسَنَّ شَرَائِعَ فِيْهَا الْقُوَّةُ وَالتَّمْكِينُ،
بِحِكْمَتِهِ نُؤْمِنُ، وَبِقُدْرَتِهِ نُوقِنُ، عَلَيْهِ
نَتَوَكَّلُ، وَإِيَّاهُ نَستَعِينُ، أَحْمَدُهُ تَعَالَى بِمَا هُوَ لَهُ أَهْلٌ
مِنَ الْحَمْدِ وَأُثْنِي عَلَيْهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ
لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا
وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ، لَمْ يَزَلْ مُتَوَكِّلاً عَلَى
رَبِّهِ، وَاثِقًا بِوَعْدِهِ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ
وَصَحْبِهِ، وَعَلَى كُلِّ مَنِ اقْتَفَى أَثَرَهُ وَتَرَسَّمَ خُطَاهُ
إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.
أَمَّا بَعْدُ : فَيَا عَبَادَ اللهِ،
أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ تَعَالَى وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَـٰأَيُهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ
ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِۦ
وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.
Ma’asyiral Muslimin, Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah,
Marilah kita terus berupaya meningkatkan ketakwaan kita
kepada Allah SWT, yang telah menganugerahkan berbagai nikmat-Nya kepada kita,
berupa nikmat iman, Islam, kesehatan lahir maupun batin sehingga pada saat ini
kita dapat hadir di masjid ini untuk menunaikan kewajiban kita sebagai seorang
muslim, yakni dengan menjalankan shalat Jum’at berjama’ah di masjid yang berkah
ini.
Hal ini patut kita syukuri sebab betapa banyak
saudara-saudara kita yang diberi nikmat dengan sehatnya tubuh, kemampuan untuk
melangkah ke masjid, tetapi karena tidak mendapatkan nikmat sehatnya ruhani dan
kesadaran beragama, sebagian mereka merasa enggan atau tidak memiliki kemauan
untuk menjalankan kewajiban agamanya.
Sebaliknya, betapa banyak saudara-saudara kita yang
berkeinginan untuk dapat hadir menjalankan shalat Jum’at, tetapi karena Allah
masih mengujinya dengan berbagai keterbatasan, misalnya sedang terbaring di
rumah sakit, sedang melakukan perjalanan jauh, dan sebagainya, mereka pun tidak
dapat hadir di masjid ini.
Maka kita bersyukur kepada Allah SWT yang telah memberi
kita kesehatan, menggerakkan hati kita, serta melangkahkan kaki kita untuk
menghadiri shalat Jum’at ini. Dengan demikian, sempurnalah nikmat
Allah bagi kita berupa kesehatan jasmani dan ruhani. Kita dapat merasakan
betapa lezatnya iman, sehingga apapun kesibukan kita seharian ini, tidak
menggoyahkan tekad kita untuk menunaikan kewajiban shalat Jum’at ini.
Oleh
karenanya, sudah sepantasnya bagi kita yang telah diberi nikmat untuk kemudian
mensyukuri nikmat tersebut, minimal dengan mengucapkan hamdalah, “alhamdu
lillahi rabbil ‘alamin”, diiringi upaya untuk terus meningkatkan ketakwaan
kita kepada Allah SWT, dengan menjalankan segala perintah-Nya, baik yang wajib
maupun sunnah; serta menjauhi segala larangan-Nya, baik yang haram, syubhat,
maupun makruh. Dengan cara tersebut, Allah berjanji akan menambahkan nikmat dan
anugerah-Nya kepada kita. Amin ya Rabbal Alamin.
Jama’ah
Sidang Jum’ah yang Berbahagia,
Hari Jum’at ini merupakan hari yang sangat istimewa untuk
umat Islam. Jika seharian penuh manusia bergelut dengan dunia, maka Allah
memanggilnya lima kali sehari melalui shalat maktubah. Jika selama sepekan
manusia mengejar penghidupan dunia, maka Allah mengundangnya melalui shalat
Jum’at. Sekali dalam
sepekan, Allah mengumpulkan umat Islam di rumah-Nya, menghentikan sejenak umat
Islam dari berbagai kesibukannya, untuk semata-mata beribadah dan mendengarkan
seruan kebaikan dan ajaran Islam melalui khutbah Jum’at. Karena itulah, hari
Jum’at disebut sebagai sayyidul ayyam, pemuka atas hari-hari lainnya.
Seperti kita ketahui, tidak hanya agama Islam saja yang
memiliki hari istimewa. Agama-agama samawi lainnya, seperti Yahudi dan Nasrani,
masing-masing juga memiliki hari istimewa. Agama Yahudi, memiliki hari Sabbath
sebagai hari khusus peribadatan. Allah mengambil perjanjian dengan Bani Israel
bahwa pada hari Sabbath mereka dikhususkan untuk semata-mata beribadah kepada
Allah. Allah menguji keimanan Bani Israel; apakah lebih memilih Allah dengan
beribadah kepada-Nya, atau justru memilih dunia dengan sibuk mengumpulkan
harta. Hal ini seperti
dijelaskan dalam al-Qur’an:
وَاسْأَلْهُمْ عَنِ الْقَرْيَةِ
الَّتِي كَانَتْ حَاضِرَةَ الْبَحْرِ إِذْ يَعْدُونَ فِي السَّبْتِ إِذْ
تَأْتِيهِمْ حِيتَانُهُمْ يَوْمَ سَبْتِهِمْ شُرَّعًا وَيَوْمَ لَا يَسْبِتُونَ
لَا تَأْتِيهِمْ كَذَلِكَ نَبْلُوهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ (۱٦٣)
”Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat
laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabbath, di waktu datang kepada
mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan
air, dan di hari-hari yang bukan Sabbath, ikan-ikan itu tidak datang kepada
mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik.” (Qs. al-A’raf: 163)
Untuk menguji keimanan Bani Israel, maka pada saat itu,
Allah justru memberikan banyak kemudahan dalam memperoleh rizki justru pada
hari Sabbath. Para nelayan yang mencari ikan di laut akan mendapatkan hasil
tangkapan yang melimpah. Dan hanya pada hari Sabbath itulah, semua aktivitas
duniawi justru mendapatkan hasil yang lebih banyak bila dibandingkan dengan
hari-hari lainnya.
Padahal hari Sabbath adalah hari dimana Bani Israel
dikhususkan untuk semata-mata beribadah kepada Allah. Dan mereka gagal dalam
ujian itu karena ternyata lebih mengutamakan mengejar dunia daripada beribadah
kepada Allah. Hari Sabbath ini kemudian kita kenal sebagai hari Sabtu. Oleh
karenanya, hari istimewa bagi agama Yahudi adalah hari Sabtu.
Hadirin Sidang Jum’ah Rahimakumullah,
Jika agama Yahudi memiliki hari Sabtu sebagai hari
istimewa, agama Nasrani juga memiliki hari Minggu sebagai hari istimewa. Dalam
bahasa Inggris, hari Minggu disebut ’Sunday’ yang berarti ”Hari untuk
Penyembahan Dewa Matahari”, seperti halnya Monday yang berarti ”Hari untuk
Penyembahan Dewi Bulan”. Hal ini sesuai dengan kepercayaan bangsa Yunani dan
Romawi Kuno yang meyakini ”Dewa Matahari” sebagai ”Dewa Tertinggi”. Oleh
karenanya, hari Minggu digunakan sebagai hari tertinggi dan hari pertama di
antara hari-hari lainnya, dan pada Sunday atau hari Minggu ini dikhususkan umat
Nasrani untuk beribadah. Di sinilah terjadi apa yang disebut proses Christianization
of Greeco-Romans atau ”Kristenisasi Kepercayaan Yunani-Romawi”.
Di Indonesia, kata ’Minggu’
sendiri berasal dari bahasa Portugal, ’Domingo’ atau ‘Domingus’ yang berarti
“Hari untuk Tuhan”. Bahkan, Domingo
juga merupakan nama salah seorang penyebar agama Nasrani di Indonesia yang
berasal dari Portugis. Dan untuk mengabadikan nama Domingo tersebut, kaum
penjajah menggunakan nama Minggu sebagai pengganti hari Ahad. Padahal penggunaan nama ’Ahad’ sebagai hari pertama dalam
sepekan sudah digunakan sejak zaman Walisongo hingga awal abad ke-19 Masehi.
Pada hari Minggu, umat Nasrani menjalankan ibadah di
gereja-gereja, sehingga sekolah-sekolah diliburkan, demikian juga kantor-kantor
dan instansi pemerintah maupun swasta, pabrik-pabrik, dan tempat-tempat
lainnya. Mengapa libur? Karena pada hari Minggu, umat Nasrani akan pergi ke
gereja untuk beribadah. Inilah warisan peninggalan penjajah yang masih bangsa
kita gunakan hingga saat ini.
Kaum Muslimin Rahimakumullah,
Tidak terkecuali, agama Islam sebagai agama samawi
terakhir dan penyempurna dari syari’at-syari’at para nabi terdahulu, juga
memiliki hari istimewa, yaitu hari Jum’at. Pada hari ini, tidak seperti agama
Yahudi yang melarang aktivitas duniawi pada hari Sabtu, Allah memperbolehkan umat
Islam untuk mencari penghidupan dunia, asalkan ketika tiba waktunya shalat
Jum’at, semua bentuk perniagaan dan aktivitas lainnya segera ditinggalkan. Hal
ini ditegaskan dalam al-Qur’an Surat al-Jumu’ah ayat 9-10:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا
نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ
وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (۹) فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ
وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُونَ (۱۰)
”Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan
shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah
jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila
telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah
karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (Qs. al-Jumu’ah: 9-10)
Ayat di atas mengajarkan kepada kita agar tidak hubbuddunya
(cinta dunia) secara berlebihan. Sesibuk apapun kita, seberat apapun pekerjaan
kita, dan sebesar apapun keuntungan perniagaan kita, tidak boleh menjadi alasan
bagi kita untuk meninggalkan shalat Jum’at. Ada masanya bagi kita untuk
berhenti sejenak melepaskan urusan dunia, untuk kemudian menghadapkan wajah dan
hati kita kepada Allah SWT.
Ketika seruan adzan dikumandangkan, para pedagang
hendaknya segera menutup tokonya, para petani hendaknya segera meninggalkan
sawah dan ladangnya, dan para pekerja hendaknya meninggalkan pekerjaannya sejenak
untuk menuju masjid mengikuti pelaksanaan shalat Jum’at. Dan setelah shalat
Jum’at ditunaikan, Allah mempersilakan kepada kita untuk kembali kepada
kesibukan kita, bertebaran mencari karunia Allah di muka bumi. Dan Allah pun
mengingatkan agar dalam mencari rizki tersebut, kita banyak mengingat Allah
agar mendapatkan keuntungan dan keberuntungan yang banyak pula.
Ada pesan menarik dari redaksi ”fantasyiru fil ardh”
(bertebaranlah di muka bumi) dalam Surat al-Jumu’ah di atas. Menurut Muhammad
Syafi’i Antonio, salah seorang pakar ekonomi syari’ah, dalam ayat tersebut,
Allah SWT mengajarkan kepada umat Islam agar go global, dan tidak hanya
puas dalam keunggulan lokal. Dan untuk bisa go global, umat Islam harus
membekali diri dengan berbagai penguasaan bahasa, baik itu bahasa Inggris,
Arab, Mandarin, dan sebagainya. Sebab tanpa penguasaan bahasa internasional,
mustahil umat Islam dapat bertebaran di muka bumi untuk mencari karunia Allah.
Di samping tentu saja, umat Islam harus membekali dirinya dengan berbagai ilmu
pengetahuan untuk dapat menguasai dunia.
Jama’ah Jum’ah yang Dirahmati Allah,
Mari kita berkaca pada kondisi umat Islam dewasa ini. Apakah mereka mengikuti jejak Bani Israel dengan memilih
mengejar dunia atau lebih memilih Allah dengan menjalankan shalat Jum’at.
Apakah harta yang telah dikumpulkan selama 6 hari tidak cukup sebagai
persediaan pada hari Jum’at, sehingga pelaksanaan shalat Jum’at yang cuma satu
jam masih saja ditinggalkan. Apakah shalat merupakan beban yang sangat berat
padahal merupakan kontrol iman seorang muslim.
Padahal jika iman adalah pondasi, maka shalat adalah
tiang atau dinding suatu bangunan keislaman seseorang. Jika seorang muslim
tidak mendirikan tiang dan dinding keislamannya dengan shalat, maka robohlah
keislamannya. Dalam suatu hadits, Nabi bersabda, ”Shalat
adalah tiang agama. Barangsiapa
menegakkannya, maka kokohlah agamanya. Dan barangsiapa merobohkannya (dengan
meninggalkannya), maka robohlah agamanya.”
Lalu, apa tanda-tanda orang yang telah merobohkan agama?
Merekalah yang menganggap shalat dan ibadah-ibadah lainnya sebagai kebutuhan
Tuhan dan bukan kebutuhan manusia. Seakan-akan Allah membutuhkan manusia agar
disembah dan dipuji. Syahadat dianggap bahwa Allah krisis pengakuan ketuhanan
sehingga manusia diwajibkan untuk berikrar bahwa tidak ada Tuhan selain Allah.
Shalat dianggap bahwa Allah ingin selalu diingat lima kali sehari. Ibadah haji
dianggap bahwa Allah butuh untuk dikunjungi, dan seterusnya.
Orang-orang seperti ini lupa dan kehilangan kesadaran
fitrahnya bahwa hidup dan matinya seseorang itu berada dalam genggaman Allah,
sukses dan gagalnya berada dalam qudrah dan iradah-Nya. Mereka
meninggalkan shalat, padahal shalat merupakan tanda syukur seorang hamba atas
Tuhannya. Subuh kesiangan, Dhuhur kerepotan, Ashar di perjalanan, Maghrib
kecapekan, dan Isya’ ketiduran. Rutinitas keseharian mereka jalani tanpa ibadah
dan makna. Seakan-akan manusia bisa hidup sendiri dan mendapatkan apapun
keinginannya tanpa pertolongan Allah.
Apakah memang pandangan hidup dan jalan hidup seperti ini
yang dapat menyelamatkan dirinya dari siksa Allah di akhirat? Enggan
mengeluarkan zakat, karena menganggap harta yang diperoleh merupakan hasil
kerja kerasnya. Tidak segera mendaftar haji, meskipun di rumahnya berjejer
berbagai kendaraan mewah. Termasuk, shalat Jum’at yang disyari’atkan sekali
dalam sepekan jarang pula dijalankan. Jika dilakukan pun, lebih sering terlambat hingga akhir-akhir khutbah.
Padahal khutbah Jum’at berfungsi untuk menegur bagi yang menyimpang,
mengingatkan bagi yang lupa dan lalai, memantapkan bagi yang sudah baik, serta
mengajak bersama-sama menuju tujuan hidup manusia di dunia, yakni beribadah
kepada Allah SWT.
Orang-orang yang hubbuddunya (cinta dunia)
memiliki seribu satu alasan untuk menghindari kewajibannya. Padahal Allah
mengetahui isi hati orang-orang munafiq penuh dengan penyakit dan Allah akan
menambah penyakitnya itu.
فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ
اللَّهُ مَرَضًا وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ
”Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah
penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.” (Qs. Al-Baqarah: 10)
Ma’asyiral Muslimin yang Dimuliakan Allah,
Jika saat ini kita masih belum bisa mencintai akhirat
seperti kita mencintai dunia, maka marilah kita belajar melalui shalat.
Bagaimana kita dididik segera bangun untuk shalat shubuh, meskipun saat itu
sedang nyenyak-nyenyaknya tidur. Bagaimana kita diajarkan untuk segera memenuhi
panggilan adzan, meskipun kita masih sibuk dengan pekerjaan. Termasuk, bagaimana
kita dididik untuk mengutamakan akhirat daripada dunia melalui pelaksanaan
shalat Jum’at ini.
Itu semua bisa dilatih asalkan ada kemauan yang kuat,
perspektif yang lurus, disertai pembiasaan yang dilakukan secara berkelanjutan.
Dengan cara demikian, insya Allah, kita dapat menikmati betapa lezatnya
mencintai akhirat, dan bersungguh-sungguh dalam meraih keutamaan akhirat,
dengan terus meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah kita kepada Allah SWT.
Mengakhiri khutbah Jum’at ini, marilah kita berdoa,
semoga Allah SWT mengaruniakan taufiq dan hidayah-Nya kepada kita agar tetap
istiqomah di atas jalan hidup Islam yang lurus dan kiranya Allah SWT menerima
semua amal dan ibadah kita. Amin ya Rabbal Alamin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي
الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ
الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأسْتَغْفِرُوا اللهَ
الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ
هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
SHALAT
SEBAGAI TANDA KEIMANAN
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِي فَرَّضَ الصَّلَاةَ عَلَى
عِبَادِهِ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، اَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى
وَاَسْأَلُهُ الْمَزِيْدَ مِنْ فَضْلِهِ فِى جَمِيْعِ الْاَوْقَاتِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةً تُنْجِي قَائِلُهَا مِنَ
الْمُهْلِكَاتِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ السَّادَاتِ، اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ مَا دَامَتِ الْاَرْضُ وَالسَّمٰوَاتُ.
أَمَّا بَعْدُ؛ فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
Kaum Muslimin
Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah,
Pada kesempatan
yang berbahagia ini, saya mengajak kepada kita semua untuk meningkatkan
kualitas ketakwaan kita kepada Allah SWT, yaitu melaksanakan segala
perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya, serta dengan memperbanyak
amal ibadah kita. Sebab takwa adalah satu-satunya bekal yang dapat kita bawa
untuk menghadap Allah Rabbul Jalil. Allah SWT berpesan:
وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ
التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ
“Dan
berbekallah kalian, karena sebaik-baik bekal adalah takwa, dan bertakwalah
kepadaKu wahai orang-orang yang menggunakan akalnya.” (Qs.
al-Baqarah: 197)
Jam’ah Jum’ah Rahimakumullah,
Dalam kesempatan yang mulia ini,
mari kita perhatikan firman Allah dalam al-Qur’an surat al-A’la ayat 14-17:
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى (۱٤)
وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى (۱٥) بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا (۱٦)
وَالْآَخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى (۱٧)
“Sungguh beruntunglah orang yang
membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia
sembahyang. Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang
kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (Qs. al-A’la: 14-17)
Dalam ayat di
atas, Allah SWT menggambarkan perbedaan kondisi orang-orang yang beriman yang
memilih kehidupan akhirat dengan orang-orang kafir yang memilih kehidupan
dunia. Orang yang beriman selalu berusaha membersihkan diri, mengingat Allah,
dan mengerjakan shalat. Sedangkan orang-orang kafir mengerjakan sebaliknya,
yakni selalu bergelimang dosa, lupa kepada Allah, dan menolak menjalankan
perintah Allah untuk menyembah-Nya.
Padahal dalam
ayat terakhir di atas, Allah mengingatkan kita bahwa sesungguhnya kehidupan
akhirat itu lebih penting dan lebih kekal. Sedangkan kehidupan dunia terbatas
oleh usia dan waktu dan kelak pada saatnya kita akan kembali ke alam yang tiada
terbatas waktu. Semua amal perbuatan kita selama di dunia akan dimintai
pertanggungjawabannya, karena amal perbuatan tersebut merupakan tabungan
akhirat.
Kebahagiaan
dunia dapat diperoleh melalui keuletan berusaha dan dapat dinikmati hasilnya
selagi hidup, baik berwujud materi kebendaan maupun yang hanya dirasakan oleh
perasaan batin. Sebaliknya, kebahagiaan akhirat tidak nampak sekarang, namun
dapat dicapai dengan cara menjalankan perintah Allah SWT dan menjauhi
larangan-Nya dengan penuh keikhlasan. Meskipun wujudnya tidak kontan, namun
orang beriman tetap meyakini kebenaran janji dan ancaman Allah SWT di hari
kemudian.
Dan
sesungguhnya justru itulah yang membedakan orang yang beriman dengan mereka
yang tidak. Orang yang beriman kepada yang gaib, yaitu mereka yang mempercayai
sesuatu yang belum terjadi, tetapi meyakini kebenarannya dan membuktikan
keyakinan tersebut dengan amal nyata. Sedangkan orang yang tidak beriman adalah
mereka yang tidak meyakini pada kebenaran janji dan ancaman Allah di akhirat
kelak.
Kaum Muslimin
yang Dimuliakan Allah,
Lalu bagaimana
tanda-tanda orang yang beriman yang beruntung? Dalam Qs. al-A’la ayat 14-17 di
atas, Allah mencontohkan tanda-tandanya adalah mereka yang senantiasa
membersihkan diri, berdzikir, dan mengerjakan shalat. Merekalah yang apabila
telinganya mendengar suara adzan menggema, seluruh organ tubuhnya otomatis
terhubung satu sama lain: spontan hatinya bergetar, tergugah, dan merasa
seolah-olah Allah sedang memanggilnya; mulutnya spontan menjawab panggilan
tersebut; dan kakinya spontan berjalan mengambil air wudlu dan segera bergegas
menuju masjid atau mushalla.
Orang yang
beriman hatinya gemetar dan takut ketika mendengar nama Allah disebut.
Terbayang di benaknya segala Kemahabesaran dan Kemahakuasaan Allah SWT. Maka
dengan hati yang penuh takut dan ikhlas, ia penuhi panggilan Allah, ia
tinggalkan semua urusan dunia untuk sujud menghadap Ilahi. Inilah yang
dijelaskan Allah dalam al-Qur’an:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ
إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آَيَاتُهُ
زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang
beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan
apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya
kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” (Qs. al-Anfal: 2)
Berbeda sekali
dengan orang yang jauh dari hidayah dan taufik Allah SWT. Suara adzan dianggapnya sebagai suara yang biasa, panggilan Allah tak
sedikitpun mengetuk hatinya untuk memenuhi panggilan-Nya. Telinganya sudah tuli dan mata hatinya juga sudah buta.
Begitulah
hati orang yang sudah tertutup dari inayah dan hidayah Allah SWT. Mereka
meremehkan panggilan Allah dan mengabaikan perintah menghadap-Nya. Allah SWT
menyebut orang-orang seperti ini sebagai kaum yang tidak berakal.
وَإِذَا نَادَيْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ اتَّخَذُوهَا هُزُوًا وَلَعِبًا ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْقِلُونَ
“Dan apabila kamu menyeru (mereka)
untuk (mengerjakan) sembahyang, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan.
Yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau
mempergunakan akal.” (al-Maidah: 58)
Kaum Muslimin Rahimakumullah,
Terkadang orang
yang tidak mengerjakan shalat itu bukannya tidak mengetahui bahwa shalat itu
wajib. Mereka sesungguhnya juga sudah mengetahui tentang ancaman siksa Allah
atas orang-orang yang meninggalkannya. Sebagian bahkan menganggap bahwa jika
dalam sehari sudah shalat sekali atau dua kali, maka baginya itu sudah cukup.
Kewajiban shalat dianggapnya sebatas selera. Bila sedang berselera ia shalat, bila
sedang tidak berselera, ia tinggalkan tanpa merasa berdosa.
Sesungguhnya
yang menjadikan seseorang menganggap remeh kewajibannya tersebut tidak lain
adalah karena kebiasaan. Orang yang sudah terbiasa dan tekun menjalankan shalat
akan bisa menikmati shalatnya, bahkan selalu merindukan datangnya waktu-waktu
shalat. Tetapi orang yang belum biasa, atau mengerjakannya dengan setengah
hati, akan merasa berat dan tidak bisa menikmati lezatnya mengerjakan shalat.
Padahal menurut
Rasulullah SAW, salah satu faidah shalat adalah menghapus dosa dan kesalahan
kita. Jika kita rajin mengerjakannya, maka semakin bersihlah kita dari dosa.
Tetapi jika jarang kita melaksanakannya, maka dosa-dosa akan semakin mengotori
kita sehingga sulit menerima hidayah dan taufik dari Allah SWT.
Pada suatu
ketika Rasulullah SAW bertanya kepada para sahabatnya:
أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهْرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ مِنْهُ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّاتٍ هَلْ يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ؟ قَالُوْا: لاَ يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ. قَالَ: فَذَلِكَ مَثَلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ، يَمْحُو اللهُ بِهِنَّ الْخَطَايَا.
“Apakah
pendapat kamu, apabila di muka pintu salah satu rumah kamu ada satu sungai yang
kamu mandi padanya tiap hari lima kali. Adakah tinggal olehnya kotoran?
Serentak sahabat menjawab: Tidak ada, Ya Rasulullah! Beliau bersabda: Maka
begitu juga perumpamaan shalat lima waktu, dengan itu Allah menghapus
kesalahan.” (Muttafaqun ‘alaih).
Jama’ah Jum’ah
yang Berbahagia,
Manusia memang
sungguh pandai, mereka dapat membuat baja menjadi kapal yang tidak tenggelam,
bahkan sanggup mengangkut barang-barang yang berat. Mereka pun sanggup membuat
baja yang berat menjadi sebuah pesawat yang dapat terbang kesana-kemari. Tetapi
sayang, mereka tidak pandai bersyukur kepada Allah atas segala rahmat-Nya,
tidak meluangkan waktu untuk bersujud menghadap-Nya.
Orang-orang di
luar Islam tidak akan berani menghancurkan Islam secara terang-terangan. Mereka
harus berpikir seribu kali untuk menghancurkan masjid-masjid tempat ibadah kaum
muslimin. Tetapi dengan akal mereka yang licik, mereka jadikan kita melupakan
shalat dan tidak memikirkan agama. Kita dicekoki dengan berbagai hiburan dan
kenikmatan dunia, seakan-akan agama hanyalah urusan akhirat yang privat dan
tidak boleh mewarnai seluruh aktivitas kita di dunia.
Dari ayat-ayat
dan hadits di atas, kita dapat mengambil pelajaran, hendaknya kita merasa
khawatir kalau-kalau kita kelak menjadi orang-orang yang menyia-nyiakan shalat.
Kita pun hendaknya selalu memohon kepada Allah SWT agar anak-cucu kita menjadi
orang-orang yang tetap mendirikan shalat, dan jangan sampai mereka menjadi
orang-orang yang hanya menurutkan hawa nafsunya belaka. Sebagaimana doa Nabi
Ibrahim AS yang diabadikan dalam al-Qur’an:
رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ
وَمِنْ ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ
“Ya Tuhanku,
jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya
Tuhan kami, perkenankanlah doaku.” (Qs. Ibrahim: 40)
Sebagai penutup
khutbah ini, marilah kita lebih meningkatkan kualitas ibadah shalat kita dan
segenap keluarga kita sehingga termasuk orang yang memperoleh janji Allah yakni
kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Mudah-mudahan kita selalu diberi petunjuk
dan pertolongan oleh Allah untuk dapat menjadi hamba-hamba-Nya yang mendirikan
shalat. Amin, Ya Rabbal Alamin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي
الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ
الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأسْتَغْفِرُوا اللهَ
الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ
هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
MUHASABAH
DI TAHUN BARU HIJRIYAH
اَلْحَمْدُ للهِ عَلَى نِعَمِهِ فِى
أَوَّلِ الشَّهْرِ مِنَ السَّنَةِ الْهِجْرَةِ التّۤامَّةِ, اَلَّذِى جَعَلَ هَذَا
الْيَوْمَ مِنْ أَعْظَمِ الْأَيَّامِ الرَّحْمَةِ, نَحْمَدُهُ حَمْدَ
الْحَامِدِيْنَ, وَنَسْتَعِيْنُهُ أَنَّهُ خَيْرُ الْمُعِيْنِ, وَنَتَوَكَّلُ عَلَيْهِ
أَنَّهُ ثِقَّةُ الْمُتَوَكِّلِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ
وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا
عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ الْمُجْتَبَى رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ
اَجْمَعِيْنَ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا
أَمَّا بَعْدُ : فَيَا عَبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ تَعَالَى
وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَـٰأَيُهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِۦ وَلَا
تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Alhamdulillah pada saat ini kita
telah memasuki dan berada di tahun baru Hijriyah. Oleh karena itu, dalam
kesempatan ini, hendaknya kita merenungkan firman Allah SWT yang berbunyi:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا
اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ
إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ.
“Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah
diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Qs. al-Hasyr:
18)
Ayat di atas memberikan pelajaran
kepada kita semua akan pentingnya mengingat amal perbuatan yang telah kita
lakukan di masa sebelumnya. Mengingat setiap manusia harus berpacu seiring
dengan perjalanan waktu dan terkait dengan perpindahan ruang, dari ruang di
dunia hingga ruang di akhirat.
Hadirin Sidang Jumat Rahimakumullah,
Tidak terasa waktu telah berlalu,
hari berganti hari, bulan demi bulanpun berlalu, bahkan dari kemarau hingga
musim hujanpun tiba, saat ini pun kita telah memasuki tahun baru Hijriyah.
Dengan bertambahnya tahun telah nyata bahwa garis kematian mendekat semakin
nyata.
Siapapun tidak bisa mengelak dari
kematian yang terus mendekat dengan pasti, bertambahnya tahun berarti bertambah
pula satu tahun mendekatnya menuju titik kematian yang telah di tentukan oleh
Allah. Dimanapun dan kapanpun, manusia tak akan mampu lari dari kejaran
kematian. Allah berfirman :
أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكُكُمُ
الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ
Di mana saja kamu berada, kematian
akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.. (Q.S. An-Nisa’ 78).
Dalam ayat yang lain Allah berfirman:
قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي
تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلَاقِيكُمْ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ
الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Katakanlah: "Sesungguhnya
kematian yang kamu lari daripadanya, Maka Sesungguhnya kematian itu akan
menemui kamu, Kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui
yang ghaib dan yang nyata, lalu dia beritakan kepadamu apa yang Telah kamu
kerjakan". (Al-Jumu’ah:
8)
Karena tidak bisa menghindar dari
kematian itulah, maka tidak penting kapan kita menemui ajal, hari ini atau esok
nanti, atau tahun-tahun yang akan datang, toh semua mengalami kematian, baik
secara sukarela maupun dalam keadaan terpaksa. Yang terpenting bagi kita adalah
apa yang telah kita perbuat untuk menghadapi kematian tersebut.
Hadirin Sidang Jumat yang Berbahagia,
Hidup pada dasarnya tidak hanya
semat-mata menghembuskan nafas dan menghirupnya kembali, tetapi hidup harus
berprestasi dan berprasasti. Berprestasi artinya beramal sebaik-baiknya sebagai
ongkos melangkah ke ruang yang abadi yakni ruang kubur dan alam akhirat,
disamping itu hidup juga harus berprasasti, yang artinya kita harus melakukan
sesuatu yang bermanfaat kepada orang lain sehingga prasasti amal perbuatan kita
dikenang sepanjang zaman.
Kita tahu, usia baginda Nabi besar
Muhammad saw tidak sampai 63 tahun, tetapi namanya dikenang sepanjang zaman,
abadi berprasasti dalam hati semua umat islam di dunia dan berpengaruh sampai
di akhirat kelak. Kita tahu usia Imam Ghazali antara 52-53 tahun, tetapi namanya
dikenang harum dan pedoman kesufiannya diteladani oleh banyak orang. Kita juga
mengenal Imam Syafi’i pun usianya tidak lebih dari 53 tahun namun ijtihadnya
dipakai dan abadi berprasasti di seluruh dunia sampai sekarang.
Mereka para wali dan orang-orang
‘alim pun demikian, beliau-beliau tidak lama usianya namun kebaikannya meluber
dan dikenang bagai prasasti yang abadi. Itulah sebaik baik manusia, yakni yang
paling bermanfaat untuk manusia lainnya dan paling mulia di sisi Allah karena
ketakwaanya.
Hadirin Sidang Jumat yang Berbahagia,
Imam Nawawi mengatakan, “Umur adalah
modal kehidupan manusia.” modal yang banyak kalau tidak bisa mengolahnya maka
kerugian yang diderita akan lebih parah dari modal yang sedikit. Umur adalah
modal bagi kehidupan manusia, umur yang pendek tapi berkualitas jauh lebih
diharapkan dari pada sebaliknya.
Untuk apa bertambah umurnya jika
ternyata makin lama makin banyak maksiatnya. Andaikan dalam agama ini
diperbolehkan, maka lebih baik kita mati sekarang daripada tambah lama tambah
pula maksiatnya. Sayangnya berdo’a agar didatangkan kematian lebih cepat
dilarang oleh agama.
Oleh karena itu di awal tahun ini,
sempatkan waktu untuk muhasabah dan menilai amal baik apa yang pernah kita
lakukan, ingat-ingat kembali dosa-dosa yang pernah kita lakukan. Dan setelah
itu mari kita sama-sama melakukan perbaikan amal perbuatan kita sebagai langkah
untuk menghadapi kematian. Umar RA berkata: “Hitunglah dirimu sebelum kau
dihitung, timbanglah amal perbuatanmu sebelum engkau ditimbang.”
Hadirin Sidang Jumat Rahimakumullah,
Apa yang akan kita banggakan di hadapan
Allah? Sholat kita, bukankah sering kita jumpai bahwa sholat kita hanya
bersifat menggugurkan kewajiban saja? Pernahkah kita menangis dan meratapi saat
sholat yang terlewatkan, pernahkah kita bersedekah sebuah gedung, rumah atau
kendaraan mewah sebagai ganti dari sholat kita yang terlewatkan tanpa sengaja
seperti halnya Nabi Sulaiman? Pernahkah kita rela berkorban untuk agama Allah
sebagaimana al-Bajjal yang rela mengorbankan hidungnya terpotong oleh pedang di
medan perang? Atau seperti Saad bin Abi Waqqas misalnya, yang tidak gentar
sedikitpun melawan musuh yang sangat tangguh.
Rasanya saya sendiri dan kita semua
jauh dari pengorbanan dalam mempertahankan keimanan kita ini. Pernahkah kita lihat
fenomena masyarakat kita yang takut akan amanah? Bukankah faktanya jabatan
seolah-oleh menjadi kursi rebutan, sungguh kita tak pantas melihat diri kita
paling baik, namun demikian kita tak putus asa semoga Allah memberikan ampunan
atas dosa-dosa yang pernah kita lakukan
Dari langkah yang kita lakukan di
atas, ada satu lagi yang harus dilakukan di awal tahun ini yaitu merencanakan
hari-hari mendatang dengan mengisi amal kebajikan, sebagai implementasi dari
hasil muhasabah yang telah kita lakukan menjelang akhir tahun kemarin.
Bertambahnya tahun sama dengan
berkurangnya modal hidup di dunia ini. Oleh karena itu, langkah cerdas kita
adalah, merencanakan kehidupan yang gemilang untuk mencapai derajat kemuliaan di
hadapan khaliq dan makhluqnya. Jika dalam lembaran hari-hari kita ini tidak
diisi dengan amal kebajikan maka maka kita pasti akan tergolong orang yang rugi.
Hadirin Jamaah Jum’at yang
Berbahagia,
Sebelum mengakhiri khutbah ini,
marilah kita perhatikan ayat berikut:
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ
وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ
النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا
مَتَاعُ الْغُرُورِ.
Tiap-tiap yang berjiwa akan
merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan
pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka
sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan
yang memperdayakan.
(Ali Imran: 185)
Jika kita pandai merenung, maka ayat
tersebut akan menjadi pedoman dalam hidup untuk menentukan arah masa depan
hakiki dan menyiapkan bekal sebanyak-banyaknya untuk pentas kehidupan abadi nan
sejati, yakni kehidupan akhirat.
Mudah-mudahan di tahun yang baru
ini, hidup kita akan menjadi lebih baik dan lebih berkah, dengan senantiasa
berusaha instropeksi diri dan memperbaiki diri, serta meningkatkan kadar
ketakwaan kita di hadapan Allah SWT. Amin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي
الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ
الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأسْتَغْفِرُوا اللهَ
الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ
هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
PENTINGNYA SYUKUR
NIKMAT
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ
وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا،
مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ.
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ
أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمِّدٍ وَعَلَى آلِهِ
وَصَحْبِهِ.
أَمَّا بَعْدُ؛ فَيَا
عِبَادَ اللهِ اِتَّقُوا اللهَ تَعَالَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ سُبْحَانَهُ
هُوَ الْمُنْعِمُ الْمُتَفَضِّلُ، وَإِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَةَ اللهِ لاَ
تُحْصُوْهَا. إِنَّ اْلإِنْسَانَ لَظَلُوْمٌ كَفَّارٌ. وَاللهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ
بُطُوْنِ أُمَّهَاتِكُمْ لاَ تَعْلَمُوْنَ شَيْئًا لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ.
Hadirin sidang jum’at Rahimakumullah
Melalui
khutbah pada hari ini saya mengingatkan hadirin sekalian terutama pribadi saya
untuk senantiasa bertakwa kepada Allah SWT serta mensyukuri kenikmatan yang
telah diberikan pada kita. Semoga kita termasuk golongan hamba-hamba-Nya yang
dapat mensyukuri nikmat-Nya dan selamat serta berbahagia dunia akhirat. Amin
Hadirin sidang jum’at Rahimakumullah
Allah
SWT adalah Dzat Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dia senantiasa
melimpahkan kenikmatan dan karunia-Nya tanpa membedakan apakah hamba-Nya
menyadari kenikmatan dan karunia tersebut atau tidak. Dan kita pun tidak akan
mampu menghitung nikmat Allah tersebut sebagaimana firman-Nya, Qs. Ibrahim ayat
34 :
وَآَتَاكُمْ
مِنْ كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا
إِنَّ الْإِنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
”Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan
segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. dan jika kamu menghitung nikmat Allah,
tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim
dan sangat mengingkari (nikmat Allah)”.
Hadirin sidang jum’at Rahimakumullah
Di
antara sekian banyak nikmat yang wajib kita syukuri adalah Allah menyediakan
segala macam yang kita perlukan, baik kita memohon ataupun tidak memohon kepada
Allah. Allah telah meletakkan di dalam dunia ini berbagai manfaat yang tidak
diketahui manusia, tetapi disediakan untuk kita. Sehingga tidak seorang pun
umat terdahulu, memohon kepada Allah untuk diberikan mobil, pesawat terbang,
listrik, handphone, internet dan alat-alat canggih lainnya. Semua itu diberikan
Allah kepada manusia secara bertahap dan masih banyak lagi keajaiban-keajaiban
yang akan tampak bagi orang-orang sesudah kita.
Maka
sebagai orang muslim hendaknya kita merasa dan tahu diri akan kenikmatan dan
karunia yang kita terima. Sehingga tergugah untuk mensyukurinya, dengan
melaksanakan segala yang diperintahkan, dengan menggunakannya untuk mencari
ridha-Nya. Kita harus sadar bahwa setiap mendapatkan nikmat kemudian bersyukur,
maka Allah akan menambah nikmat
tersebut. Hal ini senada dengan firman Allah Qs. Ibrahim ayat 7 :
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ
شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
”Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan;
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat)
kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku
sangat pedih".
Hadirin sidang Jum’at yang berbahagia
Pengalaman
menunjukkan bahwa setiapkali anggota tubuh yang digunakan untuk bekerja,
dilatih terus menerus dengan pekerjaan maka bertambahlah kekuatannya, tetapi
apabila diberhentikan dari kerja, maka akan lemahlah dia. Demikian halnya
dengan nikmat Allah apabila digunakan dalam perkara yang untuk itu ia
diberikan, maka akan tetaplah ia, tetapi apabila diabaikan maka akan hilanglah
ia.
Barangsiapa
bersyukur kepada Allah atas ketaatan kepada-Nya maka Allah menambahkan
ketaatannya. Dan barangsiapa bersyukur atas nikmat kesehatannya, maka Allah
menambahkannya kesehatannya. Demikian pula barangsiapa bersyukur kepada Allah
atas rizki yang dilimpahkan padanya, digunakan sesuai aturan Allah dan sebagian
diberikan kepada yang lebih berhak, maka Allah akan melapangkan rizkinya.
Akan
tetapi jika kita ingkar (kufur) akan nikmat-nikmat Allah, serta tidak
memenuhi hak nikmat tersebut (tidak
bersyukur kepada Allah yang memberi nikmat itu), maka adzab akan sangat pedih.
Hadirin Rahimakumullah
Allah
memberikan nikmat yang begitu banyak tanpa batas kepada manusia, agar manusia
bersyukur dengan mengunakan nikmat tersebut untuk beribadah kepada Allah. Namun
jika kita mengingkari dan kufur terhadap nikmat tersebut, artinya
menyia-nyiakannya dengan tidak menggunakannya untuk berbakti kepada Allah,
kepada diri sendiri, kepada agama dan negara, berarti kita telah kufur nikmat,
menyia-nyiakan hidupnya tanpa beramal dan akan kehilangan waktu secara sia-sia,
sehingga nikmat-nikmat itu akan ditarik kembali oleh Allah dan akan digantikan
dengan adzab yang sangat pedih, baik adzab dunia terlebih lagi azdab akhirat.
Sebagai
orang yang beriman hendaknya kita dapat mengambil pelajaran dari kisah
umat-umat terdahulu umat yang selalu mengingkari akan nikmat Allah SWT.
Diantaranya kisah yang terdapat QS Al Qashash (28) ayat 76 sampai 82, yakni
pada zaman Nabi Musa, ada seorang umatnya yang sangat miskin, namun ia sangat
rajin. Qarun namanya. Dia termasuk orang beriman yang disayang Nabi Musa. Dia hidup
sangat sederhana. Kadang-kadang dia tidak punya makanan ataupun pakaian. Namun
lama kelamaan, dia merasa bosan dengan kemiskinan yang melilitnya. Suatu hari
dia mendatangi Nabi Musa untuk mengadukan nasibnya yang malang dan minta
dimohonkan kepada Allah agar tidak dililit kemiskinan.
Berkat
do’a Nabi Musa, Allah memberikan rezeki yang berlimpah kepada Qarun. Dia
menjadi orang yang sangat kaya dengan harta yang berlimpah, dia memiliki
beribu-ribu gudang harta berisi emas dan perak, sampai-sampai para pegawainya
harus memikul kunci-kunci gudang tersebut.
Nabi
Musa yang mendengar bahwa Qarun telah menjadi orang kaya segera mendatanginya.
Beliau akan menagih janji kepada Qarun agar menyedekahkan sebagian hartanya
bagi orang miskin. Namun Qarun yang telah menjadi kaya raya ternyata berubah
menjadi sombong dan tidak mau menyedekahkan sebagian hartanya. ”Hai Qarun,
janganlah engkau terlalu bangga dengan hartamu, semua itu milik Allah,
janganlah berbuat kerusakan di bumi”, ucap Nabi musa menasehati. Jawab Qarun,
”Aku mendapatkan harta ini dari hasil kerja kerasku, aku tidak akan
mengeluarkan sepeserpun untuk orang lain.”
Qarun
bertaubatlah sebelum siksa Allah datang!” Tidak akan ada yang menyiksaku,
hartaku berlimpah, aku juga punya banyak penjaga yang akan melindungiku,” ucap
Qarun lagi. ”Ingatlah Qarun, Allah tak akan lalai dari perbuatanmu”. Ucap Nabi
Musa sambil beranjak pergi meninggalkan Qarun.
Malam
itu Qarun tidak dapat tidur, di telinganya terngiang-ngiang ucapan Nabi Musa.
Namun semuanya sudah terlambat karena siksa Allah sudah ada di depan mata.
Tiba-tiba saja bumi berguncang, Qarun dan semua harta yang dimiliki akhirnya
lenyap ditelan bumi.
Hadirin sidang jumat yang berbahagia
Demikian
khutbah yang dapat kami sampaikan semoga dapat menambah iman dan takwa kita
semua. Amin ya rabbal alamin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي
الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ
الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأسْتَغْفِرُوا اللهَ
الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ
هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
BERLOMBA DALAM KEBAJIKAN
اَلْحَمْدُ
للهِ القَوِيِّ الْمَتِينِ، سُبْحَانَهُ
خَلَقَ الإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ، وَهَدَاهُ لِلْمَنْهَجِ
القَوِيمِ، وَسَنَّ شَرَائِعَ فِيهَا القُوَّةُ وَالتَّمكِينُ، بِحِكْمَتِهِ
نُؤْمِنُ، وَبِقُدْرَتِهِ نُوقِنُ، عَلَيْهِ نَتَوَكَّلُ، وَإِيَّاهُ
نَستَعِينُ، أَحْمَدُهُ تَعَالَى بِمَا هُوَ لَهُ أَهْلٌ مِنَ الْحَمْدِ
وَأُثْنِي عَلَيْهِ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لا
شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيَّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا
عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ، لَمْ يَزَلْ مُتَوَكِّلاً عَلَى رَبِّهِ، وَاثِقًا
بِوَعدِهِ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ، وَعَلَى
كُلِّ مَنْ اقْتَفَى أَثَرَهُ وَتَرَسَّمَ خُطَاهُ إِلَى يَومِ
الدِّينِ.
اَمَّا
بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ اللهِ : اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: وَلِكُلٍّ
وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا فَاسْتَبِقُواْ الْخَيْرَاتِ أَيْنَ مَا تَكُونُواْ
يَأْتِ بِكُمُ اللّهُ جَمِيعاً إِنَّ اللّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Hadirin,
jama’ah sholat jum’at yang dimuliakan Allah SWT.
Mengawali
khutbah ini, marilah kita bersyukur kepada Allah SWT atas rahmat dan anugerah-Nya,
sehingga saat ini kita dapat menunaikan kewajiban kita sebagai kaum muslimin,
yaitu menunaikan jama’ah sholat jum’at di masjid yang mulia ini.
Selanjutnya,
saya berpesan kepada kita semuanya, marilah kita terus meningkatkan keimanan
dan ketakwaan kepada Allah SWT dengan mengimpletasikannya melalui kesungguhan
kita dalam melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi segala yang dilarang
oleh-Nya, serta terus berusaha berlomba-lomba dalam melakukan kebajikan dan
kesalehan. Dengan begitu, hidup kita ini akan terasa lebih bermakna dan sesuai
dengan apa yang menjadi tujuan hidup, sehingga kebahagiaan di dunia dan akhirat
dapat kita raih. Amin.
Hadirin, jama’ah sholat jum’at yang dimuliakan Allah SWT.
Hidup
ini sesungguhnya adalah sebagai ujian, apapun posisi dan kondisi kita. Allah
memberikan kepada kita hidup di dunia ini dengan berbagai modal dan fasilitas,
sebagai ujian siapa diantara kita yang paling berprestasi dalam ketakwaan
dan kesalehan. Untuk itu marilah kita berlomba-lomba mengisi hidup kita ini
dengan memperbanyak kebajikan. Allah berfirman :
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ
لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
”Dialah yang menjadikan mati dan hidup untuk menguji
kalian, siapa diantara kalian yang lebih baik amalnya.” (QS. Al-Mulk : 2)
وَلَوْ شَاۤءَ اللهُ لَجَعَلَكُمْ
أُمَّةً وَاحِدَةً وَلٰـكِنْ لِّيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ
”Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja),
tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka
berlomba-lombalah dalam kebajikan.” ( QS. Al-Maidah
: 48 )
Hadirin, jama’ah sholat jum’at yang dimuliakan Allah SWT.
Berbuat
kebajikan dapat dilakukan melalui berbagai media dan kesempatan menurut
kemampuan dan kekuatan masing-masing. Bila mampu menyumbangkan pikiran, maka
harus dimanfaatkan untuk hal-hal yang baik dan bermanfaat. Bila mampu dengan
harta benda, dapat dibelanjakan di jalan Allah, membangun masjid, madrasah,
pondok pesantren, panti asuhan dan lain sebagainya. Dan jika hanya mampu
menyumbangkan tenaga, maka tenaga itupun hendaknya digunakan untuk kebajikan
dan hal-hal yang bermanfaat. Dengan
demikian kita telah berbuat sesuatu yang berguna dan bermanfaat bagi orang
lain. Tentunya setiap kebaikan yang telah kita lakukan balasan pahalanya akan
kembali kepada kita juga.
Karenanya,
jangan sampai kemampuan dan kesempatan yang kita miliki selama hidup di dunia
ini, hanya kita gunakan untuk tujuan-tujuan jangka pendek, sehingga akan
merugikan dan membuat kita menyesal pada akhirnya nanti. Sebab jika demikian,
berarti kita tidak memiliki bekal untuk mencapai kebahagiaan di kemudian hari.
Oleh
sebab itu tidak ada kata lain, kecuali kita harus terus berusaha dan
berlomba-lomba dalam melakukan kebajikan, agar kita termasuk orang yang
beruntung. Allah SWT berfirman QS. Al-Baqarah ayat 148:
وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا
فَاسْتَبِقُواْ الْخَيْرَاتِ أَيْنَ مَا تَكُونُواْ يَأْتِ بِكُمُ اللّهُ جَمِيعاً
”Maka
berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebajikan. Dimana saja
kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat).”
Memperhatikan
ayat tersebut, kita harus bersyukur pada Allah SWT. karena masih diberi
kesempatan untuk beramal saleh, terutama dengan kondisi kita yang masih segar
bugar. Sehingga sangat disayangkan jika kesempatan yang sangat baik ini
terlewat begitu saja tanpa kita lalui dengan memperbanyak kebajikan dan amal
saleh yang sangat kita butuhkan sebagai bekal untuk meraih kebahagiaan hidup,
utamanya di akhirat kelak.
Hadirin, jama’ah sholat jum’at yang dimuliakan Allah SWT.
Nabi
SAW juga bersabda menyerukan kepada agar kita berpacu, bersegera, dan
berlomba-lomba melakukan kebajikan dan amal saleh. Beliau bersabda: ”Bersegeralah kamu beramal saleh, karena akan datang
(terjadi) fitnah-fitnah laksana serpihan malam gulita, dimana seseorang pada
pagi hari beriman, namun sore harinya kafir, sore beriman pada pagi harinya
kafir, ia rela menjual agamanya dengan harta benda dunia.” (HR. Muslim).
Bersegera
dalam beramal saleh sangatlah penting, sebab kita tidak tahu apakah kita masih
akan dapat kesempatan melakukannya. Menunda-nunda berbuat kebajikan sangat
tidak dianjurkan karena tidak ada jaminan bahwa kesempatan mulia itu akan
datang dua kali. Sebab dalam hadits lain, Nabi menjelaskan bahwa iman itu dapat
bertambah dan berkurang. Maka selagi kita masih memiliki iman, maka hendaknya
semaksimal mungkin kita gunakan untuk berbuat kebajikan atau amal saleh.
Dalam
hadits di atas, Rasulullah SAW juga berpesan agar kita juga waspada dalam menjaga
keimanan kita dalam menghadapi berbagai fitnah. Begitu dahsyatnya goncangan
fitnah itu, sampai menyentuh wilayah keimanan, dimana di saat itu digambarkan
seorang mukmin bisa berubah ideologi agamanya dalam sehari, pagi beriman sore
kafir, sore beriman pagi hari menjadi kafir.
Sebab agaknya
guncangan-guncangan itu telah mulai nampak tanda-tandanya dalam kehidupan kita
dewasa ini. Bukankah kita telah mendengar tentang kondisi sementara masyarakat muslim
yang dengan mudahnya berpindah keyakinan hanya karena sekardus mie instan, atau
sekarung beras, atau pengobatan gratis. Atau rela berpindah agama hanya karena
mengikuti calon istri atau calon suami.
Dalam
kasus lain, kita melihat bagaimana keteguhan iman diuji dalam konsistensi
beribadah. Apakah kesibukan bekerja mengalahkan ibadah shalat lima waktu?
Apakah beratnya bekerja di bulan ramadhan menjadi alasan orang meninggalkan
ibadah puasa? Apakah terkumpulnya rizki yang didapat dengan susah payah
menjadikan orang merasa berat untuk berinfaq dan berzakat? Kita melihat betapa
mudahnya akidah dikalahkan oleh materi, dan pelaksanaan ajaran agama tidak lagi
menjadi sesuatu yang penting.
Hadirin, jama’ah shalat jum’at yang dimuliakan Allah SWT.
Dalam
kondisi seperti itu, langkah yang harus diambil adalah dengan meneguhkan
kembali keimanan umat Islam, saling mengingatkan agar tetap konsisten dalam
beribadah dan beramal saleh, disertai upaya nyata mengatasi persoalan utama
yang menjangkiti mereka. Dengan demikian, berarti kita telah berbuat kebajikan
dengan menjaga keislaman dan keimanan umat Islam dari godaan-godaan material
yang bisa jadi menggoyahkan saudara kita yang lemah ekonomi serta lemah
akidahnya.
Inilah
pentingnya iman, amal saleh, dan pelaksanaan amar ma’ruf nahi mungkar,
sebagaimana dipesankan Allah SWT dalam surat Al-Ashr:
وَالْعَصْرِ (١) إِنَّ الْإِنسَانَ
لَفِي خُسْرٍ (٢) إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا
بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (٣)
”Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada
dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh
dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya
menetapi kesabaran.” (QS. Al- Ashr : 1-3)
Hadirin, jama’ah
shalat jum’at yang dimuliakan Allah SWT.
Setiap
muslim diharapkan mampu melaksanakan pesan dalam surat yang telah difirmankan
Allah tersebut. Kita harus menjadi pelopor untuk mengajak manusia kembali
kepada ajaran agama, agar kita tidak termasuk dalam katagori orang-orang yang
merugi.
Dengan
bersegera dan berlomba-lomba melakukan amal saleh, berbuat baik, saling
menasihat dalam kebenaran dan kesabaran, berarti kita ikut mencegah fitnah
besar yang menggoncang umat Islam, bahkan mengancam akidah mereka. Dan itu
merupakan andil yang amat besar bagi kelangsungan kehidupan dan kedamaian serta
keselamatan umat Islam.
Mudah-mudahan kita diberi kekuatan oleh Allah untuk mengisi
sisa-sisa umur kita ini dengan memperbanyak amal saleh, sehingga kita selalu mendapatkan
ridha Allah, serta berbahagia di dunia dan akhirat. Amin. Ya Rabbal Alamin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي
الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ
الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأسْتَغْفِرُوا اللهَ
الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ
هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
اَلْحَمْدُ
للهِ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى
الدِّينِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا. أَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا
اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ. وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
وَعَلَى أۤلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.
أَمَّا بَعْدُ:
اَمَّا بَعْدُ: فَيَا
عِبَادَ اللهِ اُوْصِيْكُمْ وَاِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. وَقَالَ
اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْأۤنِ الْكَرِيْمِ: قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللّهَ
فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللهُ غَفُورٌ
رَّحِيمٌ.
Hadirin Jama’ah Jum’at Rahimakumullah
Pada kesempatan yang mulia, melalui
mimbar khutbah ini, saya berpesan pada diri saya sendiri khususnya dan kepada
para Jama’ah sekalian, marilah kita terus-menerus meningkatkan takwa kepada
Allah SWT. Takwa dalam arti yang sebenarnya, yaitu dengan melaksanakan perintah
Allah serta meningkatkan semua larangan-larangan-Nya. Juga takwa dalam arti
taat serta patuh terhadap semua ketentuan yang telah diisyaratkan Allah SWT
dalam agama Islam. Dengan begitu, mudah-mudahan kita mendapatkan kebahagiaan
hidup di dunia dan akhirat, amin.
Hadirin Jama’ah Jum’at Rahimakumullah
Nabi Muhammad SAW merupakan utusan
Allah terakhir dengan membawa agama Islam, sebagai agama yang sempurna
kebenarannya, yang membenarkan dan menyempurnakan agama-agama yang dibawa oleh
utusan Allah sebelumnya, agar dijadikan pegangan oleh para hamba-Nya dalam
perjalanan hidup menuju keselamatan dan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Muhammad SAW sebagai utusan Allah
yang terakhir, mengemban amanah suci, sebagai wujud nyata dari sifat Rahman dan
Rahim Allah terhadap para hamba-Nya. Bahkan merupakan penyempurna dari semua
kenikmatan yang telah diberikan-Nya kepada sekalian penghuni alam. Allah SWT
berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ
“Dan tiadalah kami mengutus kamu,
melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiya’:107)
Dari ayat diatas kita dapat
mengambil pengertian dari ayat tersebut bahwa Muhammad SAW adalah insan kamil
(manusia sempurna) yang pada dirinya terletak untaian mutiara hikmah sebagai
obor penerang dalam hidup dan kehidupan sekalian penghuni alam, yang
mengeluarkan manusia dari gelap gulita kekafiran menuju cahaya kebenaran, yaitu
dinul islam yang diridai Allah SWT. Kehadiran beliau adalah sebagai juru
selamat yang mengantar kepada kebahagiaan yang lahir dan batin, dunia akhirat.
Oleh sebab itu, menyebut dan
memperingati kehadiran beliau menjadi sebuah keniscayaan bagi orang tahu
terimakasih dan berbalas budi. Hari dan bulan kelahiran beliau harus kita
peringati sebagai titik awal bagi peningkatan pengabdian kepada Allah sebagai
Dzat yang telah menyempurnakan semua kenikmatan-Nya.
Hadirin Jama’ah Jum’at Rahimakumullah
Saat ini kita telah kembali memasuki
bulan Rabiul Awal, bulan dimana umat Islam di seluruh penjuru dunia merayakan
hari kelahiran atau Maulid Nabi Muhammad SAW yang tepat jatuhnya pada tanggal
12 Robiul Awal tahun 53 sebelum hijrah. Disamping sebagai hari kelahiran
Rasulullah, tanggal 12 Rabiul Awal sebenarnya juga mempunyai nilai sejarah lain
yang juga patut diperingati oleh umat Islam. Pada tanggal tersebut Rasulullah
melakukan hijrahnya dari Mekkah ke Madinah, dan pada tanggal itu pula,
Rasulullah tutup usia (wafat) untuk menghadap kehadiran Allah SAW.
Banyak nilai sejarah yang terkandung
dalam 12 Rabiul Awal yang patut diperingati, hanya saja, diantara beberapa
peristiwa besar itu yang biasa diperingati kaum muslimin adalah hari kelahiran
Rasulullah yang terkenal dengan istilah peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW,
dan telah menjadi tradisi umat Islam sejak dulu hingga sekarang, walaupun
dengan cara dan bentuk yang berbeda-beda, namun tetap dalam konteks dan
semangat yang sama yaitu mencintai dan meneladani Rasulullah SAW.
Hadirin Jama’ah Jum’at Rahimakumullah
Pada dasarnya, tidak ada nash atau
ayat Al-Qur’an maupun hadis yang nyata-nyata memerintahkan atau melarang
diadakannya peringatan terhadap hari-hari besar tersebut, maka penyelenggaraan
peringatan tersebut sifatnya sangat kultural dan hukumnya boleh, sebab tidak
termasuk menyalahi aturan syariat yang ditetapkan oleh Islam.
Bertolak dari pengertian tentang penyelenggaraan
peringatan di atas, maka muatan atau bentuk panyelenggaraannyalah yang dapat
mengubah atau mempengaruhi hukum asalnya. Adapun bentuk penyelenggaraan
peringatan maulid yang disukai dan biasa diselenggarakan oleh para ulama dahulu
adalah sebagaimana yang disebutkan dalam kitab “At-Tanbihatul Waajibat” karya
seorang ulama besar, K.H. Hasyim Asy’ari, Tebuireng, Jombang, JawaTimur.
Dalam kitab itu dijelaskan bahwa
bentuk peringatan Maulid nabi berupa perkumpulan banyak manusia, yang disitu
dibaca ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis-hadis yang mengisahkan tentang peristiwa
dan kelebihan-kelebihan Rasulullah semasa dalam kandungan, saat kelahiran
maupan pasca kelahiran beliau. Demikian juga budi pekerti dan akhlak beliau
yang mulia. Setelah itu, dibagikan kepada mereka sekedar makanan sebagai
jamuan. Adakalanya dalam peringatan itu disertai memukul rebana namun tetap
dalam konteks seni yang bernuansa Islami.
Sedangkan peringatan maulid
Rasulullah SAW yang dilakukan oleh Syaikh Umar bin Muhammad Al-Mulla, salah
seorang ulama saleh yang ternama di kota Irbil dan banyak diikuti oleh
masyarakat sekitarnya adalah dengan bersedekah, bakti sosial, berbuat kebajikan
dan melahirkan rasa suka dan gembira atas kelahiran beliau. Bentuk
peringatan seperti itu menunjukkan rasa kecintaan pengagungan dan pemuliaan
terhadap baginda Rasulullah SAW serta ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT
atas nikmat dan anugerah-Nya yang besar berupa kedatangan Rasulullah sebagai
pembawa hidayah, kebenaran serta kasih sayang untuk seluruh alam.
Hadirin Jama’ah Jum’at Rahimakumullah
Nabi Muhammad SAW dilahirkan di Kota
Mekkah dari seorang ibu yang bernama Aminah dan seorang ayah yang bernama
Abdullah yang telah meninggal dunia sebelum kelahiran beliau. Masa kecilnya,
beliau disusui oleh Tsuwaibah, seorang budak perempua milik Abu Lahab yang
lantas memerdekakan lantaran memberi kabar gembira kepadanya atas kelahiran
beliau. Menurut suatu kisah, Abu Lahab pernah ditanya, “Bagaimana
keadaanmu?” Ia menjawab, “Aku di neraka, hanya saja aku diberi
keringanan siksa setiap malam senin dan aku bisa menghisap air dari ujung kedua
jariku. Semua ini berkat aku memerdekakan Tsuwaibah budakku saat ia memberiku
kabar gembira atas kelahiran Nabi dan lantaran susuannya kepada beliau.”
Berpijak dari kisah di atas, Ibnu
Jauzari berpendapat bawa jika Abu Lahab yang nyata-nyata telah kafir, bahkan
Al-Qur’an telah menetapkan sebagai orang yang celaka, masih diberi balasan
berupa keringanan siksa setiap malam Senin lantaran kegembiraannya atas
kelahiran Rasulullah, lalu bagaimana dengan orang Islam yang tidak menyekutukan
Allah dan merasa gembira atas kelahirannya Rasulullah dan mau menyerahkan apa
yang dimilikinya demi kecintaannya kepada Rasulullah? Kiranya, balasan Allah SWT
lebih patut ialah surga, tempat kenikmatan yang abadi. Itulah diantara
keagungan dari memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.
Peringatan maulid Nabi SAW akan
menjadi lebih baik bila kita mau mencontoh peringatan yang diadakan oleh para
ulama terdahulu, yaitu dengan menyelenggarakan suatu acara yang islami,
bersedekah menyantuni fakir miskin dan anak-anak yatim, serta menampakkan
perasaan bahagia atas kelahiran beliau dan mengikuti segala ajarannya,
menyelenggarakan pengajian dan ceramah-ceramah agama.
Hadirin Jama’ah Jum’at Rahimakumullah
Apabila kita mengakui benar-benar
sebagai umat Muhammad SAW, senantiasa taat dan tunduk akan syariat dan
ajarannya, maka dalam kesempatan memperingati hari-hari bersejarah bagi beliau,
lebih dahulu hendaklah kita niatkan sebagai bukti syukur atas anugerah Allah yang
telah menunjukkan jalan keselamatan melalui utusan-Nya; juga hendaklah kita
niatkan sebagai penghormatan atas kecintaan kepada beliau, dengan tujuan agar
lebih banyak lagi memperoleh suri teladan dari kisah perjuangan beliau untuk
kita terapkan dalam perjalanan hidup kita sehari-hari dan agar mendapatkan
syafa’at beliau.
Marilah kita jadikan bulan kelahiran
Nabi Muhammad SAW ini sebagai titik tolak peningkatan aktivitas kesalehan dan
pengabdian yang benar kepada Allah SWT. Dengan cara inilah kita akan memperoleh
janji Allah yang berupa kebahagiaan dunia akhirat dan terhindar dari ancaman
siksa-Nya yang amat pedih.
Akhirnya, sebagai penutup khutbah
ini kami mengajak saudara-saudara untuk senantiasa menaati Nabi Muhammad SAW
sebagai utusan Allah yang terakhir yang ajaran dan syariatnya berlaku sampai
akhir zaman. Dengan menaati ajaran Nabi Muhammad SAW berarti kita telah menaati
Allah dan Rasul-Nya dan terpelihara diri kita dari kesesatan. Allah SWT
berfirman:
مَّنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ
اللهَ وَمَن تَوَلَّى فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا
“Barang siapa yang menaati Rasul
itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah. Dan barang siapa yang berpaling dari
(ketentuan itu), maka kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi
mereka.” (QS. An-Nisa’: 80)
Berbahagialah orang-orang yang
mencintai Allah dan Rasul-Nya dengan mengikuti beliau, sehingga Allah mengasihi
dan mengampuni dosa-dosa mereka, dan kelak bisa berkumpul bersama beliau di
surga. Amin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي
الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ
الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأسْتَغْفِرُوا اللهَ
الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ
هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
KEMULIAAN AKHLAK RASULULLAH
إِنَّ الْحَمْدَ
للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ. وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ
اَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ
وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ
لَا شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أۤلِهِ
وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.
اَمَّا بَعْدُ: فَيَا عِبَادَ اللهِ
اُوْصِيْكُمْ وَاِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى: لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ
اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ
وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Hadirin
Jama’ah Jum’at Rahimakumullah
Marilah kita selalu meningkatkan ketakwaan kepada
Allah SWT dimanapun kita berada, yaitu dengan melaksanakan segala perintah-Nya
dan menjahui segala larangan-nya dengan penuh keimanan dan keikhlasan, karena hanya dengan bertakwa
kepada-Nyalah kita akan mendapatkan
keselamatan, ketenangan dan kebahagiaan hidup di dunia ini maupun di akhirat
nanti.
Shalawat serta salam semoga tetap dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW yang dengan kesabarannya telah sukses berdakwah, menyampaikan
wahyu Allah SWT sehingga sampai kepada
kita, dan akhirnya kitapun tahu mana jalan yang benar dan mana jalan yang
salah, mana jalan yang bisa mengantarkan kepada kebahagiaan dan mana jalan yang
bisa mengantarkan kepada kesengsaraan dalam hidup ini.
Jama’ah Jum’at yang berbahagia
Diutusnya
Nabi Muhammad SAW sebagai nabi dan Rasul
terakhir adalah untuk membawa rahmat bagi semesta alam. Firman Allah QS.
Al-Anbiya’: 107 sebagai berikut :
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً
لِلْعَالَمِينَ
“Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk
(menjadi) rahmat bagi semesta alam.”
Untuk
mewujudkan visinya sebagai rahmatan lil alamin itu Rasulullah SAW melaksanakan
misinya yang pertama dan utamanya yaitu menyempurnakan akhlaknya sebagai beliau
bersabda:
اِنَّمَا بُعِثْتُ لِاُ تَمِّمَ مَكَارِمَ اْلَا خْلاَقِ
“Aku diutus tidak lain hanyalah untuk
menyempurnakan akhlak” (HR. Malik)
Memperhatikan
hadits di atas membawa kita pada kesimpulan bahwa akhlak merupakan inti ajraan
Islam dan akhlak juga merupakan tolok ukur keberhasilan maupun keruntuhan suatu negara. Dengan kata lain
kejayaan bangsa bisa tegak hanya diatas landasan akhlak yang kukuh. Ahmed
Syauqi Bey bertutur dalan gubahan syairnya yang indah berikut ini yang artinya
: “Sesungguhnya bangsa-bangsa itu tegak
selama akhlaknya tegak. Dan jika akhlaknya runtuh, maka runtuh pulalah
bangsa-bangsa itu “.
Banyak
contoh di dalam Al-Qur’an umat-umat terdahulu yang akhlaknya bobrok pada
akhirnya hancurlah bangsanya. Di antaranya umat Nabi Nuh AS yang sealu
melakukan kemungkaran-kemungkaran dan mereka adalah umat yang pertama kali
membuat serta menyembah patung (berhala). Setelah berulangkali diingatkan oleh
Nabi Nuh untuk kembali ke jalan yang benar, untuk kembali bertuhan kepada Allah
dengan mengucap kalimat thayyibah, meninggalkan kebiasaan-kebiasaan buruknya,
namun mereka tetap saja mengabaikan peringatan tersebut, akhirnya datanglah
adzab Allah melalui air bah yang menenggelamkan seluruh umat yang melakukan
kemungkaran tersebut.
Demikian
pula halnya dengan umat Nabi Luth AS. yang mayoritas memiliki akhlak bobrok
dengan melakukan berbagai macam kemungkaran sepertri merampok, berjudi, minum
khomer, kaum lelaki senang terhadap lelaki (homoseksual). Sehingga kaum
perempuan terasa terabaikan akhirnya mencari sasaran sama-sama perempuan alias
lesbian dan masih banyak lagi perbuatan mungkar lain. Pada akhirnya Allah
mengirim hujan batu di waktu subuh dan hancurlah mereka kecuali orang-orang
yang beriman kepada Allah serta mematuhi ajaran yang dibawa oleh Nabi Luth AS.
Hadirin sidang jum’at Rahimakumullah
Akhlak
dapat diartikan sebagai tingkah laku atau perbuatan manusia yang dilakukan
denga kesadaran jiwa, bukan dengan paksaan atau tanpa sengaja telah menjadi
sesuatu yang bisa dilakukan. Akhlak bukan sekadar taat pada aturan hukum,
tetapi lebih jauh dari itu akhlak merupakan pelaksanaan dari rasa ketaatan yang
penuh kepada Allah SWT.
Akhlak
adalah cermin keimanan dan keyakinan seseorang, semakin kokoh keimanan
seseorang semakin baik pula akhlaknya. Rasulullah SAW bersabda:
اَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ اِيْمَانًا اَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
“Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling
sempurna (bagus) akhlaknya”. (HR. Ahmad)
Akhlak
adalah wujud nyata ibadah ritual yang dilaksanakan Muslim, dan salah satu
penyebab diutusnya Rasulullah SAW Rasulullah SAW adalah cermin kesempurnaan
akhlak, siapa yang ingin mendapatkan akhlak mulia hendaklah mencontoh
Rasulullah SAW dalam semua perilakunya. Allah memuji Rasul-Nya dengan
ungkapan firman-Nya dalam QS. Al-Qalam: 4
sebagai berikut:
وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ
”Dan sesungguhnya kamu benar-benar
berbudi pekerti yang agung”.
Penjabaran
pernyataan Allah tersebut di atas dapat disaksikan dalam perjalanan hidup
beliau. Al-Qur’an telah menceritakan secara garis besar akhlak Rasulullah SAW,
para sahabat juga memberikan kesaksian, bahkan musuhpun mengakui ketinggian
akhlak Rasulullah SAW agar dapat kita teladani antara lain :
1.
Rasulullah SAW
adalah orang yang ramah, lemah lembut tutur kata dan perilakunya, mengasihi
orang lain dan lembut hati. Dalam surat At-Taubah 128 :
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ
عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ
رَحِيمٌ
”Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu
sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan
keselamatan) bagimu, Amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang
mukmin”.
2.
Rasulullah SAW
adalah orang yang sabar, santun, tahan uji, tidak gampang marah dan mudah reda
kalau marah. Aisyah r.a berkata : ”Tidakkah
Rasulullah dihadapkan dua pilihan yang salah kecuali memilih yang paling mudah
selama tidak mengandung unsur dosa, beliau orang yang paling jauh darinya.
Beliau tidak pernah karena urusan pribadi, tetapi kalau kehormatan Allah
dirusak, saat itu beliau marah karena Allah” (HR. Bukhari)
3.
Rasulullah SAW
adalah orang yang sangat dermawan. Ibnu Abbas r.a berkata : ”Nabi SAW adalah
orang yang paling dermawan terutama di bulan Ramadhan. Malaikat Jibril menemui
beliau setiap malam Ramadhan untuk tadarrus Al-Qur’an, sungguh pada saat itu
Rasulullah SAW lebih dermawan daripada angin yang bertiup”. (HR. Bukhari).
4.
Rasulullah SAW
adalah orang yang setia pada janji, amanah, adil dalam menghukum dan sangat
menjaga diri. Hal ini telah diakui oleh kawan ataupun lawan, bahkan sebelum
diangkat menjadi Nabi, beliau mendapat gelar ”Al-Amin”. Sayyidina Ali
Karromallahu Wajhahu meriwayatkan bahwa Abu Jahal berkata kepada beliau : ”Sesungguhnya
kami tidak mendustakanmu, tetapi mendustakan apa yang kamu bawa”. Maka turunlah
surat 33 surat Al-An’am:
قَدْ نَعْلَمُ إِنَّهُ لَيَحْزُنُكَ الَّذِي
يَقُولُونَ فَإِنَّهُمْ لَا يُكَذِّبُونَكَ وَلَكِنَّ الظَّالِمِينَ بِآَيَاتِ
اللَّهِ يَجْحَدُونَ
”Sesungguhnya Kami mengetahui bahwasanya apa yang mereka
katakan itu menyedihkan hatimu, (janganlah kamu bersedih hati), karena mereka
sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang zalim itu
mengingkari ayat-ayat Allah”.
5.
Rasulullah
adalah orang yang sangat tawadhu’, suka menjenguk orang fakir, membantu
keluarga dirumah dan sebagainya. Secara umum akhlak Rasulullah SAW adalah apa
yang disebutkan dalam Al-Qur’an sebagaimana ungkapan Aisyah r.a : ”Akhlak
Rasulullah SAW adalah Al-Qur’an”.
Ma’asyiral
muslimin Rahimakumullah
Marilah
kita memohon kepada Allah semoga kita diberikan petunjuk dan kemudahan untuk
mencontoh akhlak-akhlak Rasulullah SAW untuk mencapai kebahagian hidup di dunia
dan di akhirat. Amin ya rabbal alamin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي
الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ
الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأسْتَغْفِرُوا اللهَ
الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ
هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
BAHAGIA DENGAN IMAN DAN TAKWA
الْحَمْدُ
للهِ القَوِيِّ الْمَتِينِ،
سُبْحَانَهُ خَلَقَ الإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ،
وَهَدَاهُ لِلْمَنْهَجِ القَوِيمِ، وَسَنَّ شَرَائِعَ فِيهَا القُوَّةُ
وَالتَّمكِينُ، بِحِكْمَتِهِ نُؤْمِنُ، وَبِقُدْرَتِهِ نُوقِنُ، عَلَيْهِ
نَتَوَكَّلُ، وَإِيَّاهُ نَستَعِينُ، أَحْمَدُهُ تَعَالَى بِمَا هُوَ لَهُ
أَهْلٌ مِنَ الْحَمْدِ وَأُثْنِي عَلَيْهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا
اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيَّدَنَا
وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ، لَمْ يَزَلْ مُتَوَكِّلاً
عَلَى رَبِّهِ، وَاثِقًا بِوَعدِهِ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ
وَصَحْبِهِ، وَعَلَى كُلِّ مَنْ اقْتَفَى أَثَرَهُ وَتَرَسَّمَ
خُطَاهُ إِلَى يَومِ الدِّينِ.
اَمَّا
بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ اللهِ : اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَ اللهِ وَطَاعَتِهِ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَاأَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ
أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ
وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
Kaum
Muslimin Sidang Jum’at Rahimakumullah
Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT atas segala
rahmatNya yang dilimpahkan kepada kita, sehingga kita dapat beribadah mengabdi
kepadaNya setiap waktu demi menggapai ridla-Nya.
Dalam kesempatan yang mulia ini, marilah kita terus menerus berusaha
meningkatkan kualitas ketakwaan kita kepada Allah SWT; takwa dalam arti yang
sebenar-benarnya. Modal takwa dalam kehidupan kita sangatlah penting. Sebab takwa
merupakan kendali hati kita. Tanpa adanya sikap takwa kepada Allah SWT, maka
hati kita akan mudah terlena untuk melakukan perbuatan keji dan mungkar. Kita
tidak akan mengetahui mana jalan yang benar dan yang salah, sehingga jurang
kekejian pun akan kita masuki.
Ketahuilah bahwa tidak ada perbedaan di antara manusia di hadapan Allah SWT,
kecuali mereka yang bertakwa. Dan alangkah bahagianya orang-orang yang
tergolong dan berpredikat muttaqin. Sebab kelak akan mendapatkan tempat dan
maqam yang sangat mulia dan akan meraih kabahagiaan hidup di dunia maupun di
akhirat pada sisi Allah Rabbul Alamin.
Kaum
Muslimin Sidang Jum’at Rahimakumullah
Sebenarnya di dunia ini tidak ada seseorang yang lebih bahagia dari pada
orang-orang yang mendapatkan nikmat Iman. Nikmat ini adalah nikmat Allah
terbesar di dalam kehidupan dunia. Tidak ada nikmat lebih besar daripada nikmat
iman, sehingga mereka yang beriman akan menjadi manusia yang hidupnya bahagia. Hati mereka tenteram karena mereka mengenal Tuhan yang
haq dan yang benar. Mereka menyembah
kepada Tuhan yang haq, sehingga merekapun akan mendapatkan keridlaan dari Tuhan
mereka. Bahkan mereka tidak takut menghadapi apa-apa yang selain Allah karena
iman mereka benar.
Hati mereka mantap dan bertawakkal kepada Allah SWT. Mereka bergantung
kepada Dzat yang Mahakaya dan Kuasa atas segala sesuatu. Kalau sudah demikian,
bagaimana mungkin mereka bersedih hati padahal Allahlah pelindung mereka. Maka
cukuplah untuk membesarkan hati dan membuat jiwa orang-orang yang beriman untuk
selalu optimis. Sebab Allah SWT telah menjanjikan kepada mereka; keluar dari
kegelapan menuju cahaya yang terang benderang.
Sebagaimana tertera dalam firman-Nya:
اَللهُ
وَلِيُّ الَّذِينَ آَمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ
“Allah adalah pelindung orang-orang yang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada
cahaya (iman).” (QS. al-Baqarah:
257)
Ketahuilah bahwa apabila kita beriman kepada Allah SWT,
dan selalu berdzikir kepadaNya, serta beribadah dan beramal shaleh maka
ketenangan dan kebahagiaan akan dapat kita rasakan.
Kaum
Muslimin Sidang Jum’at Rahimakumullah
Setiap orang menginginkan kebahagiaan. Dan sekarang ini mereka disibukkan
oleh berbagai aktivitas kehidupan, tidak lain adalah untuk mencari kebahagiaan.
Aktivitas mereka berbeda-beda, akan tetapi tujuan mereka sebenarnya adalah sama
yakni untuk meraih kebahagiaan. Kita tahu di ujung sana, abang becak, penjaja
makanan, pedagang kecil dan besar, para pegawai negeri dan swasta, para seniman
dan politisi, para pejabat, juga kita semua di tempat ini mempunyai tujuan yang
sama yakni ingin meraih kebahagiaan.
Masalahnya sekarang adalah bahwa masing-masing dari mereka dan kita
berbeda-beda dalam memahami kebahagiaan itu sendiri. Oleh karena itu dalam
kesempatan ini kami ingin mengajak kaum Muslimin Rahimakumullah, untuk merujuk
pemahaman bahagia dari sudut agama Islam. Allah SWT lebih tahu daripada manusia
tentang apa sebenarnya bahagia, dan yang mana bahagia yang haqiqi itu; yang
bukan fatamorgana, yang bukan tipuan, yang benar-benar membuat orang hidup
bahagia lahir dan batin. Bahagia inilah yang asalnya dari Allah SWT, bukan
tipuan setan dan bukan menurut prasangka kita semata.
Kaum
Muslimin Sidang Jum’at Rahimakumullah
Sesungguhnya setan amat banyak tipu dayanya untuk menyesatkan manusia. Ia
pun bisa membuat manusia merasa bahagia, akan tetapi kebahagiaan itu adalah
semu yang hanya bisa dirasakan di dunia walaupun di atas penderitaan sesama
saudaranya. Ini adalah kebahagiaan sesaat yang justru akan menimbulkan murka
disisi Allah SWT.
Allah SWT memperingatkan dalam firman-Nya:
يَعِدُهُمْ
وَيُمَنِّيهِمْ وَمَا يَعِدُهُمُ الشَّيْطَانُ إِلَّا غُرُورًا
”Setan itu
memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada
mereka, padahal setan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan
belaka.” (QS. An-Nisa’: 120)
Tidaklah manusia itu berbuat maksiat kecuali karena di dalamnya ada rasa
bahagia. Dua pasang sejoli melakukan zina karena mereka merasa bahagia ketika
melakukannya. Rentenir dan koruptor melakukan aksinya karena merasa bahagia
memperoleh harta berlimpah, meskipun perbuatannya menimbulkan masalah-masalah
pelik dan mengakibatkan penderitaan orang banyak. Akan tetapi, apakah benar itu
adalah bahagia? Apakah kebahagiaan mereka itu dari Allah SWT? Tentu saja tidak!
Itu adalah bahagia hembusan setan. Karena itulah kita mesti berhati-hati, jangan
sampai kita tertipu dengan kesenangan dunia atau kesenangan yang dihembuskan
oleh setan.
Kaum
Muslimin Sidang Jum’at Rahimakumullah
Kebahagiaan yang sejati itu sebenarnya menurut ajaran agama Islam amat
sederhana yaitu rasa tenteram yang dikatakan Allah sebagai tidak khawatir atau
takut dan tidak pula dirundung kesedihan, sebagaimana firman-Nya:
فَإِمَّا
يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنْ تَبِعَ هُدَايَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ
وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
”Kemudian
jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk–Ku,
niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) bersedih hati.” (QS. al-Baqarah: 38)
Tidak khawatir dan tidak bersedih, itulah kebahagiaan sejati di dunia,
demikian pula di akhirat kelak. Di akhirat mereka tidak khawatir dan tidak
bersedih menghadapi berbagai fitnah yang amat besar seperti azab kubur, padang
mahsyar, hisab, jembatan shirat, serta surga dan neraka, karena mereka berada
dalam naungan Allah SWT.
Dari ayat di atas bisa dipetik kesimpulan, bahwa mereka yang bahagia adalah
orang-orang yang mengikuti petunjuk Allah SWT. Ketika meraka mengikuti
petunjuk-Nya maka Allah SWT akan ridla kepada mereka, bahkan Allah akan
mencintai mereka sehingga mereka akan menjadi kekasih-kekasih Allah. Apakah ada
orang yang lebih bahagia ketimbang orang yang mendapat kasih Allah SWT.? Tentu saja tidak ada!. Sebagaimana Firman-Nya:
أَلَا
إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ .
الَّذِينَ آَمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ
”Ingatlah,
sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan
tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka
selalu bertakwa.” (QS. Yunus: 62-63)
Mereka adalah orang-orang yang hidupnya paling bahagia meski menurut
pandangan manusia tidak seperti itu. Pandangan manusia tentang bahagia identik
dengan harta yang melimpah, jabatan yang tinggi, popularitas, pekerjaan yang
terhormat dan lain sebagainya. Baiklah, kalau saja anda memiliki itu semua
kemudian hidup anda selalu dalam kekhawatiran, ketakutan, dan bersedih hati,
maka hidup anda jauh dari rasa tenteram dan lapang, apakah anda bahagia?
Kaum
Muslimin Sidang Jum’at Rahimakumullah
Tiada kekhawatiran dan tidak bersedih hati adalah dua perasaan yang Allah SWT
anugerahkan kepada hamba-hamba yang mengikuti petunjuk-Nya, yang menjadikan
hidup mereka bahagia, seberapapun berlimpahnya harta yang ia miliki, dan
bagaimanapun kedaannya, apakah dia seorang yang terhormat ataukah ia seorang
yang biasa-biasa saja. Allah SWT Maha Adil.
Siapapun bisa mendapatkan anugerah ini asalkan ia taat kepada
petunjuk-petunjukNya yang tertera dalam Al Qur’an dan an-Sunnah. Sebagaimana
Firman Allah SWT:
يُصْلِحْ
لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ
وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
”Dan barang siapa yang mentaati
Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.”
(Qs. Al-Ahzab: 71)
Maha benar Allah atas segala janji-Nya. Ayat di atas adalah janji
kemenangan dan kesuksesan bagi siapapun yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Karena itu, tidaklah ada orang yang lebih sukses dan bahagia daripada orang-orang
yang teguh dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Sebagai penutup dari khutbah Jum’at ini, marilah kita berdoa kepada Allah SWT,
semoga kebahagiaan dunia dan akhirat dapat kita raih sesuai dengan ridha-Nya,
serta kita semua dijauhkan dari penderitaan hidup di dunia dan kepedihan siksa
neraka. Amin ya Rabbal Alamin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي
الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ
الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأسْتَغْفِرُوا اللهَ
الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ
هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
LIMA CAHAYA PENGHAPUS KEGELAPAN
إِنَّ الْحَمْدَ
للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ. وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ
اَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ
وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ
لَا شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أۤلِهِ
وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.
أَمَّا بَعْدُ:
اَمَّا بَعْدُ: فَيَا
عِبَادَ اللهِ اُوْصِيْكُمْ وَاِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. وَقَالَ
اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْأۤنِ الْكَرِيْمِ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا
اتَّقُوا اللهَ وَآَمِنُوا بِرَسُولِهِ يُؤْتِكُمْ كِفْلَيْنِ مِنْ رَحْمَتِهِ
وَيَجْعَلْ لَكُمْ نُورًا تَمْشُونَ بِهِ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللهُ غَفُورٌ
رَحِيمٌ.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Pada kesempatan yang mulia ini,
marilah kita bersama-sama menguatkan hati dan bertekad meningkatkan ketakwaan
kita kepada Allah SWT, karena sesungguhnya hanya takwalah yang dapat
menghantarkan kita menuju ridha-Nya.
Bagaimana makhluk seperti kita ini
masih menyombongkan diri, padahal sebenarnya kita ini makhluk yang sangat kecil
bila dibandingkan dengan kemahabesaran Allah. Kita ini makhluk yang sangat
lemah bila dibandingkan dengan kemahakuasaan Allah. Dan kita ini makhluk yang sangat
hina bila dibandingkan dengan kemahamuliaan Allah.
Marilah kita bersyukur kepada Allah SWT
menjadikan waktu sebagai ruang bagi manusia untuk menanam berbagai kebaikan
sebagai bekal di hari mendatang. Maka apabila waktu terus berganti, itu
pertanda semakin menipis kesempatan diri menikmati indahnya dunia. Haruslah
segera kita ingat, bahwa yang kekal adalah hari akhirat. Hari keadilan yang
membahagiakan bagi mereka yang telah mempersiapkan diri dan menyedihkan bagi
mereka yang lupa diri.
Jama’ah Jum’ah yang Berbahagia
Pada kesempatan ini, marilah kita
menyimak salah satu nasihat dari sahabat Abu Bakar As-Shidiq yang berbicara
mengenai kehidupan ini. Bahwasanya ada lima jenis kegelapan yang menjadikan
pekatnya kehidupan manusia. Namun lima kegelapan itu dapat disirnakan oleh lima
macam cahaya.
Pertama, حُبُّ الدُّنْيَا ظُلْمَةٌ وَالسِّرَاجُ لَهَا التَّقْوَى (hubbud dunya dzulmatun was
siroju lahat takwa). Kegelapan terjadi akibat dari terlalunya cinta
manusia kepada kehidupan dunia, dan cahaya yang menghilangkannya adalah takwa.
Terlalu mencintai kehidupan dunia (hubbud dunya) akan menyebabkan
seseorang menghampiri perkara-perkara syubhat, yaitu perkara samar yang tidak
jelas halal dan haramnya. Perkara yang syubhat itu akan menghantarkan kepada
yang makruhat, yaitu perkara yang dibenci oleh syariat. Jika sudah demikian
maka akhirnya jatuhlah ia ke lembah muharramat, yaitu perkara yang dilarang
oleh agama. Semua ini berawal dari semangat yang berlebihan pada cinta
kehidupan dunia.
Oleh karena itu Rasulullah SAW
bersabda حُبُّ الدُّنْيَا رَأْسُ
كُلِّ خَطِيْئَةٍ “hubbud
dunya ro’su kulli khoti’ah” (cinta
dunia adalah pangkal semua keburukan). Yang kemudian dijabarkan oleh al-Ghazali
فَبَغْضُهَا رَأْسُ
كُلِّ حَسَنَةٍ
“Fabaghdhuha ro’su kulli hasanah” (maka membenci dunia adalah modal
kebaikan). Kegelapan ini bisa sirna apabila diterangi oleh takwa, sebab
substansi takwa adalah ‘takut’; takut akan terjatuh pada larangan-Nya. Sehingga
seseorang hanya akan mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya.
Cinta kepada dunia menjadikan pekerjaan
kita sebagai prioritas. Orang-orang yang cinta dunia dan melupakan akhirat akan
dengan mudahnya meninggalkan shalat tanpa adanya rasa dosa dan penyesalan.
Boleh jadi mereka mengaku sebagai orang Islam, tetapi rukun Islam sering mereka
lalaikan. Bahkan, boleh jadi mereka shalat, tetapi di dalam hatinya ada unsur
riya’/pamer. Allah memperingatkan perilaku seperti ini dalam firman-Nya:
فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ . الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ . الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ . وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ .
“Maka
kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang
yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya dan enggan (menolong
dengan) barang berguna.” (Qs. al-Ma’un: 4-7)
Dalam suatu riwayat dikemukakan
bahwa ayat ini turun berkenaan dengan
kaum Munafiqin yang mempertontonkan shalat kepada kaum Mukminin dan
meninggalkannya apabila tidak ada yang melihatnya serta menolak memberikan
bantuan ataupun pinjaman. Ayat ini sendiri turun sebagai peringatan kepada
orang-orang yang berbuat seperti itu.
Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah
Kedua, وَالذَّنْبُ ظُلْمَةٌ وَالسِّرَاجُ لَهُ
التَّوْبَةُ )wad-dzanbu
dzulmatun was siroju lahut taubah(.
Kegelapan yang terjadi akibat dosa dan sinar yang akan menyirnakannya adalah
taubat. Imam Ghazali berkata: Sesungguhnya seorang hamba apabila ia berbuat
kesalahan maka di hatinya akan tertera setitik noda. Ketika ia telah
beristighfar (meminta ampunan) dan bertaubat maka hati itu akan kembali
cemerlang dan jika ia kembali melakukan kesalahan serupa maka hati itulah yang
telah tertutup.
Hal ini sesuai dengan Qs.
al-Muthaffifin ayat 14:
كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Sekali-kali tidak (demikian),
sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (Qs. al-Muthaffifin: 14)
Memang, manusia adalah tempatnya
lupa dan dosa. Tapi sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah orang yang
menyadari kesalahannya kemudian berusaha memperbaiki diri dengan bertaubat
kepada Allah dengan taubatan nasuha. Caranya adalah (1) menyesali
kesalahannya; (2) berjanji tidak akan mengulanginya lagi; dan (3) memperbanyak
amal saleh untuk menutupi kesalahannya tersebut, sebab dalam hadits disebutkan:
اِتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ
السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
“Bertakwalah kepada Allah dimanapun
engkau berada, dan hendaknya setelah melakukan kejelekan engkau melakukan
kebaikan yang dapat menghapusnya, serta bergaulah dengan orang lain dengan akhlak yang baik.” (HR.
Ahmad dan Tirmidzi)
Ketiga, وَالْقَبْرُ ظُلْمَةٌ وَالسِّرَاجُ لَهُ
لَا إِلَهُ إِلَّا
اللهُ (Wal-qabru
dzulmatun was siroju lahu ‘la ilaha illallah’). Kegelapan yang terjadi di
alam kubur dan yang akan menyinarinya adalah kalimat tauhid ‘la ilaha
illallah’. Nasehat ketiga ini didasarkan kepada hadits Rasulullah SAW:
إِنَّ اللهَ تَعَالَى حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ
قَالَ لَا اِلٰهَ إِلَّا اللهُ
“Sesungguhnya Allah SWT mengharamkan
atas api neraka orang yang mengatakan la ilaha illallah.”
Dalam hadits al-Khatib disebutkan: “Barangsiapa
yang membaca la ilaha illallah dengan ikhlas akan masuk surga. Kemudian
orang-orang bertanya: bagaimana ikhlas itu ya Rasulullah? Rasulullah menjawab:
Ya, apabila kalian merintangi diri dari segala yang dilarang Allah.”
Keikhlasan seseorang yang
melafalkan La ilaha illallah
berasal dari hati yang ikhlas pula, sehingga menggerakkan lisannya untuk
mengakui bahwa tidak ada yang patut disembah dan dituju kecuali Allah. Hal ini
berbeda dengan orang yang mengucapkan La ilaha illallah tanpa adanya
pemaknaan yang mendalam. Orang-orang seperti ini barangkali lisannya
mengucapkan La ilaha illallah, tetapi boleh jadi perilakunya menyembah
materi dan kedudukan. Na’udzubillah min dzalik.
Jama’ah yang Dimuliakan Allah
Keempat, وَالْأَخِرَةُ ظُلْمَةٌ وَالسِّرَاجُ لَهَا
الْأَعْمَالُ الصَّالِحَةُ (Wal akhiratu dzulmatun
was siroju lahal ‘amalus shalih). Kegelapan yang ada di akhirat hanya dapat
disinari dengan amal kebaikan. Maka selagi masih ada kesempatan dan umur
panjang, berbondong-bondonglah melakukan dan mengumpulkan berbagai amal
kebaikan.
Jangan sampai alasan “belum bisa
ikhlas”, menjadikan kita malas untuk memulai suatu kebaikan. Sebab tiap manusia
tidak bisa langsung beramal dengan ikhlas tanpa adanya suatu latihan dan pembiasaan.
Dengan adanya pembiasaan beramal saleh, hendaknya kita terus berusaha untuk
belajar ikhlas, sehingga amal saleh yang kita lakukan diterima oleh Allah SWT.
Lebih baik kita banyak beramal sambil belajar ikhlas daripada kita tidak
beramal sama sekali hanya karena belum bisa ikhlas.
Belajar ikhlas memang sulit. Namun,
Allah memahami kondisi hamba-hamba-Nya dengan menjadikan berbagai macam
keringanan (rukhshah) agar manusia mengumpulkan sebanyak mungkin
kebaikan. Begitu pentingnya posisi rukhshah dalam syariat hingga
Rasulullah SAW bersabda :
أَدُّوا الْعَزَائِمَ وَاقْبَلُوا الرُّخْصَةَ
وَدَعَوا النَّاسَ فَقَدْ كَفْتُمُوْهُمْ
“Lakukanlah berbagai kehendak
(baikmu) dan terimalah keringanan dari Allah dan ajaklah orang-orang semuanya,
maka yang demikian cukuplah bagimu.”
Hal ini perlu dipahami bahwasanya rukhshah
yang diberikan oleh Allah SWT merupakan kesempatan dan peluang yang sebaiknya
segera ditindak-lanjuti menjadi amal kesalehan. Karena amal salehlah yang akan
menolong kehidupan di akhirat nanti. Akan tetapi perlu diiingat, segala
keringanan yang diberikan Allah jangan sampai menjadikan kita
menggampangkannya. Demikian juga, segala kewajiban dari Allah jangan sampai
menjadikan kita merasa berat sehingga meninggalkannya.
Kelima, وَالصِّرَاطُ ظُلْمَةٌ وَالسِّرَاجُ لَهُ
الْيَقِيْنُ (Was-sirathu
dzulmatun wa siroju lahul yaqin). Bahwa titian atau jembatan di hari akhir
nanti sangatlah gelap, dan yang akan menerangi perjalanan kita melewati
jembatan itu adalah keyakinan. Yakin atas petunjuk Allah SWT akan menghilangkan
berbagai macam keraguan. Namun, jika kita merasa ragu serta tidak meyakini
petunjuk-Nya, maka perjalanan kita akan penuh kegelapan.
Petunjuk Allah itu tidak lain adalah
kitab suci al-Qur’an sebagai penerang bagi hati yang gelap. Ibarat buku
rambu-rambu lalu lintas, al-Qur’an adalah buku pedoman bagi perjalanan kita di
dunia ini agar selamat sampai tujuan di akhirat nanti. Jika kita meyakini
kebenaran al-Qur’an dan mengamalkan pedoman-pedoman hidup yang ada di dalamnya,
insya Allah kita akan dinaungi oleh sinar terang pada saat kita berada di shirat,
di akhirat nanti. Amin.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Demikianlah nasihat sayyidina Abu
Bakar mengenai lima kegelapan yang harus disiapkan penerangnya oleh kita semua
agar perjalanan kita kelak menjadi lancar tanpa halangan apapun. Semoga khutbah
kali ini bermanfaat bagi kita semua dalam menapaki sisa-sisa umur kita yang
semakin berkurang ini. Amin, Ya Rabbal Alamin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي
الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ
الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأسْتَغْفِرُوا اللهَ
الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ
هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
ISRA’ MI’RAJ NABI MUHAMMAD SAW
إِنَّ الْحَمْدَ
للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ. وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ
اَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ
وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ
لَا شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أۤلِهِ
وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.
اَمَّا بَعْدُ: فَيَا عِبَادَ اللهِ اُوْصِيْكُمْ
وَاِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى: سُبْحَانَ
الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى
الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آَيَاتِنَا
إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Ma’asyiral Muslimin Jama’ah Jum’at Rahimakumullah
Dalam
kesempatan yang sangat mulia ini marilah kita senantiasa meningkatkan rasa
syukur kita kepada Allah dengan berupaya meningkatkan takwa kepada Allah dengan
pengertian yang benar yaitu dengan menjalankan segala perintah Allah dan
menjauhi larangan-Nya. Menjalankan perintah-Nya baik yang wajib maupun yang
sunnah, menjauhi larangan-Nya baik yang haram maupun yang makruh, karena hal
yang demikian ini merupakan cermin dari kesempurnaan orang-orang yang beriman.
Karena iman itu disamping harus tertanam dalam hati, diucapkan dengan lisan,
juga harus dibuktikan dalam perbuatan. Dengan demikian semoga kita tergolong
dalam orang-orang yang selamat dan mendapat kebahagiaan di dunia maupun di
akhirat. Amin ya robbal alamin.
Ma’asyiral Muslimin Jama’ah Jum’at Rahimakumullah
Syukur alhamdulillah,
kita masih diberi umur panjang sehingga kita masih diberi kesempatan bertemu
dengan bulan Rajab bulan yang dimuliakan oleh SWT, karena malam di bulan Rajab
dahulu Nabi Muhammad SAW di-isra’ mi’raj-kan oleh Allah SWT dari masjidil Haram
ke Masjidil Aqsa, kemudian dinaikkan ke Sidratul Muntahha hingga ke Mustawa.
Kejadian ini terjadi pada malam 27 Rajab sebelas tahun setelah beliau diangkat
menjadi Nabi dan Rasul, atau kurang
lebih satu tahun sebelum hijrah beliau ke Madinah.
Pada
tahun itu dikenal dengan Tahun Duka Cita (‘amul
huzni) karena Rasulullah saat itu diuji dengan berbagai cobaan yang berat,
diantaranya yaitu meninggalnya Abu Tholib paman beliau, kemudian tiga hari
sesudahnya istri beliau Sayyidatuna Khodijah r.a. yang selalu menyertai beliau
dalam perjuangan di-isra’ mi’raj-kan Allah SWT dan salah satu mukjizat yang
diberikan Allah kepada Rasulnya.
Jama’ah Jumat yang berbahagia
Dalam
perjalanan Isra’, dan Mi’raj Nabi SAW itu, Allah SWT menunjukkan kenyataan
adanya balasan setelah mati baik berupa pahala dan siksa diantara beberapa yang
diperlihatkan kepada beliau adalah sebagaimana yang diterangkan oleh Malaikat
Jibril siapakah golongan mereka itu, mereka itu adalah :
1.
Sekumpulan
orang-orang yang berperut gendut sebesar rumah didalamnya ular. Tiap kali
mereka bangun, seketika roboh kembali. Itulah perumapaanya orang-orang pemakan
riba ketika hidup di dunia.
2.
Ada suatu kaum
berkuku tembaga, yang merobek-robek muka dan dadanya. Itu adalah perumpamaan
orang yang suka mengumpat dan merusak nama baik orang lain.
3.
Nampak
sekumpulan orang yang digunting bibir dan lidahnya dengan gunting besi besar,
setiap digunting kembali seperti semula, lalu digunting lagi, begitu terus
menerus. Itu adalah balasan bagi mereka
yang suka membuat kekacauan dan menghasut orang lain.
4.
Nampak
sekumpulan orang yang dibebani kayu besar dan terus ditambah beban itu,
sehingga sangat berat dan sengsara. Itu adalah balasan orang-orang yang
menghianati amanat dan tidak menunaikannya, bahkan suka menambah-nambah
jabatan.
5.
Terlihat
orang-orang perempuan yang disiksa dengan digantung pada payudara mereka.
Itulah siksaan bagi perempuan pezina.
6.
Terlihat
orang-orang yang menghadapi hidangan daging yang lezat tapi tidak memakannya,
dan mulut mereka diserapi dengan daging kotor dan busuk. Itulah perumpaan orang
menjauhi istri yang sah, dan mencmpuri perempuan lain dengan zina.
7.
Nampaklah
orang-orang yang berbibir seperti onta, mulutnya lebar disuapi dengan bara api
berulang-ulang tidak habisnya, mereka mengaduh dan menjerit. Itu adalah akibat
pemakan harta anak yatim dengan dholim.
8.
Nampak
orang-orang yang memukuli kepalanya dengan batu hingga pecah, setelah pecah
pulih kembali dan dipecahkan lagi terus menerus. Ini adalah balasan bagi mereka
yang enggan mengerjakan shalat.
9.
Terlihatlah
sekelompok orang tang compang-camping pakaiannya dalam keadaan hina, mereka
dihalau seperti binatang dengan diberikan makanan duri-duri. Itulah akibat dari
orang yang tidak mengeluarkan zakat.
10.
Nampak
orang-orang yang menanam esoknya menuainya, san setiap tanaman itu dipetik
esoknya tumbuh dan dipanen lagi. Itulah balasan bagi orang-orang yang mau
berjuang dijalan Allah sehingga pahalanya berlipat ganda, seperti yang
dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 261.
مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي
سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ
سُنْبُلَةٍ مِئَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ
عَلِيمٌ
”Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang
yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih
yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah
melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas
(karunia-Nya) lagi Maha mengetahui.”
Jama’ah
Jumat yang berbahagia
Di akhir perjalanan Isra’ Mi’raj
Rasulullah SAW adalah beliau menerima wahyu shalat lima waktu dari Allah SWT
yang merupakan ibadah wajib bagi setiap umat Islam dalam sekali semalam dan
merupakan suatu amalan yang memiliki nilai-nilai ruhani dan jasmani. Karena
pentingnya ibadah shalat ini sehingga perintah shalat lima waktu ini
disampaikan langsung dari Allah SWT kepada Rasulullah SAW tanpa perantara
Malaikat Jibril, sebagaimana Hadist Rasulullah SAW yang berbunyi : ”Pertama kali yang dihisab dari manusia pada
hari kiamat adalah shalat, maka bila shalatnya baik maka baiklah seluruh
amalnya dan jika shalatnya ruska maka rusaklah seluruh amalnya (HR. Tabrani).
Selain itu, dalam hadits lain juga
disebutkan : “Shalat itu adalah tiang
agama, maka barangsiapa yang menengakkan shalat, maka dia telah benar-benar
menegakkan agama, dan barang siapa yang meninggalkannya, maka dia telah
benar-benar merobohkan agama “(HR Thabrani)
Jama’ah
Jumat yang berbahagia
Dari akhir uraian singkat Isra’
Mi’raj Nabi SAW dapat kita mengambil beberapa hikmah yang diantaranya :
1.
Peristiwa yang disampaikan nabi dalam Isra’’ dan Mi’raj
adalah untuk menguat keyakinan dan keimanan kita atas keagungan kekuasaan Allah
SWT dan memperteguh jiwa kita dalam berjuang menegakkan agama Allah dalam
berbagai situasi dan kondisi perubahan zaman.
2.
Islam mengatur hubungan antara hamba dengan penciptanya
dengan media shalat lima sebagai sandaran dan puncak dari segala amal
perbuatan. Firman Allah SWT:
وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ
وَالصَّلَاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ
“Dan
jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, dan sesungguhnya yang demikian
itu sungguh amat berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk” (Qs. Al-Baqarah: 45)
Jama’ah Jumat yang berbahagia
Akhirnya
marilah kita senantiasa memohon hidayah dan pertolongan Allah SWT, semoga kita
dijadikan umat yang teguh iman dan kuat takwanya kepada Allah SWT dan dijauhkan
dari sifat-sifat hati yang was-was, keraguan, ingkar terhadap iman kepada Allah
SWT dan Rasulnya. Amin ya robbal alamin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي
الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ
الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأسْتَغْفِرُوا اللهَ
الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ
هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
WAKAF DAN KEPEDULIAN SOSIAL
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى اَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ الْاِيْمَانِ
وَالْاِسْلَامِ، وَهِيَ اَعْظَمُ
النِّعَمِ، نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ. وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ اَنْفُسِنَا
وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ
يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ
اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ
سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ
عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أۤلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.
اَمَّا بَعْدُ: فَيَا عِبَادَ اللهِ اُوْصِيْكُمْ
وَاِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى: مَثَلُ
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ
أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِئَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ
يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Ma’asyiral muslimin jama’ah Jum’ah Rahimakumullah
Puji dan syukur kita panjatkan ke
hadirat Allah SWT atas nikmat iman, kesehatan, dan kesempatan yang
dilimpahkan-Nya kepada kita, sehingga kita dapat hadir di tempat yang mulia
ini, dalam rangka menunaikan kewajiban shalat Jum’at berjama’ah.
Pada kesempatan ini, saya
mengingatkan diri pribadi saya khususnya dan segenap kaum muslimin yang hadir
umumnya. Mari kita tingkatkan kualitas ketakwaan kita, dalam arti melaksanakan
segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Takwa merupakan bekal
utama yang harus dipersiapkan dalam rangka mengarungi hidup abadi setelah
kematian datang menjemput. Allah SWT berfirman dalam Qs. al-Baqarah ayat 197:
وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ
التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ
“Dan berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah
takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.”
Ma'asyiral
Muslimin Rahimakumullah
Islam,
pada dasarnya mengajarkan kepada umatnya yang dikaruniai rezeki harta, agar
mensyukuri nikmat tersebut. Cara bersyukur yang benar adalah dengan tiga hal yaitu: syukur lisan yaitu dengan memanjatkan puji-pujian, syukur sikap yaitu tidak sombong dan tidak lupa bahwa harta merupakan titipan Allah
SWT, yang pasti akan
dikembalikan, dan syukur perbuatan yaitu memanfaatkan harta tersebut di jalan Allah.
Orang
yang bersyukur, maka rezeki yang diterimanya menjadi berkah dan Allah SWT akan
memberikan nikmat yang semakin berlimpah. Hal ini dijelaskan dalam firman-Nya:
مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِئَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Perumpamaan
harta yang dikeluarkan di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang
menumbuhkan tujuh bulir (tangkai), pada setiap tangkai seratus biji Allah
melipat- gandakan ganjaran-Nya bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas
karunia-Nya, lagi Maha Mengetahui.” (Qs. al-Baqarah:
261)
Fi sabilillah
atau jalan Allah, yang dimaksudkan oleh ayat di atas, diantaranya adalah wakaf,
yaitu memberikan harta benda yang dimiliki kepada pihak lain untuk dikelola dan
dimanfaatkan guna kemaslahatan umum. Harta benda yang dapat diwakafkan adalah
yang dapat bertahan lama, baik harta benda bergerak seperti uang, surat-surat
berharga, kendaraan dan yang sejenisnya, maupun harta benda yang tidak bergerak
seperti tanah dan bangunan.
Adapun
yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah fasilitas yang dimanfaatkan oleh
orang banyak dalam rangka berbuat baik, misalnya: masjid, mushalla, jalan,
madrasah, rumah sakit dan sebagainya.
Ma'asyiral
Muslimin Rahimakumullah
Ingatlah
bahwa setiap rezeki yang kita terima, merupakan nikmat yang diberikan Allah.
Nikmat ini merupakan titipan sementara yang tidak akan bertahan lama. Ketika
Allah SWT ingin mengambilnya, maka hanya akan bertahan dalam hitungan jam
bahkan menit. Oleh karenanya, Dia juga telah menunjukkan jalan yang
diridhai-Nya dalam membelanjakan harta tersebut supaya bermanfaat baginya di
dunia dan akhirat. Salah satu di antaranya adalah berwakaf.
Melalui
nikmat harta yang kita terima, Allah SWT pada dasarnya menguji keimanan
hamba-Nya, apakah bersyukur atau kufur! Apabila kita membelanjakan harta
tersebut di jalan yang ditunjukkan-Nya, berarti kita mampu menghadapi ujian
tersebut dan termasuk orang yang bersyukur. Sedangkan bila kita kurang dan
bahkan tidak peduli dengan kesulitan orang lain, atau membelanjakan harta yang
kita miliki bukan di jalan-Nya, berarti kita tidak bersyukur dan tidak berhasil
menghadapi ujian harta yang dianugerahkan oleh-Nya.
Mewakafkan
harta benda di jalan Allah SWT berarti kita telah melakukan perbuatan yang
sangat mulia dan bermanfaat bagi orang banyak. Melalui harta yang kita
wakafkan, baik berupa uang, tanah, bangunan atau lain sebagainya, berarti kita
telah peduli dengan kesulitan orang lain. Apabila wakaf tersebut digunakan
untuk fasilitas umum, berarti kita telah memberi kemudahan kepada orang banyak.
Dan bila dimanfaatkan untuk sarana pendidikan seperti madrasah atau perguruan
tinggi, berarti kita telah ikut andil dalam memberantas kebodohan.
Apapun
manfaat dari harta yang kita wakafkan adalah sebagai wujud solidaritas terhadap
kesutitan ekonomi yang dialami oleh saudara-saudara kita. Dengan demikian, kita
telah peduli dan berpartisipasi dalam membangun kehidupan sosial, ekonomi dan
religius umat menjadi lebih baik. Allah berfirman:
وَمَنْ
أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا
“Barangsiapa
menjaga kehidupan seorang manusia, maka ia seperti menjaga kehidupon semua manusia.” (Qs. al-Maidah : 32)
Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah
Ayat
di atas menunjukkan, betapa besar nilai kepedulian sosial seseorang, sehingga
Allah SWT memandang orang yang peduli dengan orang lain, pahalanya sama dengan
peduli dengan semua manusia.
Selain
bermanfaat bagi orang banyak, wakaf juga membawa kebaikan bagi pelakunya, baik
dalam kehidupannya di dunia, maupun di akhirat. Sebagai kebaikan hidup dunia,
Allah SWT akan memberikan nikmat yang lebih banyak, dan akan menjauhkan balak,
sebagaimana firman-Nya:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Dan
(ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (Qs.
Ibrahim: 7)
Dan sebagai kebaikannya di
akhirat, wakaf merupakan amal jariyah yang pahalanya akan terus mengalir
selamanya. Rasulullah
SAW bersabda:
إِذَا مَاتَ
ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ، صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ اَوْعِلْمٍ
يَنْتَفِعُ بِهِ اَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ
“Apabila
seorang anak Adam meninggal maka terputuslah amalnya kecuali karena tiga hal,
sedekah jariyah atau ilmu yang bermanfaat, atau anak shaleh yang
mendoakannya". (HR. Muslim)
Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah
Demikianlah
khutbah singkat kali ini. Semoga menambah
wawasan kita, bahwa Islam merupakan agama sosial, yang memerintahkan kita untuk membangun
kepedulian sosial. Wakaf juga merupakan solusi untuk memberantas kemiskinan
yang dialami oleh sebagian besar saudara-saudara kita. Semoga Allah SWT selalu
membimbing dan menumbuhkan kepedulian dalam diri kita untuk membangun generasi
yang lebih baik. Amin.
بَارَكَ
اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ
بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أقُوْلُ قَوْلِي هَذَا
وَأسْتَغْفِرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ
هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
BERBAKTI
PADA IBU
إِنَّ الْحَمْدَ
للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ. وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ
اَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ
وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ
لَا شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أۤلِهِ
وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.
اَمَّا بَعْدُ: فَيَا عِبَادَ اللهِ
اُوْصِيْكُمْ وَاِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى: وَوَصَّيْنَا
الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ
كُرْهًا وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ
وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ
الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ
وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ
الْمُسْلِمِينَ
Kaum Muslimin jama’ah jum’at Rahimakumullah
Pada
kesempatan yang berbahagia ini saya mengajak kepada para hadirin sekalian untuk
meningkatkan iman dan takwa kita kepada Allah SWT, yaitu dengan keimanan yang
mampu menggetarkan hati kita ketika mendengar ayat-ayat Allah dibaca, keimanan
yang mampu merubah perilaku negatif menjadi positif, keimanan yang mampu
membawa diri kita senantiasa kepada jalan keimanan, jalan kerukunan, jalan
keindahan, jalan keadilan dan kenyamanan sehingga akan manambah ketaatan kita
semua kepada Allah SWT.
Mudah-mudahan
dengan peningkatan keimanan dan ketakwaan yang demikian itulah yang
mengantarkan kita semua kepada kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak. Amin.
Hadirin Jama’ah jumat Rahimakumullah
Ibu
merupakan sosok manusia yang mempunyai kedudukan amat luhur dan mulia di dunia.
Betapa tidak, sebab dari rahim beliaulah lahir generasi manusia dari masa ke
masa , dari perut beliaulah lahir putra-putri bangsa yang terbaik dan
terhormat, dan dari rahim beliau pula lahir orang-orang besar berkaliber dunia.
Jika
ada seseorang mendapat bintang kehormatan, gelar pahlawa, dan berbagai titel
keduniaan maka seorang ibu pada hakikatnya lebih berhak mendapat bintang
kehormatan jauh diatas semua itu. Ini karena dari perutnyalah manusia yang
banyak mendapat banyak gelar itu dilahirkan ke dunia dan bersamanya ia dididik
dan dibesarkan.
Begitu
luhur dan mulianya jiwa seorang ibu sehingga Islam menempatkannya pada urutan
teratas diantara orang-orang yang harus dihormati dan dipatuhi. Tentu yang
demikian karena begitu besar perjuangan dan tanggung jawabnya dalam
mempersiapkan generasi manusia. Dalam sebuah hadits dikisahkan.
Ada
seseorang datang kepada Rasulullah SAW, lalu bertanya, ”Ya Rasulullah, siapakah diantara manusia yang lebih berhak aku untuk
berbakti(kepadanya)?” Rasulullah menjawab, ’Ibumu’. Ia bertanya ’Kemudian siapa
lagi,’Jawab Rasulullah, ’Ibumu’. Ia bertanya lagi.’Kemudian siapa lagi?’ Jawab
Rasulullah, ’Ibumu’. Kemudian ia bertanya lagi, ’Kemudian siapa lagi?’. Jawab
Rasulullah, ’Ayahmu’ (HR Bukhari dan
Muslim).
Hadits
tersebut menunjukkan begitu luhurnya kedudukan Ibu untuk dihormati dan dipatuhi
oleh putra-putrinya. Akan tetapi, dimasa kini, kemuliaan dan keluhuran seorangi
ibu makin tampak pudar dan kurang dipedulikan. Yang demikian dapat kita lihat
dalam kehidupan kita sehari-hari, banyak anak yang tidak lagi menghormati
ibunya, tidak menghargai jasa-jasanya, dan bahkan durhaka kepada ibunya. Sosok
ibu yang pada masa yang lalu amat disegani putra-putrinya, kini tidak lagi
disegani dan dianggap remeh keberadaannya. Dahulu, ibu selalu didengar nasihatnya, ditaati
perintahnya, tetapi kini nasihatnya dianggap angin lalu, perintahnya ditentang
atau dicampakkan.
Dahulu,
seorang anak menuruti perintah orang tuanya, kini yang terjadi sebaliknya,
orang tua harus menuruti kemauan anaknya. Akibat semua itu maka banyak terjadi
krisis wibawa dalam keluarga dan banyak terjadi kegagalan hidup pada anak.
Hal seperti
itu dapat terjadi karena hal-hal berikut :
Pertama, seorang anak tidak menyadari akan besarnya peranan ibu
dalam kehidupannya. Yang demikian itu karena seorang anak tidak pernah
merenungkan secara mendalam betapa besarnya peranan seorang ibu, baik ketika
mengandung, melahirkan maupun ketika mendidik dan membesarkannya. Akibatnya,
peranan seorang ibu yang sangat besar itu dianggap kecil dan dianggap tidak
berarti sama sekali.
Seorang
ibu apabila sedang mengandung jabang bayi akan merasakan betapa susah payahnya
ia, terutama bila sang bayi dalam kandungan itu makni membesar. Lebih berat
lagi penderitaanya di saat ia melahirkan, banyak kaum ibu yang wafatdalam
perjuangan hidup mati untuk melahirka sang anak. Tak kalah beratnya pada waktu
mengasuh, membesarkan, serta mendidiknya. Pendek kata , seluruh perjuangan
seorang ibu untuk anaknya itu tidak akan dapat dibayar oleh kebaikan seorang
anak walaupun sepanjang umurnya.
Maka
dari itu, marilah kita renungkan dan resapi sedalam-dalamnya perjuangan sang
ibu sehingga kita benar-benar dapat merasakan dan menyadari akan besarnya
peranan ibu, suatu perasaan dan kesadaran yang menyebabkan kita tunduk, patuh,
dan hormat kepadanya. Dalam berbakti kepada orang tua, Allah SWT berfirman :
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ
بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا
وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا
”Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik
kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan
melahirkannya dengan susah payah (pula). mengandungnya sampai menyapihnya
adalah tiga puluh bulan”. (QS. Al-Ahqaaf : 15)
Kaum muslimin Rahimakumullah
Sebab kedua
yang menjadikan seorang anak tidak menghormati dan durhaka kepada ibu
adalah karena pengaruh pergaulan yang rusak. Hal ini dikarenakan kesalahan atas
kurang selektifnya sang anak dalam memilih teman dan lingkungan pergaulannya.
Akibatnya ia mudah terjerumus dalam perbuatan tidak terpuji, termasuk salah
satunya durhaka kepada orang tua.
Seorang
teman yang buruk lebih besar dan lebih cepat pengaruhnya daripada pengaruh
teman yang baik. Ini karena teman yang buruk sangat gigih perjuangannya dalam
mempengaruhi teman-temannya untuk mengikuti jejaknya, seperti gigihnya Iblis
mempengaruhi Nabi Adam AS.
Karena
itu, seorang anak yang baik jika terlalu
akrab dengan anak yang buruk maka ia akan mudah terpengaruh oleh keburukan
temannya dan masuk ke dalam lingkaran kejahatan yang dapat membahayakan
keluarganya sendiri. Cukup banyak fenomena di masyarakat kita. Seorang anak
nekat menghabisi nyawa ayah, ibu, dan
saudaranya akibat pengaruh pergaulan jahat.
Maka
dari itu, marilah kita hindari bergaul dengan teman yang buruk, sehingga kita
jauh dari pengaruh perbuatan yang membahayakan. Hendaknya kita selalu selektif
dalam memilih teman bergaul. Dalam memilih teman Rasulullah SAW bersabda: ”Jauhilah olehmu teman yang buruk, sebab
engkau akan dikenal dengannya.” (HR. Ibnu Asakir).
Kaum Muslimim Rahimakumullah
Sebab ketiga
yang menyebabkan seorang ibu tidak dihargai dan tidak dipatuhi anaknya ialah
karena sang anak tidak menyadari akibat dari perbuatan durhakanya itu. Seorang
anak yang merendahkan martabat orang
tuanya, tidak menghargai perjuangan mereka, dan durhaka kepada mereka akan
merasakan akibatnya di dunia sebelum ia mendapat ganjaran di akhirat nanti.
Banyak bukti di masyarakat, anak yang menderita hidupnya akibat durhaka kepada
kedua orang tuanya, khususnya kepada ibunya.
Pada
zaman Rasulullah juga pernah terjadi seorang anak yang menderita dalam
menghadapi sakaratul mautnya akibat durhaka kepada ibunya. Maka dari itu,
marilah kita sadari bersama akibat dari perbuatan durhaka itu agar kita
terhindar dari ancaman azab Allah dan agar pintu surga terbuka buat kita karena
ridha Allah. Dalam hal ancaman azab di dunia itu, Rasulullah SAW bersabda yang
artinya : ”Setiap dosa akan diakhirkan
oleh Allah atas kehendak-Nya sampai hari kiamat kecuali dosa mendurhakai kedua
orang tua. Sesungguhnya Allah akan menyegerakan (balasannya) kepada orang yang
berbuat durhaka dalam hidupnya sebelum ia mati.” (HR. Ath-Thabrani dan
al-Hakim).
Kaum muslimim Rahimakumullah
Sebab keempat
yang menyebabkan seorang anak tidak menghargai ibundanya dan durhaka kepadanya
ialah karena ia tidak mengetahui berkahnya apabila berbakti kepada orang
tuanya, khususnya pada ibu. Salah satu berkahnya adalah keturunan kita nanti
akan membalas berbakti kepada kita. Banyak orang yang mengeluh karena anaknya
durhaka dan suka membangkang kepadanya, tetapi mereka tidak menyadari bahwa
dirinya dahulu juga suka membangkang dan durhaka kepada orang tuanya.
Untuk
itu, marilah kita junjung tinggi keluruhan orang tua kita
dan selalu berbakti kepada mereka agar anak-anak keturunan kita kelak akan
berbakti dan menghormati kita sebagai orang tuanya. Rasulullah SAW bersabda
yang artinya : ”Berbuat baiklah kepada
ibu-bapakmu, kelak anak-anakmu akan berbuat baik terhadapmu.” (HR.
Ath-Thabrani).
Kaum muslimim Rahimakumullah
Sebab kelima
yang menjadikan seorang ibu tidak dihargai dan tidak dihormati oleh anak-anaknya
ialah karena tidak adanya keteladanan, kesempatan, dan kasih sayang yang cukup
kepada anaknya pada diri seorang ibu. Keteladanan bagi seorang ibu mutlak
diperlukan, baik keteladanan dalam bertindak, berbuat, berpakaian, dan
bertingkah laku. Ini karena tanpa adanya keteladanan, sulit rasanya seorang
anak dapat menghargai keluhuran dan kemuliaan ibu.
Kesempatan
dan kasih sayang yang cukup juga sangat penting artinya bagi perkembangan jiwa
sang anak selanjutnya, karena tanpa adanya kasih sayang dan kesempatan
berkumpul bersama ibundanya selama masa sapihannya maka sang anak akan sulit
untuk menghormati apalagi menyanyangi ibunya karena tidak dekat dan asing
terhadap ibunya.
Kaum muslimin Rahimakumullah
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa seorang ibu mempunyai peranan yang
sangat penting dalam membina keluarga. Dan sikap menghormati ibu, patuh, dan
taat kepadanya merupakan kewajiban mutlak bagi setiap insan yang tidak dapat
ditinggalkan. Semoga Allah SWT selalu membimbing kita pada jalan yang diridhai-Nya.
Amin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي
الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ
الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأسْتَغْفِرُوا اللهَ
الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ
هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
HIDUP KAYA MENURUT ISLAM
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ نَوَّرَ قُلُوْبَ
الْمُؤْمِنِيْنَ بِالْهِدَايَةِ وَاطْمَئَنَّتْ قُلُوْبُهُمْ بِالتَّوْحِيْدِ.
أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ يَعْلَمُ مَا
فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي اْلاَرْضِ وَهُوَ الرَّقِيْبُ الْمَجِيْدُ،
وَأَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ اَنَارَ
الْوُجُوْدَ بِنُوْرِ دِيْنِهِ وَشَرِيْعَتِهِ اِلَى يَوْمِ الْوَعِيْدِ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ
وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِسُنَّتِهِ اِلَى يَوْمِ الْمَوْعُوْدِ.
اَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللهِ،
اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ حَقَّ تُقَاتِهِ لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُوْنَ. قَالَ
اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْمُبِيْنِ وَهُوَ اَصْدَقُ الْقَائِلِيْنَ:
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ
الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلاً.
Kaum Muslimin, jamaah shalat Jum’at
yang berbahagia
Mengawali khutbah pada kesempatan
yang mulia ini, marilah kita senantiasa memperteguh keimanan dan meningkatkan kualitas
ketakwaan kita kepada Allah Swt. Hanya dengan iman dan takwa, kita akan
mendapatkan keridlaan dari Allah Swt.
فَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى وَقَدْ خَابَ
مَنْ طَغَى
Sungguh beruntunglah orang yang
bertakwa dan sungguh merugilah orang yang melampaui batas.
Sidang Jum’at yang dirahmati Allah
Suatu waktu Nabi Muhammad Saw pernah
memprediksi bahwa di akhir jaman, musuh-musuh Islam tidak lagi takut kepada
umat Islam. Seorang sahabat bertanya, apakah itu disebabkan umat Islam sedikit?
Nabi pun menegaskan, bahwa saat itu umat Islam dalam jumlah yang banyak. Namun
banyaknya jumlah tersebut ibarat buih di lautan. Mudah terbawa dan
terombang-ambing oleh deru ombak dan badai. Selain itu, ketidaktakutan
musuh-musuh Islam juga disebabkan umat Islam sudah dijangkiti penyakit yang
bernama Al-Wahnu, yakni cinta terhadap dunia secara berlebihan.
Peringatan Nabi tersebut harus
menjadi perhatian penting kepada kita, karena saat ini kita melihat di beberapa
negara dan daerah, banyak orang-orang memeluk Islam, tetapi belum diiringi
dengan kualitas keagamaan yang baik. Kita tentu tidak ingin umat Islam seperti
buih di lautan, yang terombang-ambing dalam kehidupan dunia ini, sebagaimana yang
diprediksi oleh Nabi.
Banyaknya jumlah umat Islam harus
ditopang dengan kualitas berupa ilmu-ilmu agama yang mumpuni. Dengan bekal ilmu
dan keimanan kepada Allah, mereka tidak akan mudah terjangkiti penyakit cinta
dunia. Dengan modal keyakinan yang kuat, orang bisa bersyukur dikala mendapat
nikmat dan bisa bersabar dikala mendapat musibah.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Kaya dan miskin bukan menjadi tujuan
hidup. Orang kaya harus bersyukur, karena dengan keluasan harta ia memiliki
banyak kesempatan untuk berderma. Orang miskin pun harus bersyukur, karena amat
sedikit harta yang akan dipertanggungjawabkan di hari akhir nanti.
Kaya atau miskin merupakan ujian untuk
manusia. Allah memberikan ujian dalam dua bentuk. Pertama dalam bentuk
kenikmatan, dan kedua dalam bentuk masalah. Bagi sebagian orang mungkin lebih
memilih ujian dalam bentuk kenikmatan, seperti memiliki harta yang berlebih.
Padahal ujian yang amat besar adalah
ketika kita diuji dengan kenikmatan. Ketika mendapat rejeki yang melimpah,
terkadang kita lupa terhadap Allah. Sedangkan bila diuji dengan masalah, tidak
sedikit di antara kita yang memenuhi rumah-rumah Allah, bangun di sepertiga
malam untuk bermunajat, dan memperbanyak dzikrullah. Inilah sebagaimana yang
ditegaskan Allah dalam firman-Nya QS Az-Zumar ayat 8.
وَإِذَا مَسَّ الْإِنْسَانَ ضُرٌّ
دَعَا رَبَّهُ مُنِيبًا إِلَيْهِ ثُمَّ إِذَا خَوَّلَهُ نِعْمَةً مِنْهُ نَسِيَ
مَا كَانَ يَدْعُو إِلَيْهِ مِنْ قَبْلُ وَجَعَلَ لِلَّهِ أَنْدَادًا لِيُضِلَّ
عَنْ سَبِيلِهِ
Dan apabila manusia itu ditimpa
kemudaratan, dia memohon (pertolongan) kepada Tuhannya dengan kembali
kepada-Nya; kemudian apabila Tuhan memberikan nikmat kepadanya lupalah dia akan
kemudaratan yang pernah dia berdoa (kepada Allah) untuk (menghilangkannya)
sebelum itu, dan dia mengada-adakan sekutu-sekutu bagi Allah untuk menyesatkan
(manusia) dari jalan-Nya.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Kekayaan dan kenikmatan sering
menjadi ujian untuk kita. Di saat belum memiliki harta, kita masih sempat hadir
ke majlis-majlis dzikir, majlis-majlis ilmu, shalat berjamaah pun tidak
tertinggal. Tapi setelah kaya dan disibukkan dengan job, proyek, tender, dan
berbagai urusan duniawi, terkadang shalat pun ditinggalkan.
Sebagian kita berprinsip, kerja
untuk mencari makan dan uang. Padahal, sejatinya bekerja itu tidak hanya
mencari makan, tapi juga mencari makna. Bukan sekedar mencari uang, tapi juga
untuk berjuang. Usaha yang kita lakukan harus sejalan dengan niatan kita untuk
beribadah kepada Allah.
Dalam khazanah keislaman dikisahkan,
dalam satu kesempatan, seorang wali bernama Syaikh Abu Hasan Asy-Syadzili
pernah dikritik oleh jamaah tentang kekayaannya. “Wahai syaikh, kenapa seorang
ulama seperti anda harus kaya? Apakah seorang wali boleh kaya? Lantas bagaimana
dengan ibadah anda kepada Allah?” Kemudian Syaikh Abu Hasan asy-Syadzili pun
mengajak orang itu berkeliling menaiki kereta kencana sambil ia diminta untuk
memegang segelas air dan tidak boleh tumpah.
Maka orang itu diajak mengelilingi
beberapa tempat dengan pemandangan yang indah. Sekembalinya ke tempat semula,
syaikh bertanya, “Apakah kau melihat keindahan alam tadi?” Ia menjawab, “Bagaimana
aku bisa menyaksikan keindahan alam, sedangkan aku hanya bisa fokus menjaga dan
memperhatikan air ini!”
Syaikh menjelaskan, begitulah
gambaran kekayaan yang kita miliki, walaupun berlimpah tapi belum berarti kita
harus merasakannya. Kekayaan tadi diibaratkan keindahan alam, dan fokus kepada
Allah digambarkan dengan fokus kita kepada perintah untuk menjaga segelas air.
Kelebihan rejeki yang dianugerahkan
Allah semestinya menjadi ladang untuk meraup pahala sebanyak-banyaknya dengan
cara berderma dan bershadaqah demi kepentingan umat dan agama Islam. Orang yang
memberi, ditegaskan oleh Nabi Saw, adalah lebih mulia daripada yang meminta.
“Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah,” begitulah pesan Nabi Saw.
Karena itu, marilah kita gunakan
titipan Allah tersebut dengan menjalankan segala perintahnya dan menjauhi
segala larangannya. Mari kita tunaikan zakat, sesuai dengan anjuran agama, dan
janganlah menimbun atau menyembunyikan harta dari kemaslahatan ummat.
Sidang Jum’at yang berbahagia
Islam tidak melarang kaya harta.
Namun kekayaan tersebut hendaknya bisa menjadi kesempatan kita beramal. Tapi
apabila Allah belum memberikan kelebihan rejeki, kita tidak boleh berprasangka
buruk kepada Allah, karena Allah Mahatahu. Mungkin belum waktunya kita memiliki
kelimpahan rejeki, atau mungkin saja kita belum mampu mengelola harta dengan
baik.
Barangkali jika kita diberi harta
yang banyak, justru menjadikan kita lupa kepada Allah. Karena itu, Allah lebih
memilih menyayangi kita dengan cara memberi sedikit harta sehingga menjadikan
kita senantiasa mengingat dan memohon pertolongan-Nya. Perasaan butuh kepada
Allah itulah yang menjadikan seseorang menjadi manusia unggul dibandingkan
orang kaya harta yang merasa tidak butuh kepada Allah. Syaikh Abdul Qadir
al-Jailani berkata:
اَلْفَقيْرُ الصَّابِرُ اَفْضَلُ مِنَ
الْغَنِيِّ الشَّاكِرِ. وَالْفَقِيْرُ الشَّاكِرُ اَفْضَلُ مِنْهُمَا. وَالْفَقِيْرُ
الصَّابِرُ الشَّاكِرُ اَفْضَلُ مِنَ الْكُلِّ.
Orang miskin yang bersabar lebih utama
daripada orang kaya yang bersyukur. Dan orang miskin yang bersyukur lebih utama
dari keduanya. Dan orang miskin yang bersabar dan bersyukur lebih utama dari
semuanya.
Orang kaya yang lupa pada Allah yang
memberinya kekayaan, kelak di akhirat akan disuruh memikul semua hartanya. Satu
persatu hartanya akan dihisab dan dihitung: darimana asalnya dan digunakan
untuk apa. Sudahkah dizakati tiap tahunnya atau belum. Tidak hanya zakat
fitrah, tetapi juga zakat mal dari hasil perdagangan maupun hasil pertaniannya.
Semua akan dihitung dan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.
Sidang Jum’at yang berbahagia
Oleh karenanya, betapa pun kaya
harta itu baik, tapi kekayaan hati jauh lebih penting, terutama di saat kita
memiliki kekayaan harta. Sehingga dengan kekayaan harta dan hati, kita dapat
mempergunakan harta tersebut untuk berjuang di jalan Allah. Rasulullah SAW bersabda:
لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ
الْعَرَضِ ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
Kaya bukanlah diukur dengan
banyaknya kemewahan dunia. Namun kaya (ghina’) adalah hati yang selalu merasa
cukup. (HR. Bukhari
dan Muslim)
Semoga Allah Swt senantiasa
melimpahkan kekayaan hati, kedalaman ilmu, serta kekokohan iman kepada kita
sehingga kita tidak terjerumus kepada kecintaan berlebih terhadap materi. Amin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي
الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ
الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأسْتَغْفِرُوا اللهَ
الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ
هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
MARHABAN YA RAMADHAN
اَلْحَمْدُ
لِلّهِ الَّذِى جَعَلَ التَّقْوَى خَيْرَ زَادٍ وَاَنْعَمَ
عَلَيْنَا بِشَهْرِ رَمَضَانَ وَجَعَلَهُ اَحَدَ اَرْكَانِ الاِسْلاَمِ. اَشْهَدُ
اَنْ لاَاِلَه اِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَه وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدِنَا
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اَلْمَوْصُوْفُ
بِالْخُلُقِ الْعَظِيْمِ. اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّد وَعَلَى
آلِهِ وَاَصْحَابِهِ اَهْلِ التَّقْوَى وَالْمَعْرِفَة وَمَنْ تَبِعَهُمْ
بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ
الدِّيْن.
اَمَّا بَعْدُ : فَيَا
عَبَادَ اللهِ، اِتَّقُوا الله فِى جَمِيْعِ اَوْقَاتِكُمْ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ
تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُونْ. قَالَ الله ُتَعَالىَ فِيْ كِتَابِهِ
اْلكَرِيْمِ : شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْ أُنْزِلَ فِيْهِ اْلقُرْآنُ هُدًا
لِلنَّاسِ وَبَيِّنَتٍ مِنَ اْلهُدَى وَالْفُرْقَانِ، فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ
الشَّهْرَ فَاْليَصُمْهُ، وَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا أوْ عَلىَ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ
أيَّامِ أُخَر.
Ma’asyiral
Muslimin, Jama’ah Sidang Jum’ah
yang Dimuliakan Allah
Alhamdulillah
dengan tidak terasa pada hari ini bulan suci Ramadan telah tiba kembali. Bulan
yang dipenuhi dengan berbagai macam berkah dan keutamaan, sehingga Rasulullah
SAW bersabda, ”Jika umatku mengetahui nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya, pasti mereka berkeinginan supaya semua bulan dalam setahun terdiri
dari Bulan Ramadhan seluruhnya.”
Dari
sini, marilah kita selalu menambah kualitas iman dan takwa kita kepada Allah SWT,
melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Jangan sampai alasan
tubuh yang lemah menjadikan kita malas menjalankan amalan-amalan Ramadhan.
Orang
yang shalat tetapi tidak berpuasa di bulan Ramadhan tanpa udzur, maka shalatnya
tidak akan diterima. Demikian juga, orang yang berpuasa, tetapi meninggalkan
shalat fardhu, maka puasanya juga tidak diterima. Maka sebaik-baik orang Islam
adalah mereka yang mengerjakan semua kewajibannya tanpa kecuali.
Jama’ah
Jum’ah Rahimakumullah
Secara
psikologis, apabila Bulan Ramadhan tiba, maka
sikap kaum muslimin terbagi menjadi dua macam, yaitu:
1.
Kelompok yang
menggerutu. Mereka mengeluh dan sinis karena merasa tidak leluasa lagi seperti
hari-hari biasanya. Tidak dapat makan-minum di siang hari, sehingga lapar dan
haus, lemah dan sebagainya. Hal ini biasanya dialami oleh mereka
yang imannya masih lemah. Padahal bulan
Ramadhan adalah bulan yang sangat mulia. Rasulullah SAW bersabda:
قَدْجَاءَكُمْ شَهْرٌ مُبَارَكٌ اِفْتَرَضَ اللهُ
عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ تُفْتَحُ فِيْهِ اَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَتُغْلَقُ فِيْهِ
اَبْوَابُ الْجَحِيْمِ وَتُغَلُّ فِيْهِ الشَّيَاطِيْنُ فِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ
مِنْ اَلْفِ شَهْرٍ.
“Sesungguhnya
telah datang kepadamu bulan yang penuh berkah, di mana Allah mewajibkan kamu
berpuasa, ditutup pintu-pintu neraka dan dibelenggu setan-setan. Padanya
ada suatu malam yang nilainya lebih berharga dari seribu malam.” (HR. Ahmad, Nasa’i, dan Baihaqi)
2.
Kelompok yang
bergembira, mereka sangat bersyukur dan bergembira lantaran masih ditakdirkan
panjang umur oleh Allah, sehingga masih memiliki kesempatan bisa bertemu lagi
dengan bulan suci, bulan agung yang penuh barokah, yakni Ramadhan.
Jama’ah
Jum’ah Rahimakumullah
Pada
bulan Ramadhan yang suci dan agung ini, kita semua diperintahkan oleh Allah SWT
supaya menjalankan kewajiban puasa sebulan penuh dengan cara menahan dahaga dan
lapar, menahan nafsu dan menjauhi semua ucapan kotor. Selain itu kita juga
dianjurkan untuk selalu memperbanyak membaca ayat-ayat Al-Qur’an dan mendirikan
shalat sunnah malam.
Sebab
di dalam keadaan lapar dan dahaga, shalat malam dan membaca Al-Qur’an itu,
bermanfaat sekali untuk menanamkan rasa kesadaran bahwa orang yang berpuasa itu
tidak hanya merasakan lapar saja, tetapi untuk membina umat supaya jiwanya
subur, bersih dan sehat. Rasulullah SAW :
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ اِيْمَانًا
وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Siapa saja yang telah melakukan
kewajiban puasa dengan keimanan yang mantab dan penuh perhitungan, maka
diampunilah dosa-dosa yang telah dikerjakan sebelumnya.”
Karena
sebab-sebab itulah, bulan Ramadhan sering disebut sebagai “bulan pembakaran
dosa, bulan pelebur dosa atau bulan pemutihan.” Orang yang dengan sempurna
menyelesaikan puasanya di bulan Ramadlan akan suci dan bersih dirinya dari dosa
dan noda.
Kaum Muslimin
diperintahkan agar melipatgandakan amal kebajikan dan menghentikan segala
bentuk tindakan yang berbau keburukan. Sehingga setelah Ramadhan berlalu
nantinya, seorang mukmin menjadi bagaikan bayi
yang baru saja lahir dari kandungan ibunya, putih suci kembali tanpa dosa.
Jama’ah
Jum’ah Rahimakumullah
Sekalipun
demikian yang perlu diketahui bersama adalah, bahwa dalam menghadapi puasa ini,
orang-orang Islam terbagi
menjadi tiga kelompok, yaitu:
1.
Puasa karena
iman dan takwa hanya kepada Allah, seakan-akan apa yang sedang dan akan ia
kerjakan, Allah selalu mengetahuinya, sebagaimana sabda Nabi SAW:
اَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَاَنَّكَ تَرَاهُ
فَاِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَاِنَّهُ يَرَاكَ
“Ia beribadah
hanya kepada Allah seakan-akan ia melihat-Nya dan jika tidak, maka Allah pasti melihatnya.”
2.
Puasa karena
malu pada orang yang disegani, sehingga yang didapat kelompok ini hanyalah lapar yang
tidak dapat mempengaruhi perilaku perbuatan sehari-harinya, akibatnya ia
tertipu oleh diri sendiri, sebagaimana firman Allah :
يُخَادِعُوْنَ اللهَ وَالَّذِيْنَ
آمَنُوْا وَمَايَخْدَعُوْنَ اِلاَّ اَنْفُسَهُمْ وَمَايَشْعُرُونَ
“Mereka hendak menipu Allah dan
orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang
mereka tidak sadar.”
3.
Kelompok orang
yang tidak malu untuk tidak berpuasa, sehingga hal ini seperti apa yang
disabdakan oleh Nabi SAW :
اِذَالَمْ تَسْتَحِ
فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ
“Jika tidak
malu, maka berbuatlah sekehendakmu.”
Oleh
karenanya, menurut Imam al-Ghozali, kualitas berpuasa itu terbagi menjadi tiga
tingkatan, yaitu:
1.
Puasa orang
awam, yang sekedar mempuasakan tenggorokan dan perut, tanpa mempuasakan
pancaindra lain. Mulut masih saja berbicara kotor, bohong, adu domba dan
fitnah, mata masih saja dipakai melihat sesuatu yang tidak
senonoh, bahkan tangan masih saja dipakai untuk mengambil hak orang lain, baik
dengan cara memanipulasi data dalam wujud korupsi maupun bentuk lainnya. Begitu
juga telinga yang masih banyak dipakai untuk mendengarkan hal-hal yang
terlarang. Pelaksanaan puasa seperti ini hanya mendapatkan lapar dan
haus saja tetapi tidak akan mendapatkan pahala dari Allah SWT. Rasulullah SAW
bersabda:
كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ
صِيَامِهِ اِلاَّ الْجُوْعُ وَالْعَطَشُ
“Betapa banyak orang yang berpuasa, namun tidak mendapatkan pahala apa pun
kecuali hanya lapar dan haus.”
2.
Puasa orang
khusus, yakni selain menahan lapar dan haus, orang tersebut juga mempuasakan
pancaindranya, dengan tidak mau melakukan perbuatan yang menyeleweng atau
menjauhkan dirinya dari rahmat Allah.
3.
Puasa yang paling istimewa, yaitu di samping
tidak makan-minum dan mempuasakan pancaindera, ia juga mempuasakan hati
nuraninya dari semua bentuk gerakan batin yang tercela. Dan seperti inilah yang
akhirnya kita pilih, dan dengan bersungguh-sungguh akan berusaha kita capai.
Jama’ah
Jum’ah Rahimakumullah
Karenanya,
marilah kita memperbanyak amalan di bulan Ramadhan ini, disertai peningkatan
kualiatas dari ibadah-ibadah tersebut. Mari kita istiqomahkan membaca
Al-Qur'an, baik dalam sistem tadarrus bersama di masjid-masjid dan musholla
maupun di rumah masing-masing. Begitu juga mengikuti pengajian-pengajian yang
biasa dilaksanakan di berbagai tempat, atau di radio dan televisi. Mari kita
hentikan kebiasaan menyia-nyiakan waktu di bulan suci ini dengan berhenti
menonton tayangan gosip, atau acara-acara tidak bermanfaat lainnya.
Mari kita mulai dari diri sendiri, dari hal yang terkecil,
dan kita mulai saat ini. Insya Allah, kebiasaan baik yang kita mulai di bulan
yang mulia ini, akan menjadikan diri kita hamba-hamba Allah yang mulia di
sisi-Nya kelak.
Semoga
dengan kedatangan bulan Ramadhan ini, cinta kita kepada Allah akan semakin
bertambah serta kita dikaruniai keikhlasan dalam menjalankan semua perintah-Nya
dan menjauhi segala larangan-Nya. Semoga Allah selalu memberikan kemudahan
urusan-urusan kita dan menambahkan keberkahan-Nya. Amin yaa
robbal 'alamin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي
الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ
الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأسْتَغْفِرُوا اللهَ
الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ
هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
BERPISAH DENGAN RAMADAN
اَلْحَمْدُ
لِلّهِ الَّذِى جَعَلَ التَّقْوَى خَيْرَ زَادٍ وَاَنْعَمَ
عَلَيْنَا بِشَهْرِ رَمَضَانَ وَجَعَلَهُ اَحَدَ اَرْكَانِ الاِسْلاَمِ. اَشْهَدُ
اَنْ لاَاِلَه اِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَه وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدِنَا
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اَلْمَوْصُوْفُ
بِالْخُلُقِ الْعَظِيْمِ. اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّد وَعَلَى
آلِهِ وَاَصْحَابِهِ اَهْلِ التَّقْوَى وَالْمَعْرِفَة وَمَنْ تَبِعَهُمْ
بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ
الدِّيْنِ.
اَمَّا بَعْدُ : فَيَا
عَبَادَ اللهِ، اِتَّقُوا الله فِى جَمِيْعِ اَوْقَاتِكُمْ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ
تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُونْ. قَالَ
الله ُتَعَالىَ فِيْ كِتَابِهِ اْلكَرِيْمِ : شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْ أُنْزِلَ
فِيْهِ اْلقُرْآنُ هُدًا لِلنَّاسِ وَبَيِّنَتٍ مِنَ اْلهُدَى وَالْفُرْقَانِ،
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَاْليَصُمْهُ، وَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا أوْ
عَلىَ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أيَّامِ أُخَرَ.
Ma’asyiral
Muslimin, Jama’ah Sidang Jum’ah
yang Dimuliakan Allah
Marilah kita senantiasa bersyukur
kepada Allah SWT, dengan meningkatkan kualitas iman dan takwa kita kepada Allah
SWT, menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Mudah-mudahan kita
termasuk hamba-hamba Allah yang berpredikat muttaqin sehingga mendapatkan
kebahagiaan dunia dan akhirat. Amin.
Jama’ah
Sidang Jum’ah
yang Dimuliakan Allah
Insya Allah sebentar lagi kita akan
berpisah dengan Ramadan. Setelah bulan Ramadhan berlalu, orang akan terbagi
menjadi beberapa bagian, namun secara garis besarnya mereka terbagi dua
kelompok.
Kelompok yang pertama, orang yang
pada bulan Ramadhan tampak sungguh-sungguh dalam ketaatan, sehingga orang
tersebut selalu dalam keadaan sujud, shalat, membaca Alquran. Kita seakan
tertegun melihat kesungguhan dan giatnya dalam beribadah. Namun itu semua hanya
berlalu begitu saja bersama habisnya bulan Ramadhan, dan setelah itu ia kembali
lagi bermalas-malasan, kembali mendatangi maksiat seolah-olah ia baru saja
dipenjara dengan berbagai macam ketaatan dan kembalilah ia terjerumus dalam
syahwat dan kelalaian.
Setelah sebulan penuh ia hidup
dengan iman, al-Quran serta amalan-amalan yang mendekatkan diri kepada Allah,
tiba-tiba saja ia ulangi perbuatan-perbuatan maksiatnya di masa lalu. Mereka
itulah hamba-hamba musiman. Mereka tidak mengenal Allah kecuali hanya pada satu
musim saja (yakni Ramadhan), atau hanya ketika ditimpa kesusahan, jika
kesusahan itu telah berlalu maka ketaatannya pun ikut berlalu.
Kelompok yang kedua, orang yang
bersedih ketika berpisah dengan bulan Ramadhan mereka merasakan nikmatnya kasih
sayang dan penjagaan Allah, mereka lalui dengan penuh kesabaran, mereka sadari
hakekat keadaan dirinya, betapa lemah, betapa hinanya mereka di hadapan Yang
Maha Kuasa, mereka berpuasa dengan sebenar-benarnya, mereka shalat dengan
sungguh-sungguh. Perpisahan dengan bulan Ramadhan membuat mereka sedih, bahkan
tak jarang di antara mereka yang meneteskan air mata.
Apakah kedua kelompok tersebut sama?
Tentu saja dua golongan ini berbeda. Allah SWT berfirman:
قُلْ كُلٌّ يَعْمَلُ عَلَى
شَاكِلَتِهِ فَرَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَنْ هُوَ أَهْدَى سَبِيلًا
“Katakanlah: "Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya
masing-masing." Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar
jalannya.” (Qs. Al-Isra’: 84)
Para ahli tafsir
mengatakan, makna ayat ini adalah bahwa setiap orang berbuat sesuai dengan
keadaan akhlaq yang biasa ia jalani. Kalau sebelum Ramadan seseorang terbiasa
beribadah, maka ketika Ramadan tiba, mereka
makin meningkatkan amal ibadahnya. Shalat fardhu makin tepat waktu,
rajin berjama’ah di masjid, shalat-shalat sunnah ditambah, al-Qur’an dibaca
sampai khatam, dan seterusnya. Selesai Ramadan, mereka jaga amalan-amalan
Ramadan tersebut dengan istiqomah. Hal ini terjadi sebab mereka beribadah
karena imanan wahtisaban, karena iman dan hanya mengharap pahala Allah,
dan bukan karena nafsu atau ikut-ikutan.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Berbeda halnya
dengan orang yang menjalankan amalan Ramadan karena nafsu. Tarawih berjama’ah
di masjid begitu rajin, tetapi justru shalat fardhu yang lima waktu tidak
dijalankan, atau dijalankan tetapi tidak seantusias dalam mengerjakan tarawih
yang sunnah. Kalau ini yang terjadi, maka kasihanlah mereka karena sebetulnya
belum mendirikan shalat, tetapi hanya menjalankan gerakan-gerakan dan bacaan
shalat. Padahal
dalam hadits disebutkan:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ اِيْمَانًا
وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa
shalat di bulan Ramadhan dengan iman dan hanya mengharap pahala Allah, diampuni
dosanya yang telah lalu.”
Kalau yang kita
lakukan selama ini ternyata hanya menjalankan gerakan shalat, dan motifnya
bukan karena iman dan ikhlas karena Allah, bukan untuk beribadah, mengabdi, dan
menyembah Allah, maka bagaimana mungkin dosa-dosa kita akan diampuni oleh
Allah?
Dalam salah satu
qaulnya dalam Al-Hikam, Ibnu Athaillah berkata:
مِنْ عَلَامَةِ اتِّبَاعِ الْهَوَى الْمُسَارَعَةُ
إِلَى نَوَافِلِ الْخَيْرَاتِ وَالتَّكَاسُلُ عَنِ الْقِيَامِ بِالْوَاجِبَاتِ
“Diantara tanda mengikuti hawa nafsu adalah bersegera
melakukan amalan sunnah dan malas menunaikan kewajiban.”
Lihatlah keberagamaan
kaum muslim hari ini. Betapa banyak diantara kita yang menganggap enteng ibadah
wajib dan menomorsatukan ibadah sunnah. Masjid-masjid begitu ramai saat shalat
tarawih, tapi tak seramai ketika shalat wajib. Kaum muslim hari ini seakan-akan
menganggap tarawih berJama’ah lebih utama daripada shalat wajib berJama’ah.
Padahal, anjuran untuk berJama’ah terletak pada shalat lima waktu.
Bukankah akan lebih baik, kalau masjid-masjid kita ramaikan bukan saja pada
saat tarawih tapi juga pada shalat lima waktu.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Barangsiapa
berpuasa siang hari di bulan Ramadan dan shalat di malam harinya, melakukan
kewajiban-kewajiban dan sunnah-sunnahnya, menahan pandangannya, menjaga anggota
badan serta menjaga shalat dengan berjama’ah dengan sungguh-sungguh untuk
menyempurnakan ketaatannya, maka bolehlah ia berharap mendapat ridha Allah,
kemenangan di ampa dan selamat dari api neraka. Orang yang tidak menjadikan
ridha Allah sebagai tujuannya maka Allah tidak akan melihatnya.
Jangan sampai kita seperti
orang yang memintal benang dengan susah payah untuk membuat kain, kemudian dari
kain itu kita buat baju. Ketika semuanya telah usai dan ampak kelihatan indah,
maka tiba-tiba saja kita potong baju tersebut. Jangan sampai ketekunan ibadah
kita di bulan Ramadan, kita rusak dengan kembali berbuat kemaksiatan selepas
Ramadan.
Jangan sampai kita
seperti orang yang diberi oleh Allah keimanan dan al-Quran namun kita berpaling
dari keduanya, dan kita lepaskan keduanya, akhirnya menjadikan kita masuk
perangkap setan sehingga menjadi orang yang merugi, orang yang terjerumus di
dalam jurang yang dalam, dan menjadi pengikut hawa nafsu. Naudzu billah mindzalik.
Allah SWT berfirman dalam Qs.
al-A’raaf: 175
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ
الَّذِي آَتَيْنَاهُ آَيَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ
فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ
“Dan bacakanlah kepada mereka berita kepada orang yang telah
kamu berikan kepadanya ayat-ayat Kami, kemudian mereka melepaskan diri dari
ayat-ayat itu lalu dia diikuti oleh syetan sampai ia tergoda, maka jadilah ia
termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki sesunguhnya Kami
tinggikan derajatnya dengan ayat-ayat itu.”
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Rasulullah SAW pernah ditanya,
amalan apa yang paling di sukai Allah? Beliau menjawab, “Yakni yang terus-menerus walaupun
sedikit”.
Aisyah RA ditanya, “Bagaimana
Rasulullah mengerjakan sesuatu amalan, apakah ia pernah mengkhususkan sesuatu
sampai beberapa hari tertentu” Ia menjawab, “Tidak, namun beliau mengerjakan
secara terus-menerus, dan siapapun di antara kalian hendaknya jika ia mampu
mengerjakan sebagaimana yang dikerjakan Rasulullah SAW.”
Hadits ini
memberikan beberapa pelajaran, antara lain:
1. Hendaknya,
seluruh kebajikan kita laksanakan secara keseluruhan tanpa pilih-pilih menurut
kemampuan kita dan dikerjakan secara rutin.
2. Tengah-tengah
dalam beribadah (sedang-sedang), dan menjauhi segala bentuk berlebihan, agar
jiwa selalu bersemangat dan lapang, maka dengan ini akan tercapai segala tujuan
ibadah, dan sempurna dari berbagai segi.
3. Supaya rutin
dalam beramal, suatu amalan meskipun sedikit jika dilakukan secara
terus-menerus lebih baik dari pada amalan yang banyak namun terputus.
Dengan demikian
amalan yang sedikit namun rutin akan memberi buah dan nilai tambah yang berlipat
ganda dari pada amalan banyak yang terputus.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Sebagai penutup dari khutbah ini,
maka dapat kita renungkan beberapa hal sebagai berikut:
1.
Hendaknya kita tanamkan kesadaran dalam diri kita
masing-masing bahwa Ramadan adalah momentum bagi kita untuk meningkatkan
ibadah.
2.
Hendaknya kita menjalankan ibadah dengan penuh keimanan
dan ikhlas karena Allah, dan bukan karena nafsu atau ikut-ikutan. Jangan sampai
yang sunnah mengalahkan yang wajib.
3.
Hendaknya kita tetap istiqomah dan bersemangat dalam
beribadah, seakan semua bulan adalah Ramadan.
Semoga di bulan Ramadhan
ini, cinta kita kepada Allah akan semakin bertambah serta kita dikaruniai
keikhlasan dalam menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi segala
larangan-Nya. Amin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي
الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ
الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأسْتَغْفِرُوا اللهَ
الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ
هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
ZAKAT, INFAQ, DAN SEDEKAH
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى اَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ الْاِيْمَانِ
وَالْاِسْلَامِ، وَهِيَ اَعْظَمُ
النِّعَمِ، نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ. وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ اَنْفُسِنَا
وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ
يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ
اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ
سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ
عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أۤلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.
اَمَّا بَعْدُ: فَيَا عِبَادَ اللهِ اُوْصِيْكُمْ
وَاِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى: مَثَلُ
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ
أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِئَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ
يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Ma'asyiral
Muslimin Rahimakumullah
Segala
puji bagi Allah, yang atas Rahman dan Rahimnya, saat ini kita dapat berhimpun
kembali di tempat yang mulia ini, dalam rangka melaksanakan kewajiban kita
shalat jum’at secara berjamaah. Karena, betapa banyak hamba Allah yang
sebenarnya mampu dan mempunyai waktu, namun mereka belum mendapatkan hidayah
untuk melaksanakan shalat Jum’at. Mudah-mudahan hidayah Allah segera
menghampiri mereka. Amin.
Shalawat
dan salam, semoga selalu tercurahkan kepada manusia pilihan Allah, Rasulullah
SAW yang dengan ajarannya, hari ini kita mampu membedakan antara yang hak dan
yang batil, yang baik dan yang buruk, yang bermanfaat dan yang tidak, serta
antara yangwajib kita laksanakan dan yang wajib kita tinggalkan.
Selanjutnya
perkenankanlah saya menyampaikan wasiat, agar kita semua senantiasa
meningkatkan ketaqwaan dan keimanan kepada Allah, dengan melaksanakan segala
perintah-Nya dan menjauhi seluruh laranganNya. Kesemuanya, tentunya didasari
dan diawali dengan keimanan yang mantap dan senantisa istiqamah.
Hadirin
Sidang Jum’at
Rahimakumullah
Agama
Islam, adalah agama yang memiliki berbagai kelebihan, yang membuktikan bahwa ia
benar-benar berasal dari sisi Allah, dan merupakan risalah rabbaniyah terakhir
yang abadi. Di antaranya adalah, kemampuannya mendahului zaman, lalu dengan
penuh perhatian, Islam berusaha menyelesaikan masalah kemiskinan dan mengayomi
kaum papa, tanpa didahului oleh revolusi atau gerakan menuntut hak-hak kaum
miskin.
Perhatian
Islam terhadap kaum miskin, tidaklah bersifat sesaat, tetapi secara terus
menerus bahkan hingga akhir zaman. Tidaklah mengherankan, kalau zakat yang
disyariatkan Allah sebagai penjamin hak fakir miskin dalam harta umat dan
negara, merupakan pilar pokok Islam ketiga, dan menjadi salah satu tiang dan
syiar Islam.
Dalam
sebuah hadist populer, dari Ibnu Umar, Rasulullah SAW bersabda:
بُنِيَ
اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ
مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ وَإِقَامُ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءُ الزَّكَاةِ وَحَجُّ
الْبَيْتِ وَصَوْمُ رَمَضَانَ.
“Islam
dibangun atas lima tiang pokok, yaitu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah
dan Muhammad Rasulullah, mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa pada bulan
Ramadhan, dan naik haji bagi yang mampu.” (HR. Muslim)
Hadirian
Jama’ah Jum’ah yang Berbahagia
Al-Qur'an
menjadikan tindakan penunaian zakat, berinfaq, dan bersedekah sebagai salah
satu karakter orang berimarn, pemurah, baik dan takwa. Sebaliknya, ia
menjadikan sikap enggan bersedekah dan membayar zakat, sebagai salah satu ciri
orang musyrik dan munafiq. Membayar zakat adalah bukti keimanan dan ketulusan,
seperti dinyatakan sebuah hadist sahih, “Zakat adalah bukti keimanan.” Di samping itu, kewajiban
membayar zakat juga merupakan garis pemisah antara rnuslim dan kafir, iman dan nifaq,
serta takwa dan durhaka.
Dalam
riwayat yang lain, Rasulullah SAW bersabda: “Kukuhkanlah harta-harta kalian
dengan zakat, bekalilah orangg yang sakit dengan sedekah, dan hadapilah semua
gelombang bencana dengan doa dan memohon (serta merendahkan diri kepada Allah)”
(HR. Abu Daud)
Tanpa
membayarkan zakat, seseorang tidak dapat dianggap masuk ke dalam kelompok orang
yang beriman, dan untuk orang-orang yang gemar membayar zakat, untuk mereka
AIIah telah tuliskan kemenangan, dan dijamin masuk ke dalam surga firdaus.
Allah berfirman:
قَدْ
أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ . الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ .
وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ . وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَاةِ
فَاعِلُونَ .
“Sungguh
beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam
sholat dan orang-orang yang menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang
tiada berguna dan orang-orang yang menunaikan zakat.” (Qs.
al-Mukminun: 1-4)
Hadirin
yang Berbahagia
Islam
mengancam mereka yang enggan membayar zakat, dengan hukuman yang berat, baik
hukuman di dunia, maupun hukuman di akhirat. Imam Bukhari merawikan dari Abu
Hurairah. Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang diberi Allah karunia harta,
lalu tidak mengeluarkan zakatnya, akan menerima hukuman. Pada hari kiamat
seekor ular botak dengan dua kelenjar bisa di mulutnya, akan melingkari
tubuhnya, kemudian melilit leher dan dua rahangnya seraya berkata “sayalah
harta simpananmu.”
Jumhur
ulama mengatakan, akal sehatpun mendukung wajibnya zakat yang disyari'atkan
al-Qur'an, hadits Nabi maupun ijma'. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh
Al-Kasani dalam buku Al-Bada’i:
Pertama,
menunaikan zakat merupakan upaya untuk menolong kaum lemah, membantu orang yang
membutuhkan pertolongan, dan menopang mereka yang lemah, agar mampu melaksanakan
apa yang diwajibkan Allah SWT dalam segi
tauhid dan ibadah.
Kedua,
membayar zakat dapat membersihkan diri pelakunya dari berbagai dosa dan
menghaluskan budi pekerti, sehingga menjadi orang yang pemurah. Seperti
diketahui, secara alami manusia yang cenderung kikir, dengan mengeluarkan
zakat, jiwanya akan dilatih bersikap pemurah, senang melaksanakan amanah, serta
senantiasa mernenuhi setiap hak orang lain.
Ketiga,
Allah SWT akan melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada orang yang gemar
berzakat, berinfaq dan bersedekah, serta akan dimudahkan Allah atas berbagai
urusannya, baik di dunia maupun di akhirat.
Hadirian
Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah
Sebagai
penutup khutbah ini, perkenankanlah saya kembali berwasiat, agar kita semua
menjadi hamba Allah yang gemar berzakat, berinfaq dan bersedekah, sehingga kita
benar-benar termasuk golongan kaum beriman, dan mendapatkan curahan rahmat dari
Allah SWT. Amin Ya Rabbal Alamin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي
الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ
الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأسْتَغْفِرُوا اللهَ
الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ
هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
FASE KEHIDUPAN DUNIA YANG SEMENTARA
اَلْحَمْدُ
للهِ القَوِيِّ الْمَتِيْنِ، سُبْحَانَهُ
وَتَعَالَى خَلَقَ الإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ، وَهَدَاهُ لِلْمَنْهَجِ
القَوِيمِ، وَسَنَّ شَرَائِعَ فِيهَا الْقُوَّةُ وَالتَّمكِينُ،
بِحِكْمَتِهِ نُؤْمِنُ، وَبِقُدْرَتِهِ نُوقِنُ، عَلَيْهِ نَتَوَكَّلُ، وَإِيَّاهُ
نَستَعِينُ، أَحْمَدُهُ تَعَالَى بِمَا هُوَ لَهُ أَهْلٌ مِنَ الْحَمْدِ
وَأُثْنِي عَلَيْهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لا
شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيَّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا
عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ، لَمْ يَزَلْ مُتَوَكِّلاً عَلَى رَبِّهِ، وَاثِقًا
بِوَعدِهِ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ، وَعَلَى
كُلِّ مَنْ اقْتَفَى أَثَرَهُ وَتَرَسَّمَ خُطَاهُ إِلَى يَومِ
الدِّينِ.
اَمَّا بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ اللهِ :
اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا
اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Jama’ah
Jum’at yang dirahmati Allah SWT,
Pada kesempatan
yang berbahagia ini, marilah kita senantiasa bersyukur kepada Allah SWT dengan
senantiasa meningkatkan iman dan takwa kita kepada Allah SWT, menjalankan
segala perintah-Nya dan menjauhi, meninggalkan segala larangan-Nya. Semua
bentuk ketakwaan itu pada dasarnya adalah untuk kebaikan kita sendiri. Jika
kita hidup sesuai aturan Dzat yang membuat hidup, insya Allah kita akan mendapatkan
kebahagiaan hakiki di dunia dan akhirat.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Oleh karenanya,
mari kita perhatikan penjelasan al-Qur’an tentang hakikat kehidupan di dunia
ini. Dalam Qs. al-Hadid ayat 20, Allah menjelaskan:
اِعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ
الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي
الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ
ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا وَفِي
الْآَخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ وَمَا
الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah
permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu
serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak. Seperti hujan yang
tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering
dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti)
ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan
dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.
Imam Najmuddin
an-Nasafi menafsirkan ayat tersebut dengan membagi setiap fase kehidupan
tersebut akan dilalui oleh manusia selama delapan tahun.
Pertama fase la’ibun yang secara bahasa
berarti sebuah permainan. Permainan merupakan kata yang menunjuk pada tidak
adanya keseriusan. Dalam bahasa Indonesia keseharian ‘mainan’ adalah antonim
dari ‘beneran’. Dengan kata lain, bahwa kehidupan di dunia ini bukanlah
sesuatu yang beneran, tapi hanya bohongan. Rumah di dunia adalah rumah-rumahan,
mobil di dunia adalah mobil-mobilan dan begitulah seterusnya.
Jika diterapkan
penafsiran Imam Najmuddin dalam ayat ini, maka fase la’ibun ada fase pertama dari kehidupan
manusia selama berumur 1-8 tahun yang berisikan permainan. Lihat saja anak-anak
kita yang tidak terlalu banyak berpikir dalam usia tersebut. Bahkan begitu
pentingnya permainan hingga diciptakanlah berbagai macam kelompok bermain
(playgroup).
Hal ini persis dengan
apa yang dikatakan oleh Imam Fakhuddin ar-Razi dalam tafsirnya Mafatihul Ghaib, bahwa la’ibun merupakan
karakter anak-anak yang tidak pernah memikirkan manfaat dari apa yang
dilakukannya, karena semua itu hanya sekedar permainan.
Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah
Fase kedua adalah lahwun, yaitu sifat lalai
yang terdapat dalam diri manusia, lalai karena tidak terbiasa berpikir panjang
atau sengaja tidak mau berpikir panjang. Apa yang dilakukan selalu menurut
tuntutan hawa nafsu. Tawuran, kebut-kebutan, semua dilakukan tanpa ada
pertimbangan. Asal hati senang, maka kakipun melangkah. Inilah sifat yang
melanda anak manusia dalam fase kedua kehidupannya, ketika remaja berumur 9-16
tahun.
Ketiga fase zinatun, bahwa dunia ini adalah
perhiasan semata. Dunia seisinya tidak lebih dari asesoris kehidupan. Imam
ar-Razi mengatakan bahwa fase ini banyak menerpa kaum hawa. Ketika umur telah
mulai menginjak tujuh belas tahun, maka mulailah perempuan itu menyadari akan
keperempuanannya. Mulailah apa yang disebut dengan masa kedewasaan. Diantara
tanda-tandanya adalah berlama-lama di depan kaca, merias diri, dan sebagainya.
Begitu juga dengan
masalah penampilan, fase kehidupan ini (17-24 tahun), anak manusia selalu ingin
tampil mengagumkan. Motor harus ada, HP harus seri terbaru, kuliah harus di
perguruan tinggi, dan seterusnya. Padahal jika dipikir lebih dalam, semua
tuntutan itu hanya semakin menjauh dari substansi kehidupan. Tidak peduli
pengetahuan yang didapat, yang penting universitas yang terkenal. Tidak peduli
dengan pantas atau tidak, yang penting tampil keren dan mempesona. Sungguh
semua itu adalah dalil betapa kehidupan dunia ini adalah asesoris belaka.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Keempat, fase tafakhurun bainakum artinya dunia menjadi
tempat untuk saling bermegah-megahan, dunia menjadi media saling menyombongkan
diri, atau dalam bahasa jawa disebut ‘anggak-anggakan’. Baik saling
menyombongkan kepunyaannya maupun trah keturunannya. Biasanya dalam fase ini,
antara umur 25-32 tahun, anak manusia mulai mencari jati dirinya. Dalam
pencarian itulah ada kalanya dia membanggakan nasabnya, atau membanggakan milik
ayahnya, atau hanya sekedar ingin terlihat lebih di antara sesama.
Kelima, fase takatsurun fil amwal, bahwa
dunia ini adalah tempat memperbanyak harta dan keturunan. Inilah puncak dari
fase kehidupan manusia ketika berumur 33 tahun ke atas. Pada saat-saat inilah
kita melihat semangat yang menggebu dalam diri manusia untuk berbisnis menumpuk
harta. Bahkan juga masa memanjakan anak dan keluarga. Apa saja yang diinginkan
anak dan istrinya, selalu berusaha untuk dipenuhi, tidak peduli caranya halal
atau tidak.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Keenam takatsurun fil aulad, fase
ini merupakan kelanjutan dari fase sebelumnya. Jika mengikuti pendapat Iman
Najmuddin an-Nasafi, maka umur 40 tahun ke atas adalah masa yang wajar
seseorang mulai memperhatikan kepentingan anak dan cucu-cucunya. Membanggakan
dan terlalu memikirkan kehidupan mereka. Seolah tidak tega jika melihat anak
dan cucu itu terlantar hidupnya, maka diteruskanlah fase sebelumnya, sehingga
mereka yang diserahi amanah rela melakukan korupsi demi anak dan cucu, serta
melakukan praktik nepotisme dengan menjalin jejaring yang kuat untuk
mempertahankan kekayaan dan kehidupannya.
Sesungguhnya semua
itu terjadi berawal dari cara pandang orang-orang dunia yang terperangkap tipu
daya dunia. Seakan dunia ini bisa diraih dengan usahanya sendiri. Jika tidak
bekerja, maka ia tidak bisa makan. Jika tidak makan, maka ia bisa mati. Dan shalat pun ditinggalkan tanpa
ragu, sebab dianggap bisa mengurangi waktunya mengumpulkan dunia. Mereka lupa
Allah-lah yang sesungguhnya memberi rizki.
Hadirin Jama’ah Jum’ah yang Dimuliakan Allah
Inilah, keadaan
hidup di dunia. Jika kita tidak segera sadar diri, niscaya kita akan
terhanyut dalam arus yang makin menjauhkan hidup ini dari substansinya. Semakin
tersibukkanlah kita dengan remeh temeh keduniawian yang tidak ada putusnya,
dunia bagaikan candu yang tidak mudah dihentikan.
Maka, begitulah
remeh temeh perjalanan hidup di dunia dan betapa sebentarnya kehidupan ini,
sehingga ditamsilkan dalam lanjutan Qs. al-Hadid ayat 20 tersebut bagaikan umur
tumbuhan yang sebentar, yakni ditanam, disirami, tumbuh, berbuah lalu hancur
tak berbekas.
كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ
الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا
Seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani;
kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian
menjadi hancur.
Oleh karena itulah,
sungguh beruntung mereka yang mengerti dan menyadarinya, lalu membenahi langkah
dalam kehidupannya. Bahwa akhirat-lah kehidupan yang sesungguhnya. Apa yang
ditanam di dunia ini akan dipanen hasilnya di akhirat. Jika amal saleh yang ditanam,
maka kebahagiaan-lah yang akan didapat. Dan jika amal buruk yang ditanam, maka
kecelakaan-lah yang akan didapat.
وَفِي الْآَخِرَةِ عَذَابٌ
شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا
إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari
Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah
kesenangan yang menipu.
Hadirin Jama’ah Jum’ah yang Dimuliakan Allah
Sekarang tergantung
kita, apakah di akhirat nanti, kita akan mendapatkan azab yang keras atau
ampunan dan ridha dari Allah SWT. Semua bergantung dari cara kita memaknai dan
menjalani hidup di dunia ini, apakah berdasar hawa nafsu kita sendiri-sendiri
atau berdasar tuntutanan Allah dan Rasul-Nya.
Mudah-mudahan
kita termasuk orang-orang yang mendapatkan pemahaman bahwa kehidupan kita di
dunia ini hanyalah sementara, dan tujuan hidup kita sesungguhnya adalah
akhirat, tempat yang kekal abadi selama-lamanya dan sebagai tempat pembalasan
atas amal perbuatan selama kita hidup di dunia ini.
Kita juga berdoa,
semoga kita semua yang hadir di tempat ini, serta seluruh keluarga kita,
termasuk orang-orang yang selalu waspada dan mawas diri terhadap rayuan dan
godaan dunia, menjadi hamba-hamba Allah yang memprioritaskan kehidupan akhirat,
sehingga mendapatkan kebahagiaan hakiki di dunia dan akhirat dalam naungan
ridha Allah SWT. Amin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي
الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ
الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأسْتَغْفِرُوا اللهَ
الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ
هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR
إِنَّ الْحَمْدَ
للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ. وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ
اَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ
وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ
لَا شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أۤلِهِ
وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.
أَمَّابَعْدُ: فَيَا عَبَادَ اللهِ،
أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ تَعَالَى وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى: كُنْتُمْ
خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ
عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آَمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ
لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ
Sidang Jum’at yang berbahagia
Dalam
saat-saat yang berbahagia ini, mari kita bersama-sama meningkatkan takwa kepada
Allah dengan menumbuhkan kesungguhan kita di dalam mentaati perintah-perintah
Allah kita laksanakan sebaik-baiknya dan menjauhi larangan-larangannya,
sehingga kita ini benar-benar dapat termasuk golongan orang-orang yang
mendapatkan perlindungan dan keselamatan dari Allah, baik ketika masih hidup di
dunia ini maupun kelak setelah kita kembali ke hadlirannya, bahkan kita
berharap kepada Allah dengan lantaran ketakwaan kita kepadanya secara benar,
semoga kelak di akhirat ditempatkan di surganya.
Sidang Jum’at yang berbahagia
Memang
untuk menjadi mukmin dan muslim yang berbahagia dalam hidupnya lantaran
keberuntungan dan keselamatan yang diperolehnya dari Allah adalah berat sekali,
tetapi jika direnungkan oleh akal fikiran yang sehat, maka sebagai hamba Allah
yang mau tidak mau harus berbakti pada Dzat yang menciptakannya, seharusnyalah
menjadikan dirinya sebagai mukmin yang baik, tangguh imannya, rajin beribadah,
tidak mudah tergelincir oleh godaan hawa nafsu syaithaniah adalah suatu hal
yang ringan, suatu hal yang tidak berat dan tidak membahayakan hidup dan
sebagainya.
Kalau
kita sudah tidak lagi menjadi orang yang baik, imannya goncang terus menerus,
ibadahnya malas enggan menjadi manusia yang taat kepada dzat yang
menciptakannya, di dalam kehidupan sehari-hari selalu karena dorongan hawa
nafsu syaithaniah guna mencukupi
kebutuhan hidup agar dapat puas dan bebas dalam kehidupannya di dunia ini,
sehingga hal yang demikian itu menjalar kepada hampir setiap anggota
masyarakat, mereka melakukan kemaksiatan secara terang-terangan pula, maka
timbullah di sana-sini kemaksiatan menjadi tuntunan dan kebenaran perintah
Allah hanya menjadi tontonan saja.
Dalam
suasana seperti itu, mari pada kesempatan kita sedang bertaqarrub kepada ini,
kami mengajak kepada segenap kaum muslimin agar kita dapat berusaha sekuat
mungkin untuk mencegah jangan sampai kemaksiatan-kemaksiatan itu semakin hari
semakin bertambah banyak, semakin meraja lela, kita tunjukkan mereka yang
tergelincir dalam kemaksiatn tersebut kepada tindakan-tindakan yang terpuji
oleh Allah dan di hargai pula oleh masyarakat dan negara. Inilah yang di sebut
amar amar ma’ruf nahi mungkar.
Allah
berfirman :
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ
إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ
وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
”Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang
munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”. (Qs. Ali Imran:
104)
Ketahuilah
wahai kaum muslimin, bahwasanya sudah menjadi sunnatullah, apabila
kemaksiatan-kemaksiatan, kemungkaran, kejahatan, perzinaan telah berkembang
dengan pesat dan dilakukan oleh penghuni dunia ini dengan terang-terangan, tanpa
ada rasa malu sedikitpun. Juga terhadap kepercayaan dan keimanan manusia kepada
Allah sudah mulai pudar kantaran terbius oleh godaan dunia, budi pekerti yang
luhur-luhur sudah mulai berantakan dan berubah menjadi perbuatan yang
menjijikkkan, amalan-amalan yang baik sudah tidak diutamakan, tetapi anehnya,
perbuatan yang jelek malah menjadi kebanggaan, kebanyakan manusia hidup
diperintah oleh hawa nafsu angkara murka, perintah setan yang diindahkan,
mereka lebih senang hidup bebas tanpa terikat dengan peraturan agama,
masyarakat dan negara, maka ketika suasana seperti itulah Allah menurunkan
bencana kerusakan di muka bumi.
Kaum muslimin sidang jum’ah yang berbahagia
Timbullah
ketika itu pula berbagai macam kejahatan manusia, bunuh membunuh antar
sesamanya semakin meraja lela, anak lahir terus menerus disana sini tanpa
diketahui siapa ayahnya, bagi mereka yang kuat semakin berani menekan yang
lemah, bahkan bangsa yang satu berkeinginan membinasakan kepada bangsa yang
lainnya.
Karena
perbuatan manusia seperti itulah suasana dunia menjadi kacau, disana sini
timbul bencana yang membawa malapetaka, bahkan sempat mengancam jiwa manusia,
kita lihat dimusim kemarau yang panjang timbul
kekeringan, tumbuh-tumbuhan, pertanian menjadi mati semua, dimusim
hujan, timbul banjir yang sulit ditanggulangi, sawah-sawah yang ada
tanaman-tanamanya tergenang air dan menghancurkannya, rumah-rumah banyak yang
roboh, bahkan sempat merenggut jiwa manusia, tanah longsor sering kita dengar
terjadi disana sini, gempa bumi sempat timbul di tengah-tengah kehidupan kita,
perlombaan senjata modern sempat membuat manusia berkeinginan hendak membunuh
satu dengan yang lain, penyakit berbahaya berjangkit di tengah-tengah
masyarakat.
Keadaan
yang demikian menyebabkan kehidupan manusia atau masyarakat suatu bangsa
menjadi bingung dan kacau balau. Benarlah firman Allah yang berbunyi:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ
وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي
عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
”Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan
karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka
sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang
benar)”. (Qs. Ar-Rum: 41)
Tegasnya,
apabila mereka secara terus menerus berlaku buruk, berbudi rusak, lupa kepada
Allah dzat yang menciptakannya, maka sungguh Allah tidak akan merubah nasib
masyarakat itu, bahkan bisa jasi lebih parah, yakni semua nikmat yang sudah
diberikan kepada mereka di cabut kembali oleh Allah, satu demi satu, sedikit
demi sedikit sampai habislah riwayat seseorang. Tapi jika mereka bersikap
patuh, bertindak baik, bersedia merubah dirinya menjadi manusia yang berbudi
luhur, bertakwa kepada Allah, taat melaksanakan semua yang diperintahkan dan
nyata-nyata meninggalkan semua yang dilarang oleh Allah, maka justru
nikmat-nikmat yang sudah diberikan Allah semakin di tambah lebih banyak lagi.
Uraian
di atas sesuai dengan bunyi dan maksud firman Allah :
ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ لَمْ يَكُ
مُغَيِّرًا نِعْمَةً أَنْعَمَهَا عَلَى قَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا
بِأَنْفُسِهِمْ وَأَنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
”(Siksaan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya
Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu nikmat yang telah
dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu merubah apa-apa yang ada
pada diri mereka sendiri, dan Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha
mengetahui”. (Qs. Al-Anfal: 53).
Dalam
keadaan yang demikian itulah, maka sebagai orang mukmin tidak boleh diam saja,
tidak boleh membiarkan kemaksiatan dan kemungkaran semakin bertambah meraja
lela, tetapi harus bisa merubah keadaan itu menjadi lebih baik dan semakin
bertambah baik, agar Allah tidak menjatuhkan siksa berupa bencana dan malapetaka
serta tidak pula mencabut kembali akan
nikmat-nikamt yang telah diberukan. Kita harus sanggup mengajak mereka kejalan
yang lurus, kita angkat mereka dari lembah yang penuh lumpur itu dan kita
tempatkan diatas permadani yang penuh
keselamatan.
Dari
sinilah kaum muslimin diwajibkan untuk beramar ma’ruf dan nahi mungkar dengan
cara yang baik dan bijaksana, tidak boleh dengan kekerasan dan menghalalkan
semua cara, yakni kita beritahu mereka bahwa yang ini buruk dan yang itu baik;
pilihlah yang lurus jangan yang bengkok, berjalanlah di atas jalan yang terang
benderang jangan berada di jalan yang penuh kegelapan; berbuatlah yang baik,
jauhkan dan tinggalkanlah yang buruk dan jadilah mukmin yang taat jangan
menjadi mukmin yang berani menentang hukum-hukum atau perarturan-peraturan
Allah.
Kaum muslimin yang berbahagia
Mari
kita berdo’a ke hadirat Allah, semoga kita tetap diberi kekuatan lahir dan
batin, terutama dalam mengemban amanah memelihara masyarakat lingkungan kita
agar menjadi mukmin yang mau kembali kepada jalan lurus dan diridlai oleh Allah
lantaran ketekunan kita dalam membina dan melestarikan ajaran agama Islam
dengan beramar ma’ruf dan nahi mungkar. Sehingga terwujudlah suasana masyarakat
yang penuh kedamaian, kebahagiaan dan keselamatan dunia dan kelak sampai di
akhirat. Amin ya rabbal alamin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي
الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ
الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأسْتَغْفِرُوا اللهَ
الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ
هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
KEUTAMAAN SEDEKAH
إِنَّ الْحَمْدَ
للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ. وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ
اَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ
وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ
لَا شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أۤلِهِ
وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.
اَمَّا بَعْدُ: فَيَا عِبَادَ اللهِ
اُوْصِيْكُمْ وَاِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى: قُلْ
لِعِبَادِيَ الَّذِينَ آَمَنُوا يُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُنْفِقُوا مِمَّا
رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا بَيْعٌ
فِيهِ وَلَا خِلَالٌ
Jama’ah Jum’at Rahimakumullah
Mari
kita tingkatkan takwa kita kepada Allah SWT dengan berusaha sekuat mungkin
menekuni, mentaati dan cinta melaksanakan perintah-perintah Allah dan membuang
jauh-jauh larangan-laranganNya untuk seterusnya kita tinggalkan. Segala sesuatu
yang dicintaipun kita laksanakan sebaik-baiknya dan yang dibenci serta dimurkai
Allah kita tinggalkan. Dengan demikian kita mudah-mudahan termasuk golongan
orang yang senantiasa bertakwa kepada Allah sepanjang hidup ini.
Jama’ah Jum’at Rahimakumullah
Sedekah
berasal dari bahasa Arab, shadaqah, yang berarti suatu pemberian yang
diberikan oleh seorang muslim kepada orang lain secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh
waktu dan jumlah tertentu. Juga berarti suatu pemberian yang diberikan oleh seseorang sebagai
kebajikan yang mengharap ridla Allah dan pahala semata. Sedekah dalam
pengertian diatas oleh para fuqoha (ahli fiqh) disebut shadaqah at-tathawwu’
(sedekah secara spontan dan sukarela).
Di
dalam Al Qur’an banyak sekali ayat yang menganjurkan kaum muslimin untuk
senantiasa memberikan sedekah. Al Qur’an mengulang kata sedekah sebanyak 43
kali dengan beberapa istilah namun maknanya sama, seperti infaq, al qardh dan
sedekah.
Diantara
ayat yang dimaksud adalah firman Allah SWT Qs. An-Nisa’ ayat 114:
لَا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ
نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ
النَّاسِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ
أَجْرًا عَظِيمًا
”Tidak ada kebaikan pada kebanyakan
bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh
(manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian di
antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keredhaan
Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar”.
Hadits
Nabi yang menganjurkan sedekah juga tidak sedikit jumlahnya. Dalam salah satu
haditsnya, Rasulullah SAW bersabda yang artinya : ”Jagalah dirimu dari api neraka walau hanya dengan setengah biji kurma
dan bila tidak menemukannya, maka hendaklah dengan kalimat yang baik”.
(H.R. Bukhari-Muslim).
Dari
segi bentuknya, sedekah sesungguhnya tidak dibatasi pemberian dalam bentuk
uang, tetapi sejumlah amal kebaikan yang dilakukan seorang muslim, termasuk
sedekah sebagaimana hadits dari Abu Musa r.a. berkata bahwa Nabi SAW bersabda, ”Tiap
muslim wajib bersedekah.” Sahabat bertanya, ”Jika tidak dapat?” Nabi menjawab,
”Bekerjalah dengan tangannya yang berguna bagi dirinya dan ia dapat
bersedekah.” Sahabat bertanya lagi, ”Jika tidak dapat?” Jawab Nabi, ”Membantu
orang yang sangat membutuhkan,” Sahabat bertanya lagi, ”Jika tidak dapat?”
Jawab Nabi, ”Menganjurkan kebaikan.” Sahabat bertanya lagi, ”Jika tidak dapat?”
Nabi menjawab, ”Menahan diri dari kejahatan, maka itu sedekah untuk dirinya
sendiri.”
Hadits
tersebut menggambarkan 4 tingkatan. Pertama, bekerja dan berusaha dengan
kemampuannya sehingga ia mendapat keuntungan dan dari keuntungan itu ia dapat
bersedekah. Keutamaan seorang muslim jika ia bekerja dengan tekun penuh
keikhlasan, ia akan kuat secara ekonomi yang dipandang olaeh Allah lebih baik
dan lebih dicintai. Kepada muslim yang diberi rizki oleh Allah kemudian ia
menyedekahkannya di jalan Allah, kita patut meneladaninya.
Jama’ah Jum’at Rahimakumullah
Kedua,
membantu orang yang sangat butuh bantuan. Sangat dianjurkan sebagai salah satu
bentuk kepedulian kemanusiaan, Allah berfirman dalam suarat Al-Baqarah ayat
280:
وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ
إِلَى مَيْسَرَةٍ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
”Dan jika orang yang berutang itu dalam kesukaran, maka
berilah tangguh sampai dia memiliki kelapangan dan kemampuan. Dan bersedekahlah
sebagian atau seluruh piutangnya itu lebih baik bagimu jika kamu betul-betul
tahu.”
Ketiga, menyuruh
kepada kebaikan. Kebaikan yang dilakukan oleh seseorang karena perintah dari
seorang muslim akan menjadi sedekah
karena siapa yang menunujukkan kepada kebaikan, maka seolah-olah ia
melakukan kebaikan sebagaimana seseorang melakukan kebaikan.
Keempat,
menahan diri dari perbuatan buruk yang dapat menjerumuskan seseorang pada kezaliman sebagai bentuk sedekah, karena
menahan diri adalah sikap yang cukup sulit untuk dilakukan dan hanya orang yang
terlatih saja yang akan mampu menahan diri dari segala bentuk kejelekan.
Dalam
hadits lainnya, Rasulullah memerintahkan setiap orang memberi sedekah setiap
hari. Beliau bersabda, ”Hendaklah masing-masing tiap-tiap pagi bersedekah
untuk persendian badannya, maka setiap kali bacaan tasbih adalah sedekah,
setiap tahmid itu sedekah dan sebagai ganti itu semua, cukuplah mengerjakan
shalat dhuha dua rakaat.”
(H.R.Muslim, Ahmad dan Abu Daud).
Jama’ah Jum’at Rahimakumullah
Dari
penjelasan hadits di atas, sedekah tidak mesti dengan hanya mengeluarkan
sejumlah materi atau uang, tetapi semua amal kebajikan yang dilakukan seorang
muslim, seperti menciptakan kebersihan lingkungan, bersikap santun, memberikan
pendidikan agama kepada anak dan istri dan bahkan memberikan senyuman pun
adalah sedekah.
Jadi,
sedekah itu bermakna luas dan tinggi. Oleh karenanya Islam hadir meluruskan
persepsi yang keliru tentang sedekah yang hanya bertumpu pada materi. Sedekah adalah sumber kebajikan yang
menjalin hubungan kemanusiaan dengan empati, kasih sayang dan persaudaraan.
Memberi adalah sumber kebahagiaan, dan seorang muslim merasa bahagia jika dapat
membahagiakan orang lain dengan apa yang ada pada dirinya.
Dalam
bersedekah faktor keikhlasan merupakan hal penting. Pahala sedekah akan lenyap bila si pemberi selalu menyebut-nyebut
sedekah yang telah ia berikan atau menyakiti perasaan si penerima. Hal ini
ditegaskan oleh Allah SWT. Dalam firman-Nya QS. Al-Baqarah ayat 264 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا
تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَى
”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan jangan menyakiti
perasaan si penerima.”
Jama’ah Jum’at Rahimakumullah
Bersedekah
merupakan aktivitas seorang muslim yang memiliki sifat keutamaan, karena
ketinggian derajat seorang muslim di tentukan oleh sebesar dan sejauhmana ia
memiliki kepedulian dan kepekaan sosial kepada muslim yang lainnya. Beberapa
keutamaan bersedekah adalah :
Pertama,
sedekah membebaskan siksa api neraka. Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda
yang artinya :
تَصَدَّقُوْا فَإِنَّ الصَّدَقَةَ
فِدَاءُكُمْ مِنَ النَّارِ
”Bersedekahlah kalian karena sedekah dapat
membebaskan dari api neraka ” (HR. Ath-Thabrani).
Kedua,
dibalas pahala yang berlipat, dalam surat Al-Baqarah ayat 261:
مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ
فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ
سُنْبُلَةٍ مِئَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ
عَلِيمٌ
”Perumpamaan (nafkah yang
dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah
serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir
seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki.
dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui”.
Ketiga,
sedekah dapat merubah penderitaan menjadi kebahagiaan, menambah berkah umur dan
menolak kejahatan. Dalam sebuah sabdanya yang diriwayatkan Abu Naim, Rasulullah
menegaskan yang artinya,”Memberi sedekah,
menganjurkan kebaikan, berbakti kepada orang tua dan silaturahmi dapat mengubah
penderitaan menjadi kebaikan, menambah berkah umur dan menolak kejahatan”.
Keempat,
sedekah dapat memadamkan murka Allah. Sabda Rasulullah SAW yang artinya : ”Sesungguhnya sedekah dapat memadamkan murka
Allah seperti air memadamkan api”.
Jama’ah Jum’at Rahimakumullah
Kelima,
sedekah dapat melipatgandakan harta, secara logika harta yang disedekahkan
dapat berkurang namun secara keimanan sesungguhnya akan bertambah. Hal tersebut
sudah dibuktikan oleh sahabat Nabi yang bernama Abdur Rahman bin Auf seorang
saudagar kaya.
Dalam
sebuah riwayat ia memberikan sedekah seluruh barang dagangannya kepada fakir
miskin di kota Madinah, setelah pemberian itu, harta Abdur Rahman Bin Auf malah
bertambah dan tidak jatuh miskin.
Dan
keenam, Rasulullah SAW bersabda: ”Tujuh
orang yang dilindungi Allah pada hari dimana tiada perlindungan kecuali
dari-Nya, .... (salah satunya) orang yang bersedekah secara diam-diam sehingga
tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfaqkan oleh tangan kanannya.”
(H.R. Bukhari Muslim)
Jama’ah Jum’at Rahimakumullah
Sebagai
penutup khutbah ini, marilah kita senantiasa memohon kepada Allah SWT, semoga
kita termasuk orang-orang yang menyukai dan mencintai bersedekah dan berinfaq
di jalan Allah dengan ikhlas sehingga memperoleh ampunan dan ridha Allah SWT.
Amin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي
الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ
الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأسْتَغْفِرُوا اللهَ
الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ
هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
AMALAN DI BULAN DZULHIJJAH
اَلْحَمْدُ
للهِ القَوِيِّ الْمَتِيْنِ، سُبْحَانَهُ
وَتَعَالَى خَلَقَ الإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ، وَهَدَاهُ لِلْمَنْهَجِ القَوِيمِ،
وَسَنَّ شَرَائِعَ فِيهَا القُوَّةُ وَالتَّمكِينُ، بِحِكْمَتِهِ
نُؤْمِنُ، وَبِقُدْرَتِهِ نُوقِنُ، عَلَيْهِ نَتَوَكَّلُ، وَإِيَّاهُ
نَستَعِينُ، أَحْمَدُهُ تَعَالَى بِمَا هُوَ لَهُ أَهْلٌ مِنَ الْحَمْدِ
وَأُثْنِي عَلَيْهِ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لا
شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيَّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا
عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ، لَمْ يَزَلْ مُتَوَكِّلاً عَلَى رَبِّهِ، وَاثِقًا
بِوَعدِهِ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ، وَعَلَى
كُلِّ مَنْ اقْتَفَى أَثَرَهُ وَتَرَسَّمَ خُطَاهُ إِلَى يَومِ
الدِّينِ.
اَمَّا
بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ اللهِ : اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا
وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Jama’ah
Jum’at yang dirahmati Allah SWT,
Pada kesempatan
yang berbahagia ini, marilah kita senantiasa bersyukur kepada Allah SWT dengan
senantiasa meningkatkan iman dan takwa kita kepada Allah SWT, menjalankan
segala perintah-Nya dan menjauhi, meninggalkan segala larangan-Nya. Semua
bentuk ketakwaan itu pada dasarnya adalah untuk kebaikan kita sendiri. Jika
kita hidup sesuai aturan Dzat yang membuat hidup, insya Allah kita akan
mendapatkan kebahagiaan hakiki di dunia dan akhirat.
Jama’ah
Jum’ah Rahimakumullah
Kita saat ini telah memasuki bulan Dzulhijjah. Dengan demikian
kita telah dua bulan keluar dari madrasah Ramadhan, dan kini bersiap dengan
tarbiyah Allah SWT yang lain, yakni madrasah Dzulhijjah. Mengapa disebut
madrasah Dzulhijjah? Karena pada bulan ini ada tiga ibadah besar yang sarat
dengan nilai-nilai tarbiyah, yaitu haji, shalat Idul Adha dan qurban. Di
samping ada pula ibadah sunnah muakkad bagi yang tidak menunaikan haji yakni
puasa Arafah.
Karenanya,
melalui mimbar Jum’at ini, saya mengajak kepada kita semua untuk berbenah diri
di bulan Dzulhijjah ini. Sehingga saat ia datang menjumpai kita, kita telah
siap dengan amalan-amalan di bulan ini sekaligus mengambil nilai-nilai tarbiyah
yang ada di dalamnya.
Jama’ah
Jum’at yang dirahmati Allah SWT,
Saat ini
sebagian saudara-saudara kita yang menunaikan ibadah haji telah berada di tanah
suci. Inilah rangkaian ibadah yang mengandung muatan tarbiyah historis yang
luar biasa. Agar manusia mengambil pelajaran yang tak ternilai dari sana. Bukan
hanya bagi mereka yang sudah dipanggil Allah dalam menunaikannya, tetapi juga
bagi kita yang belum berkesempatan menjalankan rukun Islam yang kelima.
Diantara
pelajaran yang begitu tampak dari ibadah haji adalah deklarasi persamaan
derajat manusia di dalam Islam. Islam bukanlah agama yang mempertahankan atau
mendukung diskriminasi atas dasar warna kulit dan suku bangsa. Allah tidak
membedakan manusia dari segi hartanya, popularitas, maupun jabatan dan kekuasaannya.
Karenanya berkumpulnya jutaan orang di Masjidil Haram, mereka semua setara!
Semuanya berbaur menjadi satu sebagai hamba Allah; tak ada bedanya antara
presiden dan rakyat biasa, tak ada bedanya antara direktur dan petani-petani
desa. Bahkan saat ihram, sekaya dan setinggi apapun jabatan seseorang, mereka
semua sama hanya berbalut kain ihram yang tidak berjahit.
Kita pun, yang
tidak berada di Masjidil Haram, seharusnya sadar akan hakikat nilai manusia di
hadapan Allah SWT. Kita semua sama. Yang membedakan dan membuat seseorang lebih
mulia daripada lainnya adalah ketakwaannya.
إِنَّ
أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللهِ أَتْقَاكُمْ
“Sesungguhnya
manusia yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.”
(Qs.
al-Hujurat: 13)
Hakikat ini
seharusnya tertanam kuat dalam jiwa kita dan menjadi pemicu bagi kita untuk
terus meningkatkan ketakwaannya. Sementara banyak orang yang mengumpulkan bekal
untuk kehidupan dunianya, Allah menunjukkan pula kepada kita untuk
mempersiapkan sebaik-baik bekal, yakni takwa.
وَتَزَوَّدُوا
فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى
“Dan
berbekallah kalian. Sesungguhnya bekal yang terbaik adalah takwa.” (Qs.
al-Baqarah: 197)
Jama’ah
Jum’at yang dirahmati Allah SWT,
Selain nilai
tarbiyah di atas, haji juga sarat dengan napak tilas sejarah Nabi Ibrahim dan
keluarganya. Ka’bah merupakan tempat ibadah yang dibangun pertama kali oleh
Nabi Ibrahim. Ia simbol ketauhidan, dan ke arahnya umat Islam berkiblat dalam
shalat. Sa’i mengingatkan ikhtiar serius istri Nabi Ibrahim, Hajar, dalam upaya
regenerasi ahli tauhid. Melontar jumrah juga merupakan simbol perlawanan kepada
setan, yang telah dicontohkan Nabi Ibrahim, dan hingga kiamat nanti statusnya
memang tidak pernah berubah; setan adalah musuh yang nyata bagi orang yang
beriman.
Lebih dari itu,
semua ibadah haji merupakan kepatuhan dan ketundukan total kepada Allah sebagai
pembuat syariat. Bagaimana petunjuk Allah dalam beribadah, begitulah kita harus
mengerjakannya. Bagaimana perintah Allah kepada orang beriman, begitulah ia
harus sami’na wa atha’na. Dengan demikian ibadah haji menjadi ibadah
yang sangat berat. Selain menyediakan biaya yang sangat besar dan membutuhkan
fisik yang prima, kondisi ruhiyah juga harus terjaga selama ibadah ini
ditunaikan. Maka, sebanding dengan beratnya kombinasi dari ibadah qalbiyah,
ibadah badaniyah, dan ibadah maliyah ini, Allah telah menyediakan balasan yang
luar biasa pula:
الْحَجُّ
الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ
“Haji yang
mabrur, tidak ada balasannya kecuali surga.” (HR. Bukhari
dan Muslim)
Lalu bagaimana
dengan kita yang di bulan Dzulhijjah 1434 H ini belum mampu menunaikan haji?
Masih ada banyak kesempatan amal untuk kita kerjakan.
1. Memperbanyak
ibadah dan amal shalih di sepuluh hari pertama Dzulhijjah
Bagi kita yang
tidak berhaji pun, kesempatan emas terbuka untuk meraih banyak keutamaan di
bulan Dzulhijjah. Memperbanyak ibadah pada tanggal 1 Dzulhijjah sampai dengan
10 Dzulhijjah merupakan pilihan yang mulia, sebab banyak hadits yang
menjelaskan keutamaannya. Ibadah itu bisa berupa memperbanyak shadaqah,
berdzikir, tilawah, dan amal shalih lainnya.
Rasulullah SAW
bersabda:
مَا مِنْ أَيَّامٍ
أَعْظَمَ عِنْدَ اللَّهِ وَلاَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنَ الْعَمَلِ
فِيهِنَّ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ الْعَشْرِ فَأَكْثِرُوا فِيهِنَّ مِنَ
التَّهْلِيلِ وَالتَّكْبِيرِ وَالتَّحْمِيدِ
“Tidak ada
hari-hari yang dianggap lebih agung oleh Allah SWT dan lebih disukai untuk
digunakan sebagai tempat beramal sebagaimana hari pertama hingga kesepuluh
Dzulhijjah ini. Karenanya, perbanyaklah pada hari-hari itu bacaan tahlil,
takbir, dan tahmid.” (HR. Ahmad)
2. Puasa
Tarwiyah (tanggal 8) dan Arafah (tanggal 9)
Puasa ini
disunnahkan bagi kita yang tidak sedang mengerjakan haji. Adapun bagi mereka
para Jama’ah haji, mereka tidak diperbolehkan berpuasa. Saat itu mereka harus
wukuf di Arafah. Dengan demikian, keutamaan hari Arafah bisa dinikmati oleh
orang yang sedang berhaji maupun yang tidak sedang berhaji.
Keutamaan puasa
Arafah ini diriwayatkan oleh Abu Qatadah r.a. :
سُئِلَ عَنْ
صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ فَقَالَ : يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ
“Rasulullah
SAW pernah ditanya tentang puasa hari Arafah, beliau menjawab, “Puasa itu
menghapus dosa satu tahun yang lalu dan satu tahun berikutnya.”
Mendengar
keutamaan puasa Arafah ini, pantaslah bila pada hari Arafah itu banyak orang
yang dibebaskan Allah SWT dari siksa neraka.
مَا مِنْ
يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ مِنْ
يَوْمِ عَرَفَةَ
Tidak ada
satu hari yang pada hari itu Allah membebaskan para hamba dari api neraka yang
lebih banyak dibandingkan hari Arafah.
3. Shalat
Idul Adha
Amal khusus di
bulan Dzulhijjah berikutnya adalah Shalat Idul Adha. Jumhur ulama’ menjelaskan
bahwa hukumnya sunnah muakkad, dan ada beberapa ulama’ yang berpendapat
hukumnya wajib. Jika pada shalat idul fitri disunnahkan makan terlebih dahulu
sebelum berangkat shalat, maka shalat idul adha adalah kebalikannya:
disunnahkan makan setelah shalat id.
4. Berqurban
Amal lainnya
yang sangat istimewa dan khusus di bulan Dzulhijjah ini adalah qurban. Ibadah
qurban ini juga sarat dengan nilai tarbiyah. Bahkan sejarah disyariatkannya
qurban pada masa Nabi Ibrahim adalah sejarah pengorbanan, ketaatan, serta
proses taurits di dalam keluarga muslim. Kita sekarang tidak
diperintahkan untuk menyembelih Ismail-ismail kita, tetapi menyembelih kambing,
domba, sapi, atau sebagai bentuk ketaatan dan pengorbanan kita kepada Allah. Keutamaan
qurban disebutkan dalam hadits:
مَا عَمِلَ
آدَمِىٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ إِهْرَاقِ
الدَّمِ إِنَّهَا لَتَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا
وَأَظْلاَفِهَا وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللَّهِ بِمَكَانٍ
قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنَ الأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا
“Tidak ada
amalan yang diperbuat manusia pada Hari Raya Kurban yang lebih dicintai oleh
Allah selain menyembelih hewan. Sesungguhnya hewan kurban itu kelak pada hari
kiamat akan datang beserta tanduk-tanduknya, bulu-bulu, dan kuku kukunya.
Sesungguhnya sebelum darah kurban itu mengalir ke tanah, pahalanya telah
diterima Allah. Maka tenangkanlah jiwa dengan berkurban.” (HR. Tirmidzi)
Demikianlah
amal-amal khusus selama bulan Dzulhijjah. Semoga di bulan Dzulhijjah ini
semakin mendekatkan kita kepada Allah SWT sehingga kita memperoleh ridha,
rahmat, dan ampuan-Nya. Dengan demikian, kita bisa berharap bertemu Allah kelak
di surga. Amin ya rabbal alamin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي
الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ
الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأسْتَغْفِرُوا اللهَ
الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ
هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
TUJUH GOLONGAN DALAM NAUNGAN ALLAH
إِنَّ الْحَمْدَ
للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ. وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ
اَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ
وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ
لَا شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أۤلِهِ
وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.
أَمَّا بَعْدُ:
اَمَّا بَعْدُ: فَيَا
عِبَادَ اللهِ اُوْصِيْكُمْ وَاِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. وَقَالَ
اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْأۤنِ الْكَرِيْمِ: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا
اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ
مُّسْلِمُوْنَ.
Ma’syiral Muslimin Rahimakumullah
Marilah kita semua meningkatkan kualitas
ketakwaan kita dengan semakin merasa takut melanggar segala larangan-Nya dan
mentaati berbagai perintah-Nya. Hanya takwalah yang mampu menghantarkan kita
kepada kesuksesan mengarungi kehidupan dunia dan akhirat. Terlebih di akhirat
nanti, ketika seluruh manusia mengalami ketakutan dan kecemasan menghadapi hari
pembalasan, Allah memberikan naungan pengamanan kepada 7 golongan manusia,
dimana tidak ada naungan pada hari itu selain naungan Allah.
سَبْعَةٌ
يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ
Maa’syiral Muslim Rahimakumullah
Pertama, اِمَامٌ عَادِلٌ (Imamun Adilun), pemimpin yang adil.
Pemimpin memiliki pengaruh yang besar. Keputusannya mempengaruhi kehidupan
masyarakat dan negaranya, dimana kesalahan dalam pengambilan keputusan akan membawa
musibah; sedangkan kebenarannya akan membawa rahmah. Keadilan bukanlah perkara
yang susah karena sesungguhnya keadilan selalu hadir di dalam hati yang paling
dalam. Hanya saja manusia sering mengabaikannya, atau pura-pura tidak
mendengarkan bila nurani berbicara.
Perlu diwaspadai bahwa pemimpin itu
banyak godaan dan cobaan. Terutama rayuan akan gemerlap harta dan dunia. Maka
dari itu kesuksesan seseorang menjadi pemimpin yang adil adalah garansi
keamanan dari Allah SWT di hari kiamat kelak. Sebagaimana hadits Rasulullah saw
Dari Abi Hurairah ra bahwa Nabi saw bersabda: “Sesungguhnya orang-orang
yang berbuat adil di sisi Allah (balasannya) adalah mereka berada di atas
mimbar dari cahaya di sisi kanan Allah yang Maha Rahman dan kedua tanganNya
adalah kanan, yaitu orang-orang yang berlaku adil di dalam menghukumi dan adil
terhadap keluarga mereka serta adil terhadap apa yang menjadi tanggung jawab
mereka.”
Namun juga sebaliknya, bila
kepemimpinan itu tersia-siakan, maka Allah akan membalasnya. Rasulullah saw
bersabda: “Tidaklah seorang hamba diberikan oleh Allah untuk mengurusi
perkara rakyat kemudian dia mati dalam keadaan menipu rakyatnya kecuali Allah
akan mengharamkan surga atas dirinya.”
Jama’ah Jum’ah yang Berbahagia
Kedua, اَلشَّابُ نَشَاءَ
فِى عِبَادَةِ اللهِ (Al-Syab nasya’a fi ibadatillah), anak muda yang
tekun beribadah kepada Allah. Pemuda adalah harapan agama dan negara.
Perjuangan bangsa ini dimasa penjajahan dipenuhi dengan pemuda. Sungguh beban
pemuda sangatlah berat. Bahkan masa depan Islam di Indonesia juga tergantung di
tangan pemuda. Jika pemuda hari ini tidak memahami Islam dengan baik dan benar,
maka tidak ayal Islam bisa menjadi sekedar nama di Indonesia.
Pemuda menjadi penting karena pemuda
adalah penguasa masa depan. Syubbanul Yaum Rijalul Ghad. Pemuda saat ini
adalah tokoh masa depan. Bahkan ketergantungan Islam di Indonesia adalah kepada
pemuda.
إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ آَمَنُوا بِرَبِّهِمْ.
وَزِدْنَاهُمْ هُدًى
“Sesungguhnya mereka adalah
pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk
mereka petunjuk.”
(Qs. al-Kahfi: 13)
Ketiga, رَجُلٌ مُعَلَّقٌ قَلْبُهُ فِى
الْمَسَاجِدِ (Rajulun
mu’allaqun qalbuhu fil masajid). Lelaki yang hatinya selalu berhubungan
dengan masjid. Masjid sebagai rumah Allah harus menjadi sumber inspirasi.
Inspirasi yang memajukan jiwa maupun ekonomi umat. Karena kesehatan ekonomi
menjadi pilar dari kesehatan jiwa. Dan kesehatan jiwa sangat berpengaruh pada
kondisi agama.
Jadikanlah masjid sebagai tempat
mencari persamaan bukan memperbesar perbedaan. Orang yang selalu memikirkan
masjid berarti mereka juga memikirkan masyarakat sekitar masjid, masyarakat
muslim yang selalu menjalankan perintah Allah lima kali setiap hari. Orang yang
demikian akan mendapatkan perlindungan dari Allah SWT kelak di hari akhir.
Masjid dan umat bisa diibartakan
bagaikan ikan dan air yang tak terpisahkan. Umat yang menjauhi masjid seperti
ikan yang menjauhi air, akan segera mati. Maka siapapun yang berusaha mengairi
ikan berarti ia telah memberi kehidupan pada air itu, dan siapapun yang
menghidupkan masjid maka Allah akan menghidupinya.
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آَمَنَ
بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآَتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ
يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ فَعَسَى أُولَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ
“Hanya yang
memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan
hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut
(kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang
diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Qs. al-Taubah: 18)
Demikianlah jaminan yang diberikan
Allah kepada mereka yang selalu memikirkan masjid sebagaimana keterangan sebuah
hadits Dari Abi Darda' ra dia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Masjid
adalah rumah untuk setiap orang yang bertakwa. Allah akan memberikan
jaminan bagi orang yang menjadikan mesjid sebagai rumahnya dengan ruh,
rahmat dan bisa melewati sirath dengan selamat menuju ridha Allah yang
menyampaikannya ke dalam surga.”
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Keempat, وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ
اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ (Wa-rajulani tahabba fillah ijtama’a alaihi
watafarroqo), dua orang lelaki yang saling mencintai karena Allah di mana
dia berkumpul dan berpisah kerena Allah. Sebab ikatan keimanan yang paling kuat
adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ
يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ
وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ
يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لائِمٍ ذَلِكَ فَضْلُ
اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman,
barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan
mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya,
yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras
terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut
kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya
kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi
Maha Mengetahui.” (Qs.
Al-Maidah: 54)
Kelima, وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ
مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ
إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ (Wa-rajulun tholabat-hu imro’atun dzatu manshibin
wajamalin faqola inni akhofullah), seorang lelaki yang diajak oleh seorang
wanita untuk berbuat mesum dengan dirinya, dia bukanlah wanita biasa, namun dia
adalah wanita yang memiliki kedudukan dan jabatan yang tinggi, dan Allah
memberinya kecantikan yang membuat dorongan fitnah semakin besar, dan
ketertarikan hati semakin kuat, kemudian lelaki itu berkata “sungguh aku takut
kepada Allah”. Begitu juga sebaliknya, jika terjadi pada diri seorang perempuan
hal serupa dan dia berani menolaknya, sungguh Allah akan mengamankannya di di
hari kiamat.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Keenam, وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى
حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا
تُنْفِقُ يَمِينُهُ (Wa-rajulun
tashoddaqo akhfa hatta la ta’lamu syimaluhu ma tunfiqu yaminuhu), lelaki
yang bersedekah dengan sembunyi-sembunyi hingga tangan kirinya tidak tahu apa
yang diberikan tangan kanannya. Dan itulah yang dimaksud dengan ikhlas, mengerjakan
sesuatu tanpa ada embel-embelnya.
إِنْ تُبْدُوا الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا
هِيَ وَإِنْ تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاءَ فَهُوَ خَيْرٌ لُّكُمْ
وَيُكَفِّرُ عَنكُمْ مِنْ سَيِّئَاتِكُمْ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيْرٌ
“Jika kamu menampakkan sedekah(mu)
Maka itu adalah baik sekali. dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan
kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah
akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah
mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Qs. al-Baqarah: 271)
Mengenai keikhlasan ini, Imam Ibnu
Rusyd berkata, “Sesuatu yang dilakukan karena Allah maka akan sangat
sempurna dan barang siapa melakukan sesuatu karena yang lain maka akab binasa,
yakni sia-sia amalnya.”
Ketujuh, رَجُلٌ
ذَكَرَ اللهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنُهُ (Wa-rajulun dzakarallaha khaliyan fa-fadhat ainuhu),
lelaki yang hatinya selalu ingat kepada-Nya dan mengagungkan-Nya, dia selalu
menyendiri dalam zikir kepada Allah, ia merenungkan keagungan dan
kebesaran-Nya, sehingga air matanya berlinangan karena rindu kepada Allah.
Allah mengapresiasi orang seperti ini dalam sabda-Nya:
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ
إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آياتُهُ
زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang
beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan
apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan Hanya
kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” (Qs.
al-Anfal: 2)
Demikianlah, khutbah kali ini semoga
benar-benar menjadi pelajaran bagi kita semua, agar bisa menjadi salah satu
golongan dari 7 golongan yang akan mendapatkan naungan pengamanan di sisi Allah
SWT. Amin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي
الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ
الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأسْتَغْفِرُوا اللهَ
الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ
هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
UJIAN
BAGI MUKMIN
إِنَّ الْحَمْدَ
للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ. وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ
اَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ
وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ
اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ
سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ
عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أۤلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.
اَمَّا بَعْدُ: فَيَا عِبَادَ اللهِ
اُوْصِيْكُمْ وَاِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى: تَبَارَكَ
الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ. الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ
لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
Hadirin Jama’ah Jum’at yang
berbahagia!
Marilah dalam kesempatan ini kita
senantiasa meningkatkan takwa kita kepada Allah SWT dengan sebenar-benar takwa,
yaitu melaksanakan apa yang diperintahkan-Nya dan menjauhi apa yang telah
menjadi larangan-Nya, kapanpun dan dimanapun. Dan marilah kita senantiasa menyadarkan dalam diri kita
bahwa Allah SWT mengetahui semua yang disembunyikan maupun yang dinampakkan
oleh hamba-hamba-Nya. Dan yakinlah bahwa Allah SWT Maha Mendengar, Maha
Bijaksana sekaligus sebagai tempat mengadu, berharap dan meminta serta tempat
dikembalikannya semua persoalan.
Ma’asyiral
Muslimin Rahimakumullah
Pada kesempatan Jum’at ini, marilah kita merenungkan salah satu firman
Allah dalam surat Al-‘Ankabut ayat 2 dan 3:
أَحَسِبَ
النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آَمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ (٢) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ
اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ (٣)
“Apakah
manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah
beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji
orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang
yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.”
Ayat ini menjelaskan bahwa ketika kita menyatakan diri sebagai mukmin atau
orang yang beriman, maka kita harus siap menghadapi ujian dan cobaan yang
diberikan Allah SWT kepada kita. Artinya ujian yang diterima oleh setiap mu’min
adalah sebuah keniscayaan. Semuanya itu untuk membuktikan sejauh mana kebenaran
dan kesungguhan kita dalam menyatakan iman, apakah iman kita itu betul-betul
bersumber dari keyakinan dan kemantapan hati, atau sekedar ikut-ikutan serta
tidak tahu arah dan tujuan.
Hadirin
Jama’ah Jum’at yang berbahagia
Ujian bagi seorang mukmin bukanlah tanpa alasan. Bagi siapa saja yang lulus
atas ujian tersebut, Allah telah menjanjikan balasan yang setimpal yakni surga.
Maka marilah kita bersiap-siap untuk menghadapi ujian berat yang akan diberikan
Allah kepada kita, dan bersabarlah kala ujian itu datang kepada kita. Allah
memberikan sindiran kepada kita, yang ingin masuk surga tanpa melewati ujian
yang berat.
أَمْ
حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ
خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ
“Apakah
kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, Padahal belum datang kepadamu
(cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu?” (Qs. al-Baqarah: 214)
Hadirin
sidang jum’at yang dimuliakan Allah
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimanakah Allah menguji hamba-hamba-Nya
yang beriman? Bagaimanakah bentuk ujian itu sendiri? Allah sendiri telah
memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut melalui firman-Nya:
كُلُّ
نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً
وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Tiap-tiap
yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan
kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada kamilah kamu
dikembalikan.” (Qs. al-Anbiya’: 35)
Dari ayat ini jelas sekali bahwa bentuk ujian dan cobaan itu sendiri ada dua
jenis: berupa kebaikan (kenikmatan) dan keburukan. Tetapi kebanyakan masyarakat
kita memahami bahwa ujian itu hanya dalam hal-hal yang buruk dan jelek saja,
seperti sakit, miskin, tertimpa musibah, kerugian harta benda, dan lain
sebagainya. Ketika ia mendapatkan rejeki yang melimpah, jabatan yang tinggi,
istri yang cantik, ataupun lahirnya seorang anak, kebanyakan dari kita tidak
menyadari bahwa itu semua juga adalah ujian dan cobaan yang diberikan kepada
Allah kepada hamba-hambanya yang beriman.
Adapun mengenai ujian yang tidak menyenangkan, telah diterangkan oleh Allah
dalam surat al-Baqarah: 155:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ
بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ
وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
“Dan
sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada
orang-orang yang sabar.”
Dari ayat di atas, dapat dipahami bahwa yang termasuk fitnah keburukan
diantaranya adalah rasa takut, kelaparan, kekurangan harta, kekurangan jiwa dan
buah-buahan. Menghadapi ujian yang
tidak menyenangkan ini, kita sebagai orang mukmin haruslah bersikap sabar dan
yakinlah bahwa ketika kita sabar dalam menjalani ujian ini, pasti Allah akan
memberikan balasan atas kesabaran kita.
Sementara fitnah kebaikan adalah berupa tiga hal yang amat sering kita
dengar, yaitu, harta, tahta, dan wanita. Kalau kita mendapat fitnah atau ujian
kebaikan, misalnya mendapatkan kemudahan harta, kita mendapatkan amanah,
posisi, kedudukan dan jabatan yang baik, yang harus kita lakukan adalah
mensyukurinya.
Adalah wujud mensyukuri harta yaitu dengan mengeluarkan zakat, infak, dan
shodaqoh dan segala ibadah yang berkaitan dengan harta, seperti memberikan
sumbangan bagi pembangunan masjid, madrasah-madrasah ataupun panti asuhan.
Kedudukan atau jabatan yang tinggi mesti disyukuri dengan menjaga amanah itu
dengan sebaik-baiknya, mempergunakannya untuk berkhidmat kepada umat.
Mendapatkan wanita yang sholihah sebagai pasangan hidup jelas merupakan hal
yang mesti disyukuri, yakni dengan mu’asyarah bil ma’ruf (bergaul dengan
baik).
Oleh karenanya, para jama’ah sekalian, sebagai orang yang beriman kita mesti
bersabar ketika ujian keburukan itu datang menghampiri kita dan selalu
bersyukur ketika datang sebuah kebaikan kepada kita, meskipun toh itu terkadang
sulit untuk kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Ma’asyiral
muslimin Rahimakumullah
Walaupun sama-sama sulit menghadapi kedua bentuk fitnah itu, namun fitnah
kebaikan lebih sulit untuk dihadapi, sebagaimana yang dikhawatirkan oleh
Rasulullah Saw. melalui sabdanya: “Berikanlah kabar gembira dan harapan yang menyenangkan
kalian. Demi Allah, bukanlah kefakiran yang paling aku takutkan atasmu tetapi
aku takut dibukanya dunia untukmu sebagaimana telah dibukakan bagi orang-orang
sebelum kamu dan kalian berlomba-lomba mendapatkannya sebagaimana mereka
berlomba-lomba, dan akan menghancurkanmu sebagaimana telah menghancurkan
mereka.” (HR. Bukhari Muslim).
Banyak contoh beberapa orang yang terjebak dalam fitnah kebaikan ini, sebut
saja Qarun. Sebelumnya, Qarun
terkenal sebagai orang yang baik dan shalih. Lalu ia minta kepada Nabi Musa as
untuk mendoakan agar Allah memberinya keluasan harta. Tapi setelah berharta,
secara bertahap Qarun tidak lagi mengikuti perintah Nabi Musa. Akhir hidupnya
pun sangat menyakitkan, yaitu ditenggelamkan ke dalam tanah oleh Allah.
Demikian juga, kekuasaan pun telah menyeret Fir’aun ke dalam jurang kenistaan
yang amat dalam, hingga ia tak terselamatkan.
Fitnah kebaikan ini pun akan sangat mungkin menimpa kita semua sebagai
orang yang beriman, yang mana kita tak sadar bahwa itu adalah sebuah ujian.
Contoh kecil adalah ketika sebelum mempunyai anak atau keturunan, kita sering
sholat berJama’ah dengan istri kita ataupun selalu pergi ke masjid bersama-sama
untuk sholat berJama’ah. Nah setelah kita dikaruniai seorang anak oleh Allah,
jangankan untuk pergi ke masjid, sholat berjama’ah saja dengan istri terasa
sangat sulit sekali. Maka tepat sekali, jauh sebelumnya Allah telah memberikan
peringatan kepada kita melalui firman-Nya dalam surat Al-Anfal: 28:
وَاعْلَمُوا
أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ
عَظِيمٌ
“Dan
ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan
Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.”
Dari ayat di atas, dapat kita pahami bahwa tidak hanya harta kekayaan saja
yang diberikan Allah SWT bagi hamba-hamba-Nya sebagai bentuk ujian, namun
anak-anak keturunan kita “sangat mungkin” akan menjadi sebuah “fitnah” bagi
kita semua. Banyak anak yang tumbuh besar dan menjadi kebanggaan keluarganya,
namun juga tidak sedikit anak yang kemudian mencoreng nama baik orang tua dan
keluarganya.
Oleh karenanya, para jama’ah sekalian yang dimuliakan Allah, untuk
menghindari fitnah dunia atau kebaikan yang melenakan itu, hendaknya kita
selalu meniatkan segala apa yang kita lakukan hanyalah untuk mencapai ridha
Allah hingga berhak atas surga-Nya kelak. Sehingga sebanyak apapun yang kita
dapat di dunia, kita selalu berpikir bahwa itu tidak akan sebanding dengan
surga.
Begitupun saat kita tengah menghadapi fitnah keburukan, selalulah ingat
bahwa seburuk-buruknya fitnah ini tak akan sebanding dengan pedihnya siksa
neraka. Jadi kita akan terjaga dari fitnah karena selalu berorientasi pada
akhirat. Sebab bagaimanapun juga, ibadah, aktifitas, ataupun segala hal yang
berorientasi kepada akhirat adalah lebih baik dan lebih utama serta perlu
diprioritaskan daripada segala hal yang bernuansa duniawi.
Sidang
Jum’at Rahimakumullah
Sebagai penutup dari khutbah ini, satu hal yang pasti dan harus kita
pahami, yaitu hendaknya kita yakin bahwa ujian dari Allah itu adalah satu tanda
kecintaan Allah kepada kita, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Sesungguhnya besarnya pahala sesuai dengan besarnya
cobaan (ujian). Dan sesungguhnya apabila Allah mencintai satu kaum, Dia akan
menguji mereka, maka barangsiapa ridha, baginyalah keridhaan Allah, dan barangsiapa
marah, baginyalah kemarahan Allah”. (HR. At-Tirmidzi)
Mudah-mudahan kita semua diberikan ketabahan dan
kesabaran oleh Allah dalam menghadapi ujian yang akan diberikan oleh-Nya kepada
kita semua. Dan semoga predikat mukmin betul-betul dapat melekat dalam diri
kita dan berwujud dalam setiap amalan kita sehari-hari. Amin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي
الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ
الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأسْتَغْفِرُوا اللهَ
الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ
هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
KHUTBAH
IDUL FITRI
اَللهُ اَكْبَرُ- اَللهُ اَكْبَرُ- اَللهُ
اَكْبَرُ- اَللهُ اَكْبَرُ- اَللهُ اَكْبَرُ- اَللهُ اَكْبَرُ- اَللهُ اَكْبَرُ-
اَللهُ اَكْبَرُ- اَللهُ اَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا
وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَاَصِيْلاً، لاَاِلـهَ اِلاَّ اللهُ وَلاَ نَعْبُدُ
اِلاَّ اِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ،
لاَاِلـهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ.
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِىْ جَعَلَ الْيَوْمَ عِيْدًا
لِعِبَادِهِ الْمُؤْمِنِيْنَ، وَخَتَمَ بِهِ شَهْرُ الصّيَامَ لِلْمُخْلَصِيْنَ،
وَجَعَلَ فِى طَاعِتِهِ عِزَّ الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ لِلطَّائِعِيْنَ وَفِى
مَعْصِيَةِ ذُلَّ الدَّارَيْنِ لِلْعَاصِيْنَ. أَشْهَدُ اَنْ لاَّ اِلـهَ اِلاَّ
اللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ
الاَجْزَابَ وَحْدَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
الْمَشْهُوْرُ بِفَطَانَتِهِ وَاَمَانَتِهِ وَصِدْقِهِ وَتَبْلِيْغِهِ صَلَّ اللهُ
عَلَيْهِ وَعَلَى آلِـهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ.
أَمَّا بَعْدُ:
اَمَّا بَعْدُ: فَيَا
عِبَادَ اللهِ اُوْصِيْكُمْ وَاِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. وَقَالَ
اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْأۤنِ الْكَرِيْمِ: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا
اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ
مُّسْلِمُوْنَ.
Ma’asyiral Muslimin Wal Muslimat Rahimakumullah,
Sejak
kemarin ketika matahari terbenam di ufuk barat, berkumandang suara takbir,
tahmid dan tahlil, membahana dan menggema memenuhi angkasa, menghiasi
cakrawala, membangkitkan kesyahduan dan kerinduan kepada Allah Yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang.
Takbir,
tahmid, tasbih dan tahlil yang keluar dari rasa syukur dan gembira dari hamba
yang menikmati dan menghayati kenikmatan rohani, yang tidak mampu dilukiskan
dengan bahasa kata. Puji-pujian yang memancar dari kedalaman hati yang dipenuhi
kagum dan cinta yang mendalam kepada Allah Sang Pencipta.
Puja
dan do’a yang mampu mengikat jiwa dan raga untuk senantiasa patuh dan taat
kepada Allah Yang Maha Agung, sebagai buah jerih payah ibadah sebulan penuh
dengan berpuasa, tadarrus, shalat sunnah dan segala amal shaleh.
Ya
Allah Yang Maha Agung, dari lubuk hati yang paling dalam kami mohon kepadaMu,
kiranya seluruh ibadah kami Engkau terima, seluruh do’a kami Engkau kabulkan,
sehingga kami dapat memetik buah Ramadhan dengan kembali kepada fitrah, dan
dapat membangun kehidupan kami diwaktu mendatang, dunia sampai akhirat.
اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ وَللهِ
الْحَمْدُ
Ma’asyiral Muslimin Wal Muslimat Rahimakumullah,
Alhamdulillah,
di bulan Syawal ini berarti keaslian atau fitrah kita telah menguasai kembali
hati nurani. Dengan begitu sinar kebenaran memancar lagi dari lubuk hati,
dengan bekal Iman dan Takwa yang semakin tinggi kadar bobotnya, sebagai buah
rangkaian ibadah yang kita laksanakan pada bulan Ramadhan, marilah kita isi
hari-hari mendatang kehidupan kita dengan amal shaleh dan kerja yang lebih
meningkat daripada hari sebelumnya.
Bulan
Ramadhan telah berlalu, namun tidak berarti amalan-amalan kebaikan dan amal
shaleh yang biasa kita lakukan selama bulan Ramadhan kita hentikan juga. Tetapi
justru selesainya ibadah dibulan Ramadhan itu, kita harapkan bisa merupakan
langkah awal untuk memulai Syawal atau peningkatan amal kebaikan yang tidak
mengenal batas akhir selama hayat masih dikandung badan.
Firman
Allah dalam surat Al-Insyirah ayat 7-8 :
فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ . وَإِلَى
رَبِّكَ فَارْغَبْ
”Maka apabila engkau telah selesai mengerjakan sesuatu,
bersiaplah dengan sunmgguh-sungguh untuk mengerjakan urusan lain. Dan hanya
kepada Tuhanmulah hendaknya engkau berharap”.
اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ
اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ
Ma’asyiral Muslimin Wal Muslimat Rahimakumullah,
Kita
menyadari bahwa dihadapan kita kaum Muslim terbentang berbagai macam tantangan
dan hambatan yang semakin berat. Semua merupakan ujian dan tantangan bagi kita
pengemban amanah sebagai kholifatullah.
Kemajuan
ilmu pengetahuan dan tekhnologi disamping bermanfaat untuk meningkatkan
kwalitas hidup manusia, juga membawa dampak negatif. Yakni berupa pergeseran,
perubahan dan benturan nilai-nilai yang bertentangan dengan agama Islam.
Untuk
itu kita harus menyadari dan mampu menjawab tantangan tersebut. Kita tidak
perlu menyisihkan diri dari kehidupan untuk selamat dari kesesatan, tetapi
kemajuan tekhnologi justru harus kita jadikan alat untuk makin memantapkan
nilai-nilai agama, dan kita arahkan untuk menunjang terciptanya kebahagiaan
dunia dan akhirat.
Kita
semua yakin bahwa agama Islam penuh dengan nilai-nilai yang apabila dihayati
dan diamalkan sungguh-sungguh dalam perilaku sehari-hari, akan mampu menangkal
dampak negatif proses modernisasi, globalisasi ilmu pengetahuan dan tekhnologi.
Bahkan mampu mendorong dan mengarahkan pembaharuan, pembangunan dan kemajuan
atas keluhuran budi atau akhlakul karimah.
Hadirin
yang dimuliakan Allah SWT,
Umat
Islam yang telah menghayati dan mengamalkan ajaran dan nilai-nilai agama Islam
seutuhnya, akan mampu tampil ditengah arena pergaulan hidup sebagai umat
pilihan, umat yang harmonis yang menjadi saksi kebenaran Islam. Sebagaimana
firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 143 :
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً
وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ
”Dan demikianlah Kami jadikan kamu sekalian sebagai umat
pilihan, umat yang harmonis, supaya kamu sekalian menjadi saksi (kebenaran
Islam) atas manusia, dan Rasul itu (Muhammad) menjadi saksi atas kamu
sekalian”.
Saudaraku
Muslimin dan Muslimat Rahimakumullah,
Kita memang
senantias dituntut untuk meningkatkan kwalitas kita sebagai Muslim. Sebab
masalah yang kita hadapi semakin lama semakin rumit dan kompleks baik internal
maupun eksternal. Yang bersifat kedalam berupa kelemahan-kelemahan umat dalam
berbagai aspek, seperti lemahnya beraqidah, kebodohan yang dominannya
kemiskinan.
Kelemahan-kelemahan
tersebut berdampak luas dan dapat menimbulkan masalah-masalah lain yang sangat,
yang akhirnya menjadi kendala untuk tampil sebagai ”umatan wasathon”, bahkan
menyebabkan citra Islam menjadi jelek dan tidak menarik.
Oleh
karena itu perlu adanya upaya yang sungguh-sungguh untuk mengatasi masalah
tersebut. Itulah cara agar Islam dan umatnya ,mampu tampil disegenap arena
bahasa kekinian yang meyakinkan, yaitu dengan pernyataan sikap yang jelas dan
tegas terhadap identitas dirinya. Demikian juga mampu menebarkan kasih sayang
kepada sesama insan dan makhluk seluruh alam, sebagaimana dilukiskan dalam
firman Allah surat Al-Anbiya’ ayat 107 :
وَمَا
أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
”Dan tidaklah Kami mengutus kamu (Muhammad) melainkan
untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”.
اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ
اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ
Ma’asyiral
Muslimin Wal Muslimar Rahimakumullah,
Pada bulan Syawal yang penuh rahmat
dan ampunan serta penuh berkah ini, kita gunakan sebagai titik awal dari
peningkatan Iman dan Takwa kita kepada Allah SWT. Kita tingkatkan
pengabdian dan tanggung jawab kita sesuai bidang dan profesi masing-masing.
Baik sebagai warga negara, Abdi Negara maupun hamba Allah. Dengan demikian kita
menjadi insan yang berguna bagi dirinya, keluarganya, masyarakatnya serta negara
dan bangsanya.
Dengan
jiwa yang fitri marilah kita bersama-sama membersihkan hati kita bersama, kita
hilangkan rasa benci, rasa dengki dan kita ganti semuanya itu dengan marhamah
dan marhabbah serta kasih sayang. Kita saling mema’afkan semua kesalahan yang
pernah kita perbuat, selanjutnya kita perkokoh ukhuwah dan persaudaraan kita,
bersama-sama berjuang mewujudkan amanat bangsa dan negara kita berupa
pencapaian kehidupan yang aman, sejahtera, adil dan makmur serta mendapat ridha
dan ampunan Allah SWT. Semoga Allah SWT meridhai kita semua. Amin ya rabbal
alamin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي
الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ
الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأسْتَغْفِرُوا اللهَ
الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ
هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
KHUTBAH IDUL ADHA
اَللهُ
اَكْبَرُ. اَللهُ اَكْبَرُ. اَللهُ اَكْبَرُ. اَللهُ اَكْبَرُ. اَللهُ اَكْبَرُ.
اَللهُ اَكْبَرُ. اَللهُ اَكْبَرُ. اَللهُ اَكْبَرُ. اَللهُ اَكْبَرُ.
اللهُ
أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً
وَأَصِيلاً، لاَ إِلَهَ إِلاًّ اللهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ مُخْلِصِينَ
لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ
صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَ إِلَهَ
إِلاًّ اللهُ اللهُ أكْبَرُ، الله أكبر وَللهِ الْحَمْدُ.
اَلْحَمْدُ
للهِ الَّذِى فَضَّلَنَا عَلَى كَثِيْرٍ مِنْ عِبَادِهِ الْمُؤْمِنِيْنَ،
وَاَيَّدَنَا بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَسُنَّةِ رَسُوْلِهِ
اْلكَرِيْمِ, اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ لاَنَعْبُدُ اِلاَّ اِيَّاهُ
مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ, وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اْلمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ . اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ
عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَاَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَمَنْ
تَبِعَ هُدَاهُ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ.
أمَّا
بَعْدُ. فَيَاأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ ضُيُوْفُ الرَّحْمَنِ اْلكِرَامِ ...
أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ, وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَاَنْتُمْ
مُسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى فِى كِتَابِهِ اْلمَجِيْدِ: وَإِذْ بَوَّأْنَا لإِبْرَاهِيمَ
مَكَانَ الْبَيْتِ أَنْ لاَ تُشْرِكْ بِي شَيْئًا وَطَهِّرْ بَيْتِيَ
لِلطَّائِفِينَ وَالْقَائِمِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ. وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ
بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالاً وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ
عَمِيقٍ. لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ
مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ اْلأَنْعَامِ
اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ
Jamaah Shalat Idul Adha Yang
Dimuliakan Allah
Puji dan syukur
kita panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kenikmatan kepada
kita dalam jumlah yang begitu banyak sehingga kita bisa hadir pada pagi ini
dalam pelaksanaan shalat Idul Adha. Kehadiran kita pagi ini bersamaan dengan
kehadiran sekitar tiga sampai empat juta jamaah haji dari seluruh dunia yang
sedang menyelesaikan pelaksanaan ibadah haji di Tanah Suci. Semua ini karena
nikmat terbesar yang diberikan Allah SWT kepada kita, yakni nikmat iman dan
Islam.
Shalawat dan salam
semoga selalu tercurah kepada Nabi kita Muhammad saw, beserta keluarga, sahabat
dan para pengikut setia serta para penerus dakwahnya hingga hari kiamat nanti.
اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ
وَللهِ الْحَمْدُ
Kaum Muslimin Yang Berbahagia
Salah satu yang
amat kita butuhkan dalam menjalani kehidupan yang baik adalah keteladanan
dari figur-figur yang bisa diteladani. Dengan adanya keteladanan, kita memiliki
tolok ukur untuk menilai apakah perjalanan hidup kita sudah baik atau belum.
Karena itu, hari ini kita kenang kembali manusia agung yang diutus oleh Allah
SWT untuk menjadi Nabi dan Rasul, yakni Nabi Ibrahim AS beserta keluarga Ismail
AS dan Siti Hajar. Keagungan pribadinya membuat kita bahkan Nabi Muhammad SAW
mengambil keteladanan darinya, Allah SWT berfirman Surat Al Mumtahanah: 4
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِى اِبْرَاهِيْمَ وَالَّذِيْنَ مَعَهُ
“Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada
Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia.”
Dari sekian banyak
hal yang harus kita teladani dari Nabi Ibrahim dan orang-orang yang bersama
dengan dia serta mengambil hikmah dari pelaksanaan ibadah haji yang sedang
berlangsung di tanah suci, dalam kesempatan khutbah yang singkat ini ada empat hikmah
yang menjadi isyarat bagi kaum muslimin untuk mewujudkannya dalam kehidupan
ini, apalagi bagi kita bangsa Indonesia yang masih terus berjuang untuk
mengatasi berbagai persoalan besar yang menghantui kehidupan berkeluarga,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pertama, tinggalkan yang
haram, dan lakukan yang halal. Sebagaimana kita ketahui, ibadah haji dimulai
dengan ihram dan diakhiri dengan tahallul. Saat ihram, pakaian yang dikenakan
jamaah adalah kain putih tak berjahit, yang melambangkan kain kafan yang nanti
akan dikenakan di sekujur tubuhnya ketika akan kembali kepada Allah SWT pada
saat kematiannya.
Pakaian ihram yang
putih-putih itu juga melambangkan tidak adanya perbedaan di mata Allah di
antara sesama manusia. Segala perbedaan harus ditanggalkan dalam arti jangan
sampai memiliki fanatisme secara berlebihan seperti perbedaan suku, organisasi,
partai politik, paham, status sosial, ekonomi atau profesi. Kesatuan dan
persamaan merupakan sesuatu yang harus diutamakan dalam upaya menegakkan
kebenaran, bahkan siap mempertanggung-jawabkan segala yang dilakukannya.
Pakaian ihram juga
melambangkan kesiapan berdisiplin dalam menjalankan kehidupan sebagaimana yang
ditentukan Allah SWT, hal ini karena selama berihram, jamaah haji memang
berhadapan dengan sejumlah ketentuan, ada yang boleh dan ada yang tidak boleh
dilakukan. Dengan demikian, seorang haji semestinya selalu disiplin menjalankan
syariat Islam dan siapa pun yang menjalankan syariat Islam mendapat kedudukan
yang terhormat, karena kehormatan manusia bukanlah terletak pada pakaiannya,
tapi pada ketaqwaannya di hadapan Allah SWT.
Bila ihram maknanya
adalah pengharaman dan tahallul maknanya adalah penghalalan, maka seorang haji
siap meninggalkan yang diharamkan Allah SWT dan hanya mau melakukan sesuatu
bila memang dihalalkan. Ini merupakan prinsip yang harus dilaksanakan oleh
setiap muslim, bahkan setiap manusia. Karena itu amat tercela bila ada orang
ingin mendapatkan sesuatu yang tidak halal dengan memanfaatkan jalur hukum
sekadar untuk mendapatkan legalitas hukum agar terkesan menjadi halal, padahal
keputusan hakim sekalipun tetap saja tidak bisa mengubah sesuatu yang tidak
halal menjadi halal, Allah SWT melarang keras hal ini dalam firman-Nya dalam Al Baqarah: 188
وَلاَ
تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُواْ بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُواْ فَرِيقاً مِّنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain
di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan)
harta itu kepada hakim supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda
orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”
اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ
وَللهِ الْحَمْدُ
Kaum Muslimin Rahimakumullah
Kedua, hikmah yang harus
kita raih adalah bergerak untuk kebaikan dan berkorban. Ibadah haji merupakan
ibadah bergerak. Para jamaah bergerak dari rumahnya menuju ke asrama haji.
Selanjutnya bergerak lagi menuju Bandara, sesudah naik pesawat, mereka
diterbangkan menuju tanah suci. Dan di sana, para jamaah haji melaksanakan
berbagai rukun haji yang kesemuanya membutuhkan pergerakan fisik.
Dari rangkaian
ibadah haji, kita bisa mengambil pelajaran bahwa setiap muslim apalagi mereka
yang sudah menunaikan haji seharusnya mau bergerak dan menjadi tokoh-tokoh
pergerakan untuk memperbaiki keadaan dan kualitas umat Islam. Setiap muslim
harus bergerak untuk mencari nafkah, bergerak mencari ilmu, bergerak untuk
menyebarkan, menegakkan dan memperjuangkan nilai-nilai kebenaran, bergerak
untuk memberantas kemaksiatan dan kemunkaran. Ini semua menunjukkan bahwa
seorang muslim jangan sampai menjadi orang yang pasif, diam saja menerima
kenyataan yang tidak baik, apalagi bila hal itu dilakukan dengan dalih
tawakkal, padahal tawakkal itu adalah berserah diri kepada Allah SWT atas apa
yang akan diperoleh sesudah berusaha secara maksimal.
اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ
وَللهِ الْحَمْدُ
Jamaah Shalat Id yang Dimuliakan Allah
SWT
Ketiga, jadikan masjid
sebagai pusat pergerakan. Ibadah haji dan rangkaian ibadah lainnya berpusat di
masjid. Ketika jamaah haji kita mendapat kesempatan untuk berziarah ke Madinah,
maka seluruh jamaah berbondong-bondong untuk melaksanakan shalat berjamaah yang
lima waktu di masjid Nabawi, bahkan sampai ditargetkan mencapai angka arbain
(40) waktu meskipun hal ini tidak menjadi bagian dari ibadah haji. Oleh karena
itu, sebagai muslim setiap kita harus memiliki ikatan batin dengan masjid yang
membuat kita mau mendatangi masjid setiap hari untuk melaksanakan shalat lima
waktu secara berjamaah, khususnya bagi laki-laki, ikatan batin kita yang kuat
kepada masjid membuat kita akan menjadi orang yang dinaungi Allah SWT pada hari
kiamat, Rasulullah saw bersabda:
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِى ظِلِّهِ يَوْمَ لاَظِلَّ اِلاَّظِلُّهُ:..وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ بِالْمَسْجِدِ إِذَاخَرَجَ مِنْهُ حَتَّى يَعُوْدَ اِلَيْهِ.
“Ada tujuh golongan orang yang akan dinaungi Allah yang pada
hari itu tidak ada naungan kecuali dari Allah: …seseorang yang hatinya selalu
terpaut dengan masjid ketika ia keluar hingga kembali kepadanya.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Bila setiap lelaki
muslim saja harus berusaha untuk selalu menunaikan shalat berjamaah di masjid,
apalagi bila ia sudah melaksanakan ibadah haji. Karena seorang haji yang sudah
menyempurnakan keislamannya seharusnya bisa menjadi contoh yang baik bagi
masyarakat di sekitarnya.
Kaum Muslimin Rahimakumullah
Keempat, pelajaran yang
kita peroleh dari Nabi Ibrahim AS adalah keinginannya yang amat besar untuk
memiliki ilmu, menjadi pribadi yang shalih dan menjadi bahan pembicaraan yang
baik bagi generasi yang akan datang, hal ini tercermin dalam doanya yang
disebutkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya:
رَبِّ هَبْ لِي حُكْماً وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ وَاجْعَل لِّي لِسَانَ صِدْقٍ فِي اْلآخِرِينَ
“(Ibrahim berdoa): “Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah
dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh, dan jadikanlah
aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian.” (Qs.
As- Syu’ara: 83-84)
Kata hukman dipahami sebagai
amal ilmiah, yakni amal yang baik berdasar ilmu. Sungguh sangat mulia pada diri
Nabi Ibrahim yang berdoa meminta ilmu dan pemahaman agar selalu menjalani kehidupannya
di jalan Allah SWT. Karena itu, dengan ilmu manusia bisa saja masuk surga
dengan selamat dan dengan ilmu juga manusia bisa saja masuk neraka jika ilmunya
digunakan untuk hal-hal yang negatif, bahkan memperoleh siksa yang lebih
dahsyat, Rasulullah saw bersabda:
اَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا عِنْدَ اللهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَالِمٌ لَمْ يَنْفَعْهُ عِلْمُهُ
“Orang yang paling keras siksanya pada hari kiamat adalah
orang yang berilmu tapi tidak dimanfaatkannya.” (HR.
Thabrani dari Abu Hurairah)
Kaum Muslimin Rahimakumullah
Hal yang luar biasa
dari doa Nabi Ibrahim di atas adalah beliau meminta kepada Allah SWT agar
dimasukkan ke dalam golongan orang yang shalih, padahal seorang Nabi sudah
pasti shalih, tapi masih saja ia berdoa agar dimasukkan ke dalam kelompok orang
yang shalih, ini menunjukkan betapa pentingnya menjadi shalih dan beliau
tidaklah merasa tinggi hati dengan keshalihannya hingga akhirnya ia tetaplah
berdoa meminta dimasukkan ke dalam golongan orang yang shalih.
Doa ketiga dari
Nabi Ibrahim AS yaitu agar menjadi buah tutur yang baik bagi orang-orang yang
datang kemudian. Tentu sebagai seorang nabi, Ibrahim AS tidak berucap atau
bertindak yang buruk kepada keluarga dan kaumnya, meskipun begitu beliau
khawatir bila ada saja orang yang membicarakan keburukannya. Oleh karena itu,
kesempatan hidup kita yang amat terbatas ini harus kita gunakan untuk membuat
sejarah hidup yang mulia sehingga menjadi bahan pembicaraan yang baik saat kita
sudah wafat, bukan karena kita ingin mendapat pujian, tapi karena memang hanya
kebaikan yang boleh dibicarakan tentang orang yang sudah mati.
Karena itu menjadi
penting bagi kita untuk merenungi kira-kira bila kita sudah mati, apa yang
orang bicarakan tentang kita, tentu seharusnya kebaikan dan manfaat hidup kita
yang mereka rasakan, dan bukan karena kita suka menceritakan kebaikan kita
kepada orang lain. Manusia terbaik adalah yang paling bisa dirasakan manfaat
keberadaannya oleh orang lain, Rasulullah saw bersabda:
خَيْرُالنَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
“Sebaik-baik orang adalah yang paling bermanfaat bagi orang
lain.”
Kaum Muslimin Rahimakumullah
Dari uraian di
atas, dapat kita ambil pelajaran bahwa meneladani Nabi Ibrahim AS dan Nabi
Muhammad SAW serta mengambil hikmah dari ibadah haji menuntut kita untuk selalu
berusaha memperbaiki diri, keluarga serta memperbaiki orang lain untuk
selanjutnya terus bergerak dalam menegakkan nilai-nilai kebenaran dan mau
berkorban untuk mencapainya. Amin, ya rabbal alamin.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بِمَا فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أقُوْلُ قَوْلِي هَذا وَأسْتَغْفِرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ لَيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
KHUTBAH KEDUA IDUL FITRI & IDUL ADHA
اَللهُ اَكْبَرُ- اَللهُ اَكْبَرُ- اَللهُ
اَكْبَرُ- اَللهُ اَكْبَرُ- اَللهُ اَكْبَرُ- اَللهُ اَكْبَرُ- اَللهُ اَكْبَرُ-
اَللهُ اَكْبَرُ- اَللهُ اَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ
اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً.
اَلْحَمْدُ ِللهِ الْعَلِيْمِ الْحَلِيْمِ
الْغَفَّارِ, اَلْعَظِيْمِ الْقَهَّارِ, اَلَّذِى لاَ تَخْفَى مَعْرِفَتُهُ عَلَى
مَنْ نَظَرَ فِى بَدَائِعِ مَمْلَكَتِهِ بِعَيْنِ اْلإِعْتِبَارِ . وَاَشْهَدُ
أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, شَهَادَةً مَنْ شَهِدَ
بِهَا يَفُوْزُ فِى دَارِ الْقَرَارِ . وَاَشْهَدُ أَنَّ سيدنا مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى اَلِهِ
وَاَصْحَابِهِ الطَّاهِرِيْنَ اْلأَخْيَارِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا .
أَمَّا بَعْدُ :
فَيَاَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ, وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى
اْلأَمْرِ مِنْكُمْ . وَاَنِيْبُوْا اِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوْا لَهُ مِنْ
قَبْلِ اَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لاَ تُنْصَرُوْنَ . إِنَّ اللهَ
وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا
صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا . اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ
بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ
لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ
اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ
الدَّعَوَاتِ . اَللَّهُمَّ اهْدِنَا وَاهْدِ بِنَا وَاجْعَلْنَا سَبَبًا لِمَنِ
اهْتَدَى . اَللَّهُمَّ انْصُرِ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ
الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ . رَبَّنَا اغْفِرْ
لَنَا وَِلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِى
قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِلَّذِيْنَ اَمَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَئُوْفُ الرَّحِيْمُ
. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا
عَذَابَ النَّارِ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى
اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ اَجْمَعِيْنَ. وَالْحَمْدُ لِلَّهِ
رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
.
KHUTBAH
KEDUA SHALAT JUM’AT
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ
الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي
السَّمَاءِ بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ
اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ. وأَشْهَدُ اَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وُرَسُولُهُ الَّذِيْ بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا
وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا
كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ؛
يَا أَيُّهَا
الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَقُوا اللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ
وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُوْنَ إِنَّ اللهَ
وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا
صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ
عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ وَرَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْ كُلِّ
صَحَابَةِ رَسُوْلِ اللهِ أَجْمَعِيْنَ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ
لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ . رَبَّنَا
لاَ تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنْكَ
رَحْمَةً إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ. رَبَّنَا
أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ
الْكَافِرِيْنَ.
اَللَّهُمَ أَعِزَّ
اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَصْلِحْ وُلاَةَ الْمُسْلِمِيْنَ، وَأَلِّفْ
بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ
وَعَدُوِّهِمْ وَوَفِّقْهُمْ لِلْعَمَلِ بِمَا فِيْهِ صَلاَحُ اْلإِسْلاَمِ
وَالْمُسْلِمِيْنَ. اَللَّهُمَ لاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا بِذُنُوْبِنَا مَنْ لاَ
يَخَافُكَ فِيْنَا وَلاَ يَرْحَمُنَا. رَبَّنَا
آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى
الْمُرْسَلِيْن وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْن َ
Syarat, Rukun, dan
Sunnah Khutbah
Terdapat beragam pendapat diantara
para ulama' tentang syarat dan rukun khutbah, namun tidaklah menjadi perdebatan
dan atau persengketaan mengenai hal tersebut, karena mereka yang sejatinya
sudah saling memahami dan menghormati satu sama lain tentang adanya perbedaan
tersebut.
Sebagai seorang pemberi wasiat dan
atau nasehat khatib harus benar-benar mengetahui, memahami, serta melaksanakan
syarat-syarat, rukun-rukun, dan sunnah-sunnah dalam berkhutbah, diantaranya
adalah diuraikan satu persatu sebagai berikut:
·
Syarat-Syarat Khutbah :
- Khatib harus suci dari hadats, baik hadats besar maupun hadats kecil.
- Khatib harus suci dari najis, baik badan, pakaian, maupun tempatnya.
- Khatib harus menutup auratnya.
- Khatib harus berdiri bila mampu.
- Khutbah harus dilaksanakan pada waktu dzuhur.
- Khutbah harus disampaikan dengan suara keras sekira dapat didengar oleh empat puluh orang yang hadir.
- Khatib harus duduk sebentar dengan thuma’ninah (tenang seluruh anggota badannya) di antara dua khutbah.
- Khutbah pertama dan khutbah kedua harus dilaksanakan secara berturut-turut, begitu pula antara khutbah dan shalat jum’ah.
- Rukun-rukun khutbah harus disampaikan dengan bahasa arab, adapun selain rukun boleh dengan bahasa lain.
·
Rukun-Rukun Khutbah
- Khatib harus membaca Hamdalah (melantunkan pujian kepada Allah SWT), pada khutbah pertama dan khutbah kedua.
- Khatib harus membaca Shalawat kepada Rasulullah SAW, pada khutbah pertama dan Khutbah kedua.
- Khatib harus berwasiat kepada diri sendiri dan jama'ah agar bertaqwa kepada Allah, baik pada khutbah pertama maupun khutbah kedua.
- Khatib harus membaca ayat Al-Qur’an pada salah satu dari dua khutbah.
- Khatib harus mendoakan seluruh kaum muslimin pada khutbah kedua.
·
Sunnah-Sunnah Khutbah
- Khutbah hendaknya disampaikan di atas mimbar, yang berada disebelah kanan mihrab.
- Khatib hendaknya mengucapkan salam, setelah berdiri di atas mimbar (sebelum berkhutbah).
- Khatib hendaknya duduk sewaktu adzan sedang dikumandangkan oleh Bilal.
- Khatib hendaknya memegang tongkat dengan tangan kiri.
- Khutbah hendaknya disampaikan dengan suara yang baik dan jelas, sehingga mudah dipahami dan diambil manfaatnya oleh para hadlirin.
- Khutbah hendaknya tidak terlalu panjang.
Begitulah hendaknya khutbah jum’ah
disampaikan oleh khatib, dan lebih sempurna lagi bila khatib berakhlaqul
karimah dalam kehidupan sehari-hari, agar dapat menjadi suri tauladan yang baik
bagi kaum muslimin, sebab ia adalah sang pemberi nasehat, maka sudah sepatutnya
bila berperilaku yang baik dan dapat diteladani. Wallahu A’lam.
Share This Article
Tidak ada komentar:
Posting Komentar