SEJARAH AGAMA PROTESTAN
Oleh: Rofi’udin, S.Th.I, M.Pd.I
Dalam
sejarah Eropa, tidak ada suatu masa dimana pengaruh agama (gereja) menancap
kuat dalam kehidupan manusia dan masyarakat, selain zaman abad pertengahan.
Pada zaman ini kekuasaan Paus dengan tahta suci Roma merupakan kekuasaan yang
tidak tergugat. Kekuasaan ini tidak hanya menyangkut bidang agama, namun juga
bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, bahkan dalam ilmu pengetahuan.[1]
Agama
Kristen yang menjadi agama terbesar di Eropa ketika itu pun kemudian menjadi
terpecah setelah muncul banyak ketidakpuasan atas perilaku gereja yang
menyeleweng. Bahkan ketidakpuasan
tersebut diwujudkan pula dengan perbedaan pemahaman atas beberapa doktrin
mendasar dari ajaran Kristen. Sedangkan tokoh dari reformasi yang
digelontorkan ini adalah Martin Luther dan Johanes Calvin.
Peranan
gereja pada masa abad pertengahan demikian berpengaruh. Pengaruh yang sangat
besar ini kemudian menimbulkan penyelewengan atau pun sikap sewenang-wenang
dari pihak gereja.
Kehidupan
kekuasaan gereja Katolik Roma dirasa sudah melenceng dari semangat nilai kasih
sayang dan kesederhanaan seperti yang diajarkan oleh Jesus Kristus sebagai
tuhan mereka. Dalam kehidupan gereja banyak terjadi penyelewengan kekuasaan,
korupsi, kemewahan yang berlebihan. Yang paling menimbulkan reaksi adalah
komersialisasi surat
pengampunan dosa.
Proses
perjalanan sejarah Kristen orthodoks dalam mengembangkan sayapnya, syarat
dengan eksklusivisme di setiap dakwahnya. Yang nampak kemudian di kalangan
umatnya adalah eksklusivisme gereja yang sangat otoriter dimana setiap manusia
(Kristen) sangat dibatasi dengan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan gereja.
Bentuk orthodoksi semacam ini menimbulkan kegoncangan-kegoncangan iman, yang
menantikan munculnya tuhan baru yang memberikan kebebasan seutuhnya bagi
manusia.
a. Lutherisme
Martin Luther adalah pemimpin gerakan reformasi pada 31 Oktober 1517. Ia
lahir pada 10 Nopember 1483 di Langestrasse, Eisleben, Jerman. Ayahnya, Hans
Luther, seorang pekerja tambang tembaga dan ibunya Margarethe Lindemann.[2] Tahun 1510, ia diutus ke Roma
mengurus suatu perkara bagi Ordo Augustinus. Bulan Oktober 1512, ia mendapat
gelar doktor theologis dan diangkat menjadi guru besar pada Universitas
Wittenburg. Jabatan ini dia pegang sampai akhir hayatnya. Martin Luther
sebagai theolog, banyak menafsirkan Alkitab. Secara berturut-turut Mazmur,
Roma, Galatia dan Ibrani.
Roma I: 16-17 berbunyi: "Injil adalah kekuatan Allah yang
menyelamatkan setiap orang yang percaya. Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah,
yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis, orang
benar akan hidup oleh iman".
Menurut Martin Luther di dalam nats ini ada yang tidak cocok. Sebab ia
selalu mendengar bahwa "kebenaran Allah" adalah "keadilan
Allah" yang sama seperti seorang hakim duniawi, membebaskan,
"membenarkan" orang-orang yang baik dan menghukum orang-orang yang
jahat.
Dia memahami bahwa dirinya
adalah seorang yang berdosa, sehingga dalam "kebenaran Allah" mau
tidak mau menghukum dia. Ayat ini digumuli dan dihayati dari hari ke hari dan
akhirnya ia sadar bahwa kebenaran Allah itu tidak lain dari belas kasihan
Allah, yang menerima orang-orang berdosa serta putus asa terhadap dirinya
sendiri, tetapi yang menolak orang-orang yang menganggap dirinya baik.
Pada tanggal 31
Oktober 1517, Martin Luther menempelkan 95 buah dalilnya di pintu gereja
Wittenberg, sebagai protes atas dalil penjualan "surat-surat penghapusan
siksa". Dalil-dalil tersebut, diterjemahkan oleh mahasiswa-mahasiswa ke
dalam bahasa Jerman, dengan maksud agar diketahui oleh banyak orang. Cara
demikian memang sangat tepat, sehingga dalam waktu singkat, sudah tersiar di
seluruh Jerman.
Akibat penempelan dalil-dalil
tersebut di pintu gereja, Martin Luther dituduh oleh Paus, sebagai penyesat umat.
Paus Leo X menuntut agar ia menarik kembali ajaran tersebut. Ia dianggap
"murtad" dan dikucilkan dan semua tulisannya dinyatakan terlarang.
Hukuman dan peringatan yang
dikenakan padanya, tidak dihiraukannya. Berkat bantuan teman-temannya dan
pengikutnya, ia terus bekerja. Ajaran-ajarannya semakin meluas dan
pengikut-pengikutnya bertambah banyak.
Secara nyata Tuhan telah
membimbing Martin Luther, sehingga hukuman yang dijatuhkan padanya tidak
terlalu berat. Bila dilihat dari pelanggarannya, sudah seharusnya ia dijatuhkan
hukuman mati.
Sekalipun dikenakan hukuman
agar ajaran tersebut ditarik kembali, Martin Luther dan pengikutnya tidak
mundur. Mereka tetap bekerja keras untuk mewujudkan pembaruan tersebut. Hal ini
dapat kita lihat dalam tindakan dan karya, seperti menterjemahkan Alkitab ke
dalam bahasa Jerman, sehingga bila orang ingin belajar Alkitab, tidak harus
melalui gereja atau pendeta.
Ia meninggal pada tahun 1546,
tetapi karya besar yang paling indah tetap abadi dan dikenang selama-lamanya.
Hari Reformasi sepatutnya
jangan hanya dirayakan sebagai tradisi, tetapi dijadikan sebagai waktu untuk
merenungkan, apakah secara pribadi kita sudah bersaksi seperti Luther katakan,
“Aku akan mati, tetapi hidup dan memberitakan karya-karya Tuhan”.
b.
Calvinisme
Dalam
sejarah perjalanan agama Kristen, ajaran Calvin menempati posisi penting. Dalam
ajaran Calvin, ada beberapa hal yang menarik untuk dikritisi. Agama Kristen semula berisi tentang berita adanya Allah
dengan kemahabesaran-Nya. Berita ini tersebar lewat Jesus Kristus yang
menganjurkan kasih sayang dan keselamatan. Tuhan Allah adalah asal dan
tujuan manusia. Tuhan adalah center
atau titik pusat dari segala sesuatu. Dalam teologi Calvin, peran Tuhan Allah
sebagai kekuatan “Yang Maha Tergusur”. Dengan konsep trinitasnya itu
keistimewaan Tuhan Allah lebih banyak tergambar atau diwakili Tuhan Anak.[3]
Predestinasi
adalah ajaran (doktrin) tentang keselamatan yang dipercaya telah ditentukan
terlebih dahulu dari kekal sampai kekal yang dikembangkan oleh Johanes Calvin
(1509-1564), salah satu reformator abad ke-XVI, karena itu biasa disebut
identik dengan Calvinisme.
Ajaran Calvinisme atau Predestinasi
menekankan kemutlakkan otoritas Tuhan dalam menentukan rencana kehendak
AnugerahNya atas ciptaan dari kekal sampai kekal. Keputusan Tuhan adalah kekal,
tidak berubah, suci, adil, dan mahakuasa dan didasarkan atas pengetahuan
sebelumnya atas semua peristiwa dan tidak terpengaruh oleh ciptaan atau
kejadian yang berlangsung.
Dari kerangka predestinasi manusia inilah
maka Tuhan memilih umatnya untuk selamat atau tidak diselamatkan dalam rangka
penebusan dosa sesuai yang telah diketahuinya sebelumnya. Ajaran ini dengan
jelas tidak memberi tempat pada manusia dalam hubungan dengan keselamatan, dan
bila dalam Alkitab disebutkan tentang perbuatan baik atau buah-buah,
itu adalah bukti keselamatan yang telah dikaruniakan Tuhan dan bukan hasil
kerja manusia.[4]
Bila Calvinisme terlalu berat menekankan
pada otoritas Allah dan menghilangkan kebebasan manusia dalam memilih,
Armenianisme terlalu berat terletak pada kebebasan manusia sehingga karya salib
seakan-akan tidak berarti apa-apa bila manusia tidak mau menerimanya. Yang
jelas Alkitab memberitahukan bahwa manusia diberi tanggung jawab dalam hidup
ini untuk mentaati firman Tuhan dan melakukan kehendak Allah (Mat.7:21) tetapi
kehendak manusia untuk berbuat baik itu bukan sekedar bukti keselamatan seperti
yang digambarkan oleh Calvinisme.
Ajaran Calvin atau Calvinisme benar-benar
memberikan semangat baru dalam kehidupan manusia dan masyarakat. Masyarakat
yang tadinya hanya mempunyai perhatian besar kepada masalah keagamaan, mulai
memberi penghargaan pada kehidupan material ekonomi. Di satu sisi mengajarkan
totalitas kebaktian pada Tuhan, namun di sisi lain mengembuskan nafas baru kehidupan
duniawi. Penghargaan terhadap kehidupan duniawi ini sedikit banyak telah
menyebabkan kemajuan dan kesejahteraan masyarakat pada masa itu.
Suatu perkembangan yang sangat mengejutkan
dalam mematahkan dominasi gereja pada abad pertengahan adalah tidak terlepas
dari peran para cendekia renaissance
yang tidak setuju dengan kebijakan mutlak gereja. Di antara cendekia renaissance tersebut adalah Leonardo da
Lavinci, Nicholous Copernicus, Johannes Kapler, Galileo Galilie, Hugo Degrot,
dan Francis Bacon.[5]
Kiprah mereka dalam mendobrak kemapanan
gereja sebagai institusi yang tidak lagi dianggap mutlak oleh seluruh umat
manusia pada saat itu. Bahkan secara tidak terduga semua kepercayaan gereja
beralih secara dramatis, terutama setelah meledaknya revolusi Perancis dan
revolusi Inggris di Eropa. Setelah zaman renaissance
dan reformasi, gereja hanya mewakili sektor spiritual kehidupan manusia.
Sedangkan dalam dimensi kehidupan lain gereja tidak lagi mempunyai peranan yang
berarti, karena gereja sendiri sesungguhnya tidak memiliki ajaran yang cukup
komprehensif untuk menjawab setiap perkembangan zaman yang begitu kompetitif.[6]
Kesimpulan
Sejarah
panjang proses pencarian tuhan yang berlangsung selama beribu-ribu tahun oleh
manusia mengalami perubahan mendasar pada masa renaissance yang mengimbas pada kehidupan keagamaan (Kristen) telah
memunculkan gerakan reformasi, yang dimotori oleh Martin Luther dan Johanes
Calvin. Gerakan reformasi yang menghasilkan perubahan besar pandangan keagamaan
Kristen ini, menambah panjang catatan sejarah usaha pencarian tuhan itu.
Bibliografi
:
Abdullah, Amin, Dance of God Tarian Tuhan, Yogyakarta,
Apeiron-Philotes, 2003.
Al-Khash, Ahmad Rowy Ridlo, “Melacak Akar
Sejarah Ateisme Kritik Historis atas Konsep Ketuhanan”, dalam Jurnal Justisia, Edisi 26 Th. XI, 2004,
Semarang.
Ringkasan Sejarah Filsafat, Yogyakarta, Kanisius, 1994, hlm. 99.
1. Sebutkan salah satu
usaha dan pengaruh Martin Luther dalam menggerakkan perlawanan kaum tertindas
Kristen dari kesewenang-wenangan gereja !
Di samping menempelkan 95 dalil tentang penolakan
terhadap surat penebusan dosa di pintu gereja Wittenberg, Luther juga
menghasilkan sebuah karya yang tidak hanya bernilai besar di bidang teologi,
namun juga menjadi karya sastra Jerman yang paling lengkap dan utuh, yaitu
menerjemahkan Kitab Perjanjian Baru (The New Testament). Terjemahan Injil ini
sebagai cermin kebebasan menafsir, lalu menimbulkan semangat kebebasan ataupun
kemerdekaan yang akhirnya membakar revolusi petani pada awal tahun 1525.
Frederick Engels, menyebutkan:
“…Luther telah meletakkan senjata dahsyat ke dalam tangan
pergerakan kaum plebeian dengan menerjemahkan kitab Injil…. Kaum petani
memanfaatkan senjata ini dengan seluas-luasnya menentang para pangeran, kaum
bangsawan, dan kaum rohaniwan ….”
Salah satu bukti nyata betapa tafsiran Kitab Suci menjadi
inspirasi dalam revolusi tersebut adalah penyusunan 12 pasal tuntutan yang
didasarkan pada beberapa ayat. Misalnya, para petani menolak mengakui hak
berburu tuan-tuan. Sebab, menurut Kejadian 1:26, burung-burung di udara,
binatang-binatang di hutan, dan ikan-ikan di air diserahkan kepada setiap
manusia.
2. Sebutkan
perbedaan antara ajaran Calvinisme dan Armenianisme dalam agama protestan !
Predestinasi
adalah ajaran (doktrin) tentang keselamatan yang dipercaya telah ditentukan
terlebih dahulu dari kekal sampai kekal yang dikembangkan oleh Johanes
Calvin (1509-1564), salah satu reformator abad ke-XVI, karena itu biasa
disebut identik dengan Calvinisme.
Ajaran Calvinisme atau Predestinasi
menekankan kemutlakkan otoritas Tuhan dalam menentukan rencana kehendak
AnugerahNya atas ciptaan dari kekal sampai kekal. Keputusan Tuhan adalah kekal,
tidak berubah, suci, adil, dan mahakuasa dan didasarkan atas pengetahuan
sebelumnya atas semua peristiwa dan tidak terpengaruh oleh ciptaan atau
kejadian yang berlangsung.
Dari kerangka predestinasi manusia inilah
maka Tuhan memilih umatnya untuk selamat atau tidak diselamatkan dalam rangka
penebusan dosa sesuai yang telah diketahuinya sebelumnya. Ajaran ini dengan
jelas tidak memberi tempat pada manusia dalam hubungan dengan keselamatan, dan
bila dalam Alkitab disebutkan tentang perbuatan baik atau buah-buah,
itu adalah bukti keselamatan yang telah dikaruniakan Tuhan dan bukan hasil
kerja manusia.[7]
Bila Calvinisme terlalu berat menekankan
pada otoritas Allah dan menghilangkan kebebasan manusia dalam memilih,
Armenianisme terlalu berat terletak pada kebebasan manusia sehingga karya salib
seakan-akan tidak berarti apa-apa bila manusia tidak mau menerimanya. Yang
jelas Alkitab memberitahukan bahwa manusia diberi tanggung jawab dalam hidup
ini untuk mentaati firman Tuhan dan melakukan kehendak Allah (Mat.7:21) tetapi
kehendak manusia untuk berbuat baik itu bukan sekedar bukti keselamatan seperti
yang digambarkan oleh Calvinisme.
Ajaran Calvin atau Calvinisme benar-benar
memberikan semangat baru dalam kehidupan manusia dan masyarakat. Masyarakat
yang tadinya hanya mempunyai perhatian besar kepada masalah keagamaan, mulai
memberi penghargaan pada kehidupan material ekonomi. Di satu sisi mengajarkan
totalitas kebaktian pada Tuhan, namun di sisi lain mengembuskan nafas baru
kehidupan duniawi. Penghargaan terhadap kehidupan duniawi ini sedikit banyak
telah menyebabkan kemajuan dan kesejahteraan masyarakat pada masa itu.
[1]Ahmad
Rowy Ridlo al-Khash, “Melacak Akar Sejarah Ateisme Kritik Historis atas Konsep
Ketuhanan”, dalam Jurnal Justisia,
Edisi 26 Th. XI, 2004, Semarang, hlm. 9.
[3]Amin Abdullah, Dance of God Tarian Tuhan, Yogyakarta,
Apeiron-Philotes, 2003, hlm. 78.
[6]Ahmad Rowy Ridlo al-Khash, op. cit., hlm. 11.
Share This Article
Tidak ada komentar:
Posting Komentar