SEJARAH, HUKUM DAN
PRAKTIK TARAWIH
MENURUT PAHAM ASWAJA AN-NAHDLIYAH
MUQADDIMAH
Shalat Tarawih bagi
umat Islam Indonesia sudah tidak asing lagi. Hampir setiap muslim pernah
menjalankannya. Pada awal Ramadhan, biasanya masjid atau mushala penuh dengan
kaum muslimin dan muslimat yang menjalankan shalat jama’ah isya` sekaligus
tarawih. Ada yang menjalankan 8 rakaat, dan ada yang 20 rakaat. Yang terakhir
ini termasuk ciri orang NU (Nahdliyyin). Sedang shalat Witir yang diletakkan di
akhir biasanya 3 rakaat, orang NU maupun bukan. 20 rakaat itu serempak
dilaksanakan dengan cara dua rakaat salam.
Begitu shalat
sunnah rawatib setelah isya` (ba'diyah) usai dikerjakan, bilal mengumumkan
tibanya shalat Tarawih dikerjakan, “Marilah shalat Tarawih berjama'ah!” Imam
pun maju ke depan, dan sudah dapat ditebak surat yang dibaca setelah al-Fatihah
ialah surat at-Takatsur.
Bacaan seperti ini
sudah menjadi ciri khusus masjid-masjid atau mushala-mushala NU. Juga sudah
dapat ditebak bahwa rakaat kedua setelah al-Fatihah tentu sura Al-Ikhlash.
Setelah usai 2 rakaat, ada sela-sela lantunan shalawat yang diserukan “bilal”
dan dijawab oleh segenap kaum muslimin.
Begitu shalat
tarawih sampai rakaat kedua puluh, bacaan surat sesudah al-Fatihah tentu sudah
sampai ke surat al-Lahab dan al-Ikhlash. Tinggal shalat witirnya yang biasa
dilakukan 2 rakaat, dan yang kedua satu rakaat, imam biasanya memilih surat
al-A’la dan al-Kafirun.
Para imam Tarawih
NU umumnya memilih shalat yang tidak perlu bertele-tele. Sebab ada hadits
berbunyi: "Di belakang Anda ada orang tua yang punya kepentingan..”
Maka, 23 rakaat umumnya shalat Tarawih lengkap dengan Witirnya selesai dalam 45
menit.
Lain halnya shalat
di Masjidil Haram, Makah. Di sana, 23 rakaat diselesaikan dalam waktu kira-kira
90-120 menit. Surat yang dibaca imam ialah ayat -ayat suci Al-Qur’an dari awal,
terus berurutan menuju akhir Al-Qur’an. Setiap malam harus diselesaikan
kira-kira 1 juz lebih, dengan diperkirakan pada tanggal 29 Ramadhan (dulu
setiap tanggal 27 Ramadhan) sudah khatam. Pada malam ke 29 Ramadhan itulah ada
tradisi khataman Al-Qur'an dalam shalat Tarawih di Masjidil Haram. Bahkan, di
rakaat terakhir imam memanjatkan doa yang menurut ukuran orang Indonesia sangat
panjang sebab doa itu bisa sampai 15 menit, doa yang langka dilakukan seorang
kiai dengan waktu sepanjang itu, meski di luar shalat sekalipun.
Dan terpapar di
kitab Shalat al-Tarawih fi Masjid al-Haram bahwa shalat Tarawih di
Masjidil Haram sejak masa Rasulullah, Abu Bakar, Umar, Usman, dan seterusnya
sampai sekarang selalu dilakukan 20 rakaat dan 3 rakaat Witir.
Warga Nahdliyyin
yang memilih Tarawih 20 rakaat ini berdasar pada beberapa dalil. Dalam Fiqh
as-Sunnah Juz II, hlm 54 disebutkan bahwa mayoritas pakar hukum Islam
sepakat dengan riwayat yang menyatakan bahwa kaum muslimin mengerjakan shalat
pada zaman Umar, Utsman dan Ali sebanyak 20 rakaat.
Sahabat Ibnu Abbas
meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW shalat Tarawih di bulan Ramadhan sendirian
sebanyak 20 Rakaat ditambah Witir. (HR Baihaqi dan Thabrani).
Ibnu Hajar
menyatakan bahwa Rasulullah shalat bersama kaum muslimin sebanyak 20 rakaat di
malam Ramadhan. Ketiga tiba di malam ketiga, orang-orang berkumpul, namun
rasulullah tidak keluar. Kemudian paginya beliau bersabda:
خَشِيْتُ أَنْ تَفَرَّضَ عَلَيْكُمْ
فَلَا تُطِيْقُونَهَا
“Aku takut kalau-kalau tarawih
diwajibkan atas kalian, kalian tidak akan mampu melaksanakannya.”
Hadits ini
disepakati kesahihannya dan tanpa mengesampingkan hadits lain yang diriwayatkan
Aisyah yang tidak menyebutkan rakaatnya. (Dalam hamîsy Muhibah, Juz II, hlm.
466-467)
Shalat Tarawih
merupakan salah satu dari sekian banyak syi’ar Islam di bulan suci yang penuh
barakah yang diagungkan oleh kaum muslimin dan memiliki nilai tambah berupa
pahala dari Allah SWT. Nabi kita Muhammad SAW., para sahabat dan para tabi’in
selalu mengamalkan secara muwadzabah (terus menerus) setiap malam di bulan yang
suci ini. Demikian pula kaum muslimin di seluruh belahan dunia sampai zaman
kita sekarang.
SEJARAH SHALAT TARAWIH
Shalat tarawih
adalah shalat yang dilakukan hanya pada bulan Ramadlan, dan shalat tarawih ini
dikerjakan beliau Nabi pada tanggal 23 Ramadlan tahun kedua hijriyyah, namun
pada masa itu beliau Nabi mengerjakan shalat tarawih tidak di masjid terus
menerus, kadang di masjid, kadang mengerjakannya di rumah. Sebagaimana dalam
Hadist:
عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهَا: أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى
ذَاتَ لَيْلَةٍ فِي الْمَسْجِدِ فَصَلَّى بِصَلَاتِهِ نَاسٌ ثُمَّ صَلَّى مِنْ
الْقَابِلَةِ فَكَثُرَ النَّاسُ ثُمَّ اجْتَمَعُوا مِنْ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ
أَوْ الرَّابِعَةِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا أَصْبَحَ قَالَ قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ
وَلَمْ يَمْنَعْنِي مِنْ الْخُرُوجِ إِلَيْكُمْ إِلَّا أَنِّي خَشِيتُ أَنْ
تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ وَذَلِكَ فِي رَمَضَانَ (رواه البخاري ومسلم)
“Dari ‘Aisyah Ummil Mu’minin ra:
sesungguhnya Rasulullah SAW pada suatu malam hari sholat di masjid, lalu banyak
orang sholat mengikuti beliau, beliau sholat dan pengikut bertambah ramai
(banyak) pada hari ke-Tiga dan ke-empat orang-orang banyak berkumpul menunggu
beliau Nabi, tetapi Nabi tidak keluar (tidak datang) ke masjid lagi. Ketika
pagi-pagi, Nabi bersabda: “sesungguhnya aku lihat apa yang kalian perbuat tadi
malam. Tapi aku tidak datang kemasjid karena aku takut sekali kalau sholat ini
diwajibkan pada kalian”. Siti ‘Aisyah berkata: “hal itu terjadi pada bulan
Ramadlan”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadist ini
menerangkan bahwa Nabi Muhammad SAW memang pernah melaksanakan sholat tarawih,
pada malam hari yang ke-dua beliau datang lagi mengerjakan sholat dan
pengikutnya tambah banyak. Pada malam yang ketiga dan ke-empat Nabi tidak
datang ke masjid, dengan alasan bahwa beliau takut sholat tarawih itu akan
diwajibkan Allah, karena pengikutnya sangat antusias dan bertambah banyak,
sehingga hal ini ada kemungkinan beliau berfikir, Allah sewaktu-waktu
akan menurunkan wahyu mewajibkan sholat tarawih kepada ummatnya, karena
orang-orang Muslimin sangat suka mengerjakannya. Jika hal ini terjadi tentulah
akan menjadi berat bagi ummatnya. Atau akan memberikan dugaan kepada ummatnya,
bahwa sholat tarawih telah diwajibkan, karena sholat tarawih adalah perbuatan
baik yang selalu dikerjakan beliau Nabi, sehingga ummatnya akan menduga sholat
tarawih adalah wajib. Hal ini sebagaimana keterangan dibawah ini:
أَنَّهُ إِذَا وَاظَبَ عَلَى شَيْء مِنْ أَعْمَال
الْبِرّ وَاقْتَدَى النَّاس بِهِ فِيهِ أَنَّهُ يُفْرَض عَلَيْهِمْ اِنْتَهَى
“Sesungguhnya Nabi ketika menekuni sesuatu
dari amal kebaikan dan diikuti ummatnya, maka perkara tersebut telah diwajibkan
atas ummatnya”.
Langkah bijaksana
dan sangat sayangnya beliau Nabi saw kepada ummatnya. Pada hadist di atas dapat
ditarik kesimpulan:
1. Nabi
melaksanakan shalat tarawih berjama’ah di Masjid hanya dua malam. Dan beliau
tidak hadir melaksanakan shalat tarawih bersama-sama di masjid karena takut
atau khawatir shalat tarawih akan diwajibkan kepada ummatnya.
2. Shalat
tarawih hukumnya adalah sunnah, karena sangat digemari oleh rasulullah dan
beliau mengajak orang-orang untuk mengerjakannya.
3. Dalam
hadist di atas tidak ada penyebutan bilangan roka’at dan ketentuan roka’at
shalat Tarawih secara rinci.
BILANGAN
RAKAAT SHALAT TARAWIH
Banyak
sekali dalil-dalil yang menerangkan tentang bilangan rakaat shalat Tarawih,
antara lain :
a. Hadits
riwayat Ibnu Abbas :
كان النبي صلى الله عليه وسلم يصلي في
رمضان في غير جماعة بعشرين ركعة والوتر
“Rasulullah
SAW. shalat pada bulan Ramadlan tanpa berjama’ah 20 rakaat dan witir”. (HR.
Ibnu Abi Syaiban dan Baihaqi)
b. Hadits
riwayat Yazid bin Ruman
عن يزيد بن رومان قال : كان الناس
يقومون في زمن عمر رضي الله عنه بثلاث وعشرين ركعة. [رواه مالك في الموطأ]
“Orang-orang di zaman Umar ra. melakukan
shalat malam 23 rakaat (20 Tarawih, 3 Witir)”. (HR. Malik dalam kitab
Muwattho’)
c. Hadits
riwayat Siti A’isyah ra. :
روي عن عائشة رضي الله عنها قالت : ما
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يزيد في رمضان وغيره على إحدى عشرة ركعة. [رواه
البخاري]
d. Hadits
riwayat Jabir
صلى بنا رسول الله صلى الله عليه وسلم
في رمضان ثمان ركعات ثم أوتر. [رواه ابن حبان]
“Rasulullah
SAW. melakukan shalat bersama kita (para sahabat) pada bulan Ramadlan delapan
rakaat. kemudian melakukan witir”. (HR. Ibnu Hibban)
Karena
beberapa hadits tersebut satu sama lain saling bertentangan, maka kita kembali
pada Ushul Fiqih :
إذا تعارضت الأدلة تساقطت ووجبت
العدول إلى غيرها.
“Apabila
beberapa dalil itu bertentangan, maka semua saling menggugurkan dan wajib
pindah pada dalil lainnya”.
Oleh
karena itu, mengenai bilangan rakaat shalat tarawih ini para ulama madzhab
pindah pada pedoman/dalil yang kongkrit yaitu ijma’ pada sahabat pada zaman
Sayyidina Umar ra. yakni melaksanakan Tarawih 20 rakaat. Sebagaimana tersebut
dalam kitab Muwattho’.
JUMLAH ROKA’AT SHALAT TARAWIH PADA MASA ABU
BAKAR DAN UMAR
Shalat tarawih
adalah bagian dari shalat sunnah Al-Mu’akkadadah (sholat sunnah yang sangat
disunnahkan). sedangkan roka’at shalat tarawih adalah 20 roka’at tanpa witir,
sebagaimana yang telah dikerjakan sahabat Umar dan mayoritas sahabat lainnya
yang sudah disepakati oleh umatnya, baik ulama’ salaf atau ulama’ kholaf mulai
masa sahabat Umar sampai sekarang ini, bahkan ini sudah menjadi ijma’ sahabat
dan semua ulama’ madzhab, Syafi’I, Hanafi, Hanbali dan mayoritas Madzhab
Maliki, karena dalam Madzhab Malikyi ini masih ada khilaf, seperti hadist yang
diriwayatkan dari Imam Malik bin Anas ra, Imam darul Hijroh Madinah yang
berpendapat bahwa shalat tararawih itu lebih dari 20 roka’at sampai 36 roka’at.
Adapun hadist Malik bin Anas adalah sebagaimana berikut: Beliau berkata; “Saya
dapati orang-orang melakukan ibadah malam di bulan Ramadlan “yakni shalat
tarawih” dengan tiga puluh sembilan roka’at yang tiga adalah sholat Witir”.
Dan Imam Malik
sendiri memilih 8 rokaat namun secara mayoritas Malikiyyah yaitu sesuai dengan
pendapat mayoritas Syafi’iyyah, Hanabilah dan Hanafiyyah yang telah sepakat
bahwa shalat tarawih adalah 20 roka’at, hal ini merupakan pendapat yang lebih kuat
dan sempurna ijma’nya.
Shalat tarawih Pada
masa Kholifah Abu Bakar ra. umat Islam melaksanakan shalat sendiri-sendirian
atau berkelompok ada 3 ada 4 dan ada yang 6 orang. Pada masa kholifah Abu Bakar
shalat tarawih dengan satu imam di masjid belum ada, sehingga pada masa
tersebut roka’at shalat tarawihpun belum ada ketetapan yang secara jelas,
karena para shahabat ada yang melaksanakan shalat 8 roka’at kemudian
menyempurnakan di rumahnya seperti pada keterangan di awal.
Setelah sayyidina
umar mengetahui umat Islam shalat tarawih dengan sendiri-sendirian, barulah
muncul dalam pikirannya untuk mengumpulkan para sahabat untuk melaksanakan
shalat tarawih di dalam masjid dengan satu imam, sebagaimana keterangan dibawah
ini:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: خَرَجَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا النَّاسُ فِي رَمَضَانَ
يُصَلُّونَ فِي نَاحِيَةِ الْمَسْجِدِ فَقَالَ مَا هَؤُلَاءِ ؟ فَقِيلَ: هَؤُلَاءِ
نَاسٌ لَيْسَ مَعَهُمْ قُرْآنٌ وَأُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ يُصَلِّي وَهُمْ يُصَلُّونَ
بِصَلَاتِهِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَصَابُوا
وَنِعْمَ مَا صَنَعُوا (رواه أبو داود)
“Dari Abi Hurairah ra, beliau berkata:
“Rasulullah saw keluar di bulan Ramadlan, beliau melihat banyak manusia yang
melakukan shalat tarawih di sudut masjid, beliau bertanya, “Siapa mereka?”
kemudian di jawab: “Mereka adalah orang-orang yang tidak mempunyai al-Qur’an
(tidak bisa menghafal atau tidak hafal al-Qur’an), dan sahabat Ubay bin Ka’ab
sholat mengimami mereka, lalu Nabi berkata: “benar mereka itu, dan sebaik-baiknya
perbuatan adalah yang mereka lakukan”. (HR: Abu Dawud).
Kemudian Sahabat
Umar berinisiatif mengumpulkan para sahabat shalat Tarawih dalam satu Masjid
dengan satu imam. Sebagaimana keterangan:
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدٍ الْقَارِيِّ
أَنَّهُ قَالَ: خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
لَيْلَةً فِي رَمَضَانَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَإِذَا النَّاسُ أَوْزَاعٌ
مُتَفَرِّقُونَ يُصَلِّي الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ وَيُصَلِّي الرَّجُلُ فَيُصَلِّي
بِصَلَاتِهِ الرَّهْطُ فَقَالَ عُمَرُ إِنِّي أَرَى لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلَاءِ عَلَى
قَارِئٍ وَاحِدٍ لَكَانَ أَمْثَلَ ثُمَّ عَزَمَ فَجَمَعَهُمْ عَلَى أُبَيِّ بْنِ
كَعْبٍ ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ بِصَلاَةِ
قَارِئِهِمْ قَالَ عُمَرُ نِعْمَ الْبِدْعَةُ هَذِهِ (رواه البخاري)
“Dari ‘Abdirrohman bin ‘Abdil Qori’ beliau
berkata; “Saya keluar bersama Sayyidina Umar bin Khatthab ra ke Masjid pada
bulan Ramadlan. (Didapati dalam masjid tersebut) orang yang shalat tarawih
berbeda-beda. Ada yang shalat sendiri-sendiri dan ada juga yang shalat
berjama’ah”. Lalu Sayyidina Umar berkata: “Saya punya pendapat andai kata
mereka aku kumpulkan dalam jama’ah satu imam, niscaya itu lebih bagus”. Lalu
beliau mengumpulkan kepada mereka dengan seorang imam, yakni shohabat Ubay bin
Ka’ab. Kemudian satu malam berikutnya, kami datang lagi ke masjid. Orang-orang
sudah melaksanakan sholat tarawih dengan berjama’ah di belakang satu imam. Umar
berkata: “sebaik-baiknya bid’ah adalah ini (shalat tarawih dengan berjama’ah)”.
(HR: Bukhari).
Dari sini sudah sangat
jelas bahwa pertama kali orang yang mengumpulkan para sahabat untuk
melaksanakan tarawih dengan cara berjama’ah adalah sahabat Umar ra, sedangkan
jama’ah shalat tarawih pada waktu itu dilakukan dengan 20 roka’at. Sebagaimana
keterangan:
عَنْ يَزِيدَ بْنِ رُومَانَ , قَالَ: كَانَ
النَّاسُ يَقُومُونَ فِي زَمَنِ عُمَرَرضي الله عنه فِي رَمَضَانَ بِثَلاَثٍ
وَعِشْرِينَ رَكْعَةً (رواه مالك)
“Dari Yazid bin Ruman telah berkata:
“Manusia senantiasa melaksanakan shalat (tarawih) pada masa Umar ra di bulan
Ramadlan sebanyak 23 rokaat“. (HR. Malik)
Yang dimaksud 23
roka’at adalah, melaksanakan shalat Tarawih 20 roka’at dan witir. Dengan bukti
hadist yang diriwayatkan Sa’ib bin Yazid:
عَنْ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ قَالَ: كَانُوا
يَقُومُونَ عَلَى عَهْدِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فِي شَهْرِ
رَمَضَانَ بِعِشْرِينَ رَكْعَةً (راه البيهقي وَصَحَّحَ إِسْنَادَهُ النَّوَوِيُّ
وَغَيْرُهُ)
“Dari Saaib bin Yazid berkata: “Para
sahabat melaksanakan shalat (tarawih) pada masa Umar ra di bulan Ramadlan
sebanyak 20 roka’at”. (HR. Al-Baihaqi).
Dua dalil di atas
sangat jelas sekali menjelaskan jumlah bilangan shalat tarawih 20 roka’at,
dalil tersebut juga dikuatkan dengan perilaku para shahabat yang telah
mengikutinya bahkan Sayyidah ‘Aisyah pun juga mengikuti, hal ini telah
menunjukkan menjadi ijma’ sahabat karena tiada satu orangpun yang mengingkari
atau menentang, begitu juga para ulama’ empat madzhab atau madzhab lainnya.
Jadi shalat tarawih
20 roka’at ini sangat jelas dan harus kita ikuti karena ini adalah sunnah Khulafa’ur
Rosyidin yang harus kita ikuti, dan Sayyidina Umar adalah juga salah satu
sahabat yang telah diakui kebenarannya oleh Nabi. Sebagaimana sabda Nabi:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ: أَنَّ رَسُولَ اللهِ
قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَعَلَ الْحَقَّ عَلَى لِسَانِ عُمَرَ وَقَلْبِهِ (رواه
الترمذي)
“Sesungguhnya Allah telah menjadikan
kebenaran melalui lisan dan hati umar”. (HR. Turmudzi).
Dan Hadist Nabi
SAW:
وَقَدْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ
الْمَهْدِيِّينَ مِنْ بَعْدِي عُضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ (أَخْرَجَهُ
أَحْمَدُ وَأَبُو دَاوُدَ وَابْنُ مَاجَهْ وَالتِّرْمِذِيُّ وَصَحَّحَهُ
الْحَاكِمُ وَقَالَ عَلَى شَرْطِ الشَّيْخَيْنِ)
“Dan sesungguhnya Rasulullah SAW telah
bersabda: “Maka ikutilah sunnahku dan sunnah Khulafaur Rosyidin yang
mendapatkan pentunjuk setelah aku meninggal, maka berpegang teguhlah padanya
dengan erat”.
Dan Hadist Nabi
SAW:
عَنْ حُذَيْفَةُ هُوَ الَّذِي يَرْوِي عَنْ
رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِقْتَدُوا بِاَللَّذَيْنِ مِنْ
بَعْدِي أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ (أَخْرَجَهُ التِّرْمِذِيُّ وَقَالَ حَسَنٌ)
“Dari Hudzaifah ra ia berkata, Rasulullah
SAW telah bersabda; “ikutilah dua orang setelahku, yakni abu bakar dan ‘Umar”.
(HR. Turmudzi).
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: كَانَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُرَغِّبُ فِي قِيَامِ رَمَضَانَ مِنْ
غَيْرِ أَنْ يَأْمُرَهُمْ فِيهِ بِعَزِيمَةٍ فَيَقُولُ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ
إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ (رواه مسلم)
“Dari Abi Hurairah ra: Rasulullah SAW
menggemarkan shalat pada bulan Ramadlan dengan anjuran yang tidak keras. Beliau
berkata: “Barang siapa yang melakukan ibadah (shalat tarawih) di bulan Ramadlan
hanya karena iman dan mengharapkan ridla dari Allah, maka baginya di ampuni
dosa-dosanya yang telah lewat”. (HR: Muslim).
Maksud kata “Qoma
Ramadlan” dalam hadist di atas adalah melaksanakan ibadah untuk menghidupkan
malamnya bulan Ramadlan dengan cara melaksanakan shalat tarawih, dzikir,
membaca al-Qur’an dan ibadah-ibadah sunnah lainnya sebagaimana yang dianjurkan
beliau Nabi saw. Dan orang-orang yang melakukannya dengan didasari iman dan
mengharapkan keridlo’an Allah, maka Allah swt akan mengampuni dosa-dosa
kecilnya yang telah lewat.
SHALAT TARAWIH MENURUT PANDANGAN ULAMA’
فَذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ – مِنْ
الْحَنَفِيَّةِ وَالشَّافِعِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ وَبَعْضِ الْمَالِكِيَّةِ إلَى
أَنَّ التَّرَاوِيحَ عِشْرُونَ رَكْعَةً لِمَا رَوَاهُ مَالِكٌ عَنْ يَزِيدَ بْنِ
رُومَانَ وَالْبَيْهَقِيُّ عَنْ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ مِنْ قِيَامِ النَّاسِ
فِي زَمَانِ عُمَرَ رضي الله تعالى عنه بِعِشْرِينَ رَكْعَةً وَجَمَعَ عُمَرُ
النَّاسَ عَلَى هَذَا الْعَدَدِ مِنْ الرَّكَعَاتِ جَمْعًا مُسْتَمِرًّا قَالَ
الْكَاسَانِيُّ: جَمَعَ عُمَرُ أَصْحَابَ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِي
شَهْرِ رَمَضَانَ عَلَى أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ رضي الله تعالى عنه فَصَلَّى بِهِمْ
عِشْرِينَ رَكْعَةً وَلَمْ يُنْكِرْ عَلَيْهِ أَحَدٌ فَيَكُونُ إجْمَاعًا مِنْهُمْ
عَلَى ذَلِكَ. وَقَالَ الدُّسُوقِيُّ وَغَيْرُهُ: كَانَ عَلَيْهِ عَمَلُ
الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ. وَقَالَ ابْنُ عَابِدِينَ: عَلَيْهِ عَمَلُ
النَّاسِ شَرْقًا وَغَرْبًا. وَقَالَ عَلِيٌّ السَّنْهُورِيُّ: هُوَ الَّذِي
عَلَيْهِ عَمَلُ النَّاسِ وَاسْتَمَرَّ إلَى زَمَانِنَا فِي سَائِرِ الْأَمْصَارِ
وَقَالَ الْحَنَابِلَةُ: وَهَذَا فِي مَظِنَّةِ الشُّهْرَةِ بِحَضْرَةِ
الصَّحَابَةِ فَكَانَ إجْمَاعًا وَالنُّصُوصُ فِي ذَلِكَ كَثِيرَةٌ. (المَوْسُوْعَةُ
الْفِقْهِيَّةُ . ج ٢٧ ص ١٤٢)
“Maka menurut pendapat jumhur (mayoritas
ulama’ Hanafiyyah, Syafi’iyyah, Hanabillah, dan sebagian malikiyyah, bahwa
shalat tarawih adalah 20 roka’at, karena pada hadist yang telah diriwayatkan
Malik bin Yazid bin Ruman dan Imam al-Baihaqyi dari Saib bin Yazid tentang
shalatnya umat Islam di masa Sayyidina Umar bin Khatthab ra dengan 20 roka’at,
dan Umar mengumpulkan manusia untuk melakukan tarawih 20 roka’at dengan jama’ah
(golongan) yang terus menerus sampai sekarang. Imam As-Sakakyi berkata: Umar
telah mengumpulkan para sahabat Rasulullah saw pada Ubay bin Ka’ab ra, kemudian
Ka’ab sholat mengimami mereka 20 roka’at, dan tidak ada satu orang pun yang
mengingkarinya, maka hal itu sudah menjadi ijma’ (kesepakatan) mereka. Dan Imam
Ad-Dasukyi berkata: dan itu yang dilakukan shohabat dan tabi’in, dan Imam Ibnu
‘Abidin berkata: itu adalah yang dilakukan manusia mulai dari bumi timur sampai
bumi barat, dan ‘Ali As-Sanhuryi berkata: itu adalah yang dilakukan manusia
sejak dulu sampai masaku dan masa yang akan datang selamanya, dan berkata
ulama’ Hanabilah: “ini telah yaqin terkenal (mashur) di masa para sahabat, maka
ini merupakan ijma’ dan banyak dalil-dali Nash yang menjelaskanya.
Imam Ibnu Taimiyyah
dan Syekh ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdil Wahab juga menegaskan sebagaimana
berikut:
Imam Ibnu Taimiyyah
berkata dalam fatwanya, “Telah terbukti bahwa sahabat bin Ubay bin Ka’ab
mengerjakan sholat Ramadlan bersama-sama orang pada waktu itu sebanyak 20
roka’at, lalu mengerjakan Witir 3 roka’at, kemudian mayoritas Ulama’ mengatakan
bahwa itu adalah sunnah. Karena pekerjaan itu dilaksanakan di tengah-tengah
kaum Muhajiriin dan Anshor, dan tidak ada satupun diantara mereka yang
menentang atau melanggar perbuatan itu”.
Sementara dalam
kitab “Majmu’ Fatawyi Al-Najdiyyah” diterangkan tentang jawaban Syekh ‘Abdullah
bin Muhammad bin ‘Abdil Wahab tentang bilangan roka’at shalat tarawih. Ia
mengatakan bahwa setelah sahabat Umar mengumpulkan manusia untuk melaksanakan
shalat berjama’ah kepada sahabat Ubay bin Ka’ab, maka sholat yang mereka
lakukan adalah 20 roka’at”.
1.
Fatwa Ulama al-Azhar Kairo, Mesir (Juz I hal.
48. Fatwa dikeluarkan pada 8 September 1955) Mufti:
Syaikh Hasan Ma’mun
Sebagaimana termaktub dalam kitab sahih al-Bukhari dan
Muslim, Aisyah berkata:
مَا كَانَ يَزِيدُ فِى رَمَضَانَ وَلاَ غَيْرِهِ
عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً
Hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa
“Rasulullah Saw salat di bulan Ramadlan sebanyak 20 rakaat selain salat witir”
adalah hadis dlaif. Adapun penetapan 20 rakaat salat Tarawih adalah berdasarkan
konsensus para sahabat di masa Sayidina Umar. Sementara alasan yang dikemukakan
bahwa tidak ada dalil sahih yang menyatakan bahwa Rasulullah Saw. melakukan
salat Tarawih 20 rakaat, tidak bisa dijadikan sebagai penghalang untuk
meniadakan hukum sunah melakukan Tarawih 20 rakaat. Sebab Rasulullah Saw
memerintahkan kita untuk mengikuti Khulafa’ al-Rasyidin, sebagaimana
dalam sabdanya:
عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ
الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ مِنْ بَعْدِىْ عَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
‘Berpeganglah dengan sunahku dan sunah Khulafa
al-Rasyidin yang telah mendapatkan petunjuk setelahku, berpeganglah dengan
sangat erat’ (HR Turmudzi No. 2891, Abu Daud No.
4609, Ibnu Majah No. 44, dan Ahmad No. 17608 dari ‘Irbadl bin Sariyah)
Rasulullah Saw juga bersabda:
سَتُحْدَثُ بَعْدِىْ أَشْيَاءُ فَأَحَبُّهَا
إِلَىَّ أَنْ تَلْزَمُوْا مَا أَحْدَثَ عُمَرُ
‘Akan ada banyak hal-hal yang baru sesudahku, dan yang
paling saya senangi untuk kalian ikuti adalah hal-hal baru yang dilakukan oleh
Umar’ (HR. Abu Nuaim dalam kitab Ma’rifah
al-Shahabah No. 4968 dan Ibnu ‘Asakir, 44/280 dari ‘Arzab al-Kindy)
Diriwayatkan dari Abu Yusuf (santri Abu Hanifah): “Saya
bertanya kepada Abu Hanifah tentang salat Tarawih dan yang dilakukan oleh Umar.
Abu Hanifah menjawab: Tarawih hukumnya adalah sunah muakkad. Umar tidaklah
melakukannya berdasarkan inisiatifnya sendiri, dia tidak melakukan perbuatan
bid’ah dalam salat Tarawih ini. Umar tidak akan memberi perintah (kepada Ubay
bin Ka’b untuk menjadi imam salat Tarawih 20 rakaat) kecuali berdasarkan sebuah
dalil yang dia ketahui dari Rasulullah Saw.”
Selama
kita diperintah untuk mengikuti hal-hal baru yang diperbuat oleh para khalifah,
khususnya Sayidina Umar, maka salat Tarawih 20 rakaat hukumnya adalah sunah.
Dalam hal ini seolah yang memberi perintah adalah Rasulullah, bahkan menurut
ulama Ushul Fiqih yang disebut dengan ‘sunah’ adalah setiap hal yang dilakukan
oleh Rasulullah Saw, atau salah seorang dari sahabat Rasulullah. Sebab Ijma
(konsensus) ulama merupakan bagian dari dalil agama yang harus dipegang.
Kesimpulannya, Tarawih 20 rakaat adalah sunah Rasulullah
Saw. Siapa yang mengatakan bahwa Tarawih 20 rakaat adalah sunah perbuatan Umar,
maka pendapat ini ditolak dengan argument di atas. Sebagaimana yang termaktub
dalam Fatawa al-Hindiyah, bahwa Tarawih 20 rakaat adalah sunah Rasulullah Saw.
Ada juga yang mengatakan sebagai sunah Umar. Dan yang kuat adalah pendapat yang
pertama. Ini adalah kesimpulan yang dikutip dari mayoritas ulama Hanafiyah.
Hal yang wajib dipahami bahwa salat Tarawih tidak wajib,
agama adalah mudah dan Allah tidak memberikan beban kepada makhluknya kecuali memberikan
keleluasaan. ‘Kemudahan’ dari syariat menuntut kepada umat Islam untuk tidak
terjerumus ke dalam perselisihan yang mengarah pada sikap merasa ‘paling benar’
dan perilaku keras yang meningkat ke arah keyakinan dan iman. Dengan demikian
siapapun yang mampu melakukan salat Tarawih 20 rakaat maka dia telah melakukan
hal yang sempurna dan telah melakukan ibadah dengan mendapatkan pahala yang
sempurna. Barangsiapa yang tidak mampu melakukan 20 rakaat maka dia boleh
melakukan salat Tarawih sesuai kesanggupannya, ia juga akan mendapatkan pahala
tetapi tidak secara sempurna, namun orang tersebut tidak menginggalkan hal-hal
yang wajib dalam agama.
Dan disunahkan untuk duduk sejenak setiap selesai 4
rakaat, begitu pula antara Tarawih dan Witir. Inilah tatacara yang telah
dilakukan oleh ulama salaf sebagaimana salat yang dilaksanakan oleh Ubay bin
Ka’b. Diriwayatkan dari Abu Hanifah bahwa kata ‘Tarawih’ diambil dari kata
istirahat yang dilakukan di sela-sela antara 4 rakaat Tarawih. Hal yang
disunahkan adalah berdiam diri diantara sela-sela rakaat salat, dan tidak ada
riwayat dari ulama salaf tentang apa saja yang dibaca di waktu senggang
tersebut. Umat Islam di masing-masing negaranya memilih bacaan yang sesuai
dengan ‘tradisi’ mereka, ada yang membaca al-Quran, tasbih, salat 4 rakaat
sendiri-sendiri, tahlil, takbir, ada juga yang sekedar menunggu tanpa membaca
sesuatu.
2. Fatwa Ibnu Taimiyah (Majmu’ al-Fatawa V/163, Fashl Salat al-Khauf)
وَأَمَّا قُنُوتُ الْوِتْرِ فَلِلْعُلَمَاءِ فِيهِ
ثَلَاثَةُ أَقْوَالٍ : قِيلَ : لَا يُسْتَحَبُّ بِحَالِ لِأَنَّهُ لَمْ يَثْبُتْ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَنَتَ فِي الْوِتْرِ
. وَقِيلَ : بَلْ يُسْتَحَبُّ فِي جَمِيعِ السَّنَةِ كَمَا يُنْقَلُ عَنْ ابْنِ
مَسْعُودٍ وَغَيْرِهِ؛ وَلِأَنَّ فِي السُّنَنِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَّمَ الْحَسَنَ بْنَ عَلِيٍّ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا -
دُعَاءً يَدْعُو بِهِ فِي قُنُوتِ الْوِتْرِ وَقِيلَ : بَلْ يَقْنُتُ فِي النِّصْفِ
الْأَخِيرِ مِنْ رَمَضَانَ . كَمَا كَانَ أبي بْنُ كَعْبٍ يَفْعَلُ . وَحَقِيقَةُ
الْأَمْرِ أَنَّ قُنُوتَ الْوِتْرِ مِنْ جِنْسِ الدُّعَاءِ السَّائِغِ فِي
الصَّلَاةِ مَنْ شَاءَ فَعَلَهُ وَمَنْ شَاءَ تَرَكَهُ . كَمَا يُخَيَّرُ
الرَّجُلُ أَنْ يُوتِرَ بِثَلَاثِ أَوْ خَمْسٍ أَوْ سَبْعٍ وَكَمَا يُخَيَّرُ إذَا
أَوْتَرَ بِثَلَاثِ إنْ شَاءَ فَصَلَ وَإِنْ شَاءَ وَصَلَ . وَكَذَلِكَ يُخَيَّرُ
فِي دُعَاءِ الْقُنُوتِ إنْ شَاءَ فَعَلَهُ وَإِنْ شَاءَ تَرَكَهُ وَإِذَا صَلَّى
بِهِمْ قِيَامَ رَمَضَانَ فَإِنْ قَنَتَ فِي جَمِيعِ الشَّهْرِ فَقَدْ أَحْسَنَ
وَإِنْ قَنَتَ فِي النِّصْفِ الْأَخِيرِ فَقَدْ أَحْسَنَ وَإِنْ لَمْ يَقْنُتْ
بِحَالِ فَقَدْ أَحْسَنَ . كَمَا أَنَّ نَفْسَ قِيَامِ رَمَضَانَ لَمْ يُوَقِّتْ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيهِ عَدَدًا مُعَيَّنًا ؛ بَلْ
كَانَ هُوَ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - لَا يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ
وَلَا غَيْرِهِ عَلَى ثَلَاثَ عَشْرَةِ رَكْعَةً لَكِنْ كَانَ يُطِيلُ
الرَّكَعَاتِ فَلَمَّا جَمَعَهُمْ عُمَرُ عَلَى أبي بْنِ كَعْبٍ كَانَ يُصَلِّي
بِهِمْ عِشْرِينَ رَكْعَةً ثُمَّ يُوتِرُ بِثَلَاثِ وَكَانَ يُخِفُّ الْقِرَاءَةَ
بِقَدْرِ مَا زَادَ مِنْ الرَّكَعَاتِ لِأَنَّ ذَلِكَ أَخَفُّ عَلَى
الْمَأْمُومِينَ مِنْ تَطْوِيلِ الرَّكْعَةِ الْوَاحِدَةِ ثُمَّ كَانَ طَائِفَةٌ
مِنْ السَّلَفِ يَقُومُونَ بِأَرْبَعِينَ رَكْعَةً وَيُوتِرُونَ بِثَلَاثِ
وَآخَرُونَ قَامُوا بِسِتِّ وَثَلَاثِينَ وَأَوْتَرُوا بِثَلَاثِ وَهَذَا كُلُّهُ
سَائِغٌ فَكَيْفَمَا قَامَ فِي رَمَضَانَ مِنْ هَذِهِ الْوُجُوهِ فَقَدْ أَحْسَنَ
. وَالْأَفْضَلُ يَخْتَلِفُ بِاخْتِلَافِ أَحْوَالِ الْمُصَلِّينَ فَإِنْ كَانَ
فِيهِمْ احْتِمَالٌ لِطُولِ الْقِيَامِ فَالْقِيَامُ بِعَشْرِ رَكَعَاتٍ وَثَلَاثٍ
بَعْدَهَا كَمَا كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي
لِنَفْسِهِ فِي رَمَضَانَ وَغَيْرِهِ هُوَ الْأَفْضَلُ وَإِنْ كَانُوا لَا
يَحْتَمِلُونَهُ فَالْقِيَامُ بِعِشْرِينَ هُوَ الْأَفْضَلُ وَهُوَ الَّذِي
يَعْمَلُ بِهِ أَكْثَرُ الْمُسْلِمِينَ فَإِنَّهُ وَسَطٌ بَيْنَ الْعَشْرِ
وَبَيْنَ الْأَرْبَعِينَ وَإِنْ قَامَ بِأَرْبَعِينَ وَغَيْرِهَا جَازَ ذَلِكَ
وَلَا يُكْرَهُ شَيْءٌ مِنْ ذَلِكَ . وَقَدْ نَصَّ عَلَى ذَلِكَ غَيْرُ وَاحِدٍ
مِنْ الْأَئِمَّةِ كَأَحْمَدَ وَغَيْرِهِ . وَمَنْ ظَنَّ أَنَّ قِيَامَ رَمَضَانَ
فِيهِ عَدَدٌ مُوَقَّتٌ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا
يُزَادُ فِيهِ وَلَا يُنْقَصُ مِنْهُ فَقَدْ أَخْطَأَ فَإِذَا كَانَتْ هَذِهِ
السَّعَةُ فِي نَفْسِ عَدَدِ الْقِيَامِ فَكَيْفَ الظَّنُّ بِزِيَادَةِ الْقِيَامِ
لِأَجْلِ دُعَاءِ الْقُنُوتِ أَوْ تَرْكِهِ كُلُّ ذَلِكَ سَائِغٌ حَسَنٌ . وَقَدْ
يَنْشَطُ الرَّجُلُ فَيَكُونُ الْأَفْضَلُ فِي حَقِّهِ تَطْوِيلَ الْعِبَادَةِ
وَقَدْ لَا يَنْشَطُ فَيَكُونُ الْأَفْضَلُ فِي حَقِّهِ تَخْفِيفَهَا . وَكَانَتْ
صَلَاةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُعْتَدِلَةً . إذَا
أَطَالَ الْقِيَامَ أَطَالَ الرُّكُوعَ وَالسُّجُودَ وَإِذَا خَفَّفَ الْقِيَامَ
خَفَّفَ الرُّكُوعَ وَالسُّجُودَ هَكَذَا كَانَ يَفْعَلُ فِي الْمَكْتُوبَاتِ
وَقِيَامِ اللَّيْلِ وَصَلَاةِ الْكُسُوفِ وَغَيْرِ ذَلِكَ .
“Mengenai doa Qunut dalam salat witir, ulama
berbeda pendapat. Pendapat pertama mengatakan hukumnya tidak sunah, karena
tidak ada riwayat yang menyatakan bahwa Rasulullah Saw melakukan Qunut saat
salat witir. Pendapat kedua mengatakan sunah melakukan Qunut dalam salat witir,
sebagaimana yang dikutip dari sahabat Ibnu Mas’ud dan lainnya, juga dikarenakan
Rasulullah Saw telah mengajarkan doa Qunut dalam salat witir kepada Hasan bin
Ali, sebagaimana yang diriwayatkan dalam kitab-kitab Sunan hadis.
Pendapat ketiga mengatakan (disunahkan) Qunut saat
separuh kedua dari bulan Ramadlan, sebagaimana dikutip dari Ubay bin Ka’b.
Esensi permasalahannya, Qunut dalam salat witir tergolong sebuah doa yang boleh
dilakukan dalam salat, siapa yang berkenan boleh melakukannya, dan yang tidak
berkenan boleh meninggalkannya, sebagaimana seseorang diberi pilihan untuk
melakukan salat witir sebanyak 3, 5, atau 7 rakaat, begitu pula diberi pilihan
apakah ia memisah atau menyambung rakaat akhir dari salat witir dengan salam.
Dengan demikian, ketika mereka melakukan salat malam di bulan Ramadlan kemudian
mereka membaca doa Qunut satu bulan penuh, maka hal itu baik. Jika membaca doa
Qunut sejak pertengahan bulan Ramadlan, maka hal itu juga baik.
Begitu pula jika sama sekali tidak membaca doa
Qunut. Sebab, Rasulullah Saw tidak pernah menjelaskan bilangan tertentu dalam
salat Qiyamu Ramadlan, hanya saja Rasulullah tidak pernah menambah dari
11 rakaat, baik di bulan Ramadlan atau yang lain-,
tetapi Rasulullah melakukannya dengan bilangan rakaat yang lama. Ketika Umar
mengumpulkan umat Islam dengan menunjuk Ubay bin Ka’b sebagai imam mereka, maka
ia melakukannya dengan 20 rakaat yang dilanjutkan dengan salat witir 3 rakaat.
Dan ubay melaksanakannya tidak dengan memanjangkan bacaan salatnya, karena yang
demikian lebih meringankan kepada makmum daripada memanjangkan 1 rakaat.
Diantara segolongan ulama salaf ada yang melakukan Qiyamu Ramadlan
sebanyak 40 rakaat, ditambah salat witir 3 rakaat. Ulama yang lain ada yang
melakukannya sebanyak 36 rakaat, ditambah salat witir 3 rakaat.
Hal yang utama (dalam melakukan salat Qiyamu
Ramadlan) adalah dengan mempertimbangkan para jamaah. Jika mereka sanggup
berdiri lama, maka sebaiknya melakukan Qiyamu Ramadlan 10 rakaat
sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah baik di bulan Ramadlan atau yang
lainnya. Jika tidak mampu melakukannya, maka yang lebih utama adalah 20
rakaat, dan salat inilah yang dilakukan oleh mayoritas umat Islam, karena 20
rakaat adalah bilangan yang tengah-tengah antara 20 dan 40. jika mereka
melakukan 40 rakaat atau yang lain, maka hukumnya boleh dan sama sekali tidak
makruh.
Hal ini telah dijelaskan oleh para ulama seperti
oleh Ahmad bin Hanbal dan lain-lain. Barangsiapa yang mengira bahwa salat Qiyamu
Ramadlan memiliki bilangan tertentu dari Rasulullah Saw yang tidak boleh
ditambahi atau dikurangi, maka itu adalah anggapan yang salah. Kalau dalam
bilangan rakaatnya saja dapat ditolerir, maka bagaimana jika menambah bilangan
rakaat untuk melakukan doa Qunut atau meninggalkannya, tentu kesemuanya itu
hukumnya boleh dan baik. Terkadang seseorang memiliki semangat yang kuat, maka
sebaiknya ia melakukan ibadah yang lama. Namun terkadang ia kurang semangatnya,
maka yang utama baginya adalah ibadah yang ringan (tidak panjang). Rasulullah
Saw melakukan ibadah salat secara ideal, yaitu ketika Rasul memanjangkan
rakaatnya, maka rukuk dan sujudnya juga demikian. Dan ketika beliau meringankan
rakaatnya, maka rukuk dan sujudnya juga tidak lama. Dengan cara inilah
Rasulullah melakukan ibadah salat wajib lima waktu, salat malam, salat gerhana,
dan sebagainya.”
CARA
MELAKUKAN SHALAT TARAWIH
a. Setiap
dua rakaat salam (20 rakaat 10 kali salaman).
b. Lebih
afdlol dilakukan dengan berjamaah. Imam Bukhari meriwayatkan :
عن عبد الرحمن بن عبد القاري قال :
خرجتُ مع عمر بن الخطاب ليلة في رمضان فإذا الناس أوزاع متفرقون يصلي الرجل لنفسه
ويصلي الرجل فيصلي بصلاته الرهط. فقال عمر : إني أري لو جمعت هؤلاء على قارئ واحد
لكان أمثل، ثم عزم فجمعهم على أبي بن كعب. [رواه البخاري]
“Abdur
Rahman bin Abdul Qori berkata : Pada suatu malam di bulan Ramadlan saya
keluar bersama Umar bin Khatthab dan orang-orang terbagi berkelompok-kelompok, ada yang shalat
sendiri dan ada yang diikuti sekelompok orang. Lalu sahabat Umar berkata : “Sesungguhnya saya
berpendapat, jika mereka dikumpulkan menjadi satu (untuk berjamaah shalat
Tarawih) dengan diimami oleh seseorang yang bagus bacaan Al-Qur’annya, tentu
hal itu lebih utama”. Kemudian beliau dengan tekad yang mantap mengumpulkan
mereka dengan diimami oleh Ubay bin Ka’ab”. (HR. Bukhari)
c. Diakhiri
dengan shalat Witir 3 rakaat dengan terpisah, yakni 2 kali salam. Dalam kitab
Majmu’ juz IV halaman 18 diterangkan:
الصحيح أن الأفضل أن يصليها مفصولة
بتسليمتين لكثرة الاحاديث ولكثرة العبادات. إهـ [المجموع]
“Menurut
pendapat yang shahih bahwa yang paling utama yaitu seseorang melakukan shalat
witir dengan dipisah dua kali salam, karena banyak hadits yang meriwayatkan hal
itu, dan lagi karena bertambah banyaknya amalan
dalam beribadah”.
Pada
akhir pembahasan ini, penulis ingin menyampaikan dua catatan penting untuk para
warga Nahdliyyin :
1. Kutipan fatwa Syaikh Muhammad Ali as-Shobuni Maha Guru Fakultas Syari’ah
di Makkah al-Mukarramah yang ditulis dalam risalahnya yang berjudul الهدي
النبوي الصحيح في صلاة التراويح
pada awal Sya’ban 1403 H. :
وبعد، فإنَّ مَا يفعله المسلمون اليومَ
في مشارقِ الأرضِ ومغاربها من صلاة التراويح عِشرين ركعة هو الحق الذي دلت عليه
النصوصُ الكريمة، وهو الذي دَرَجَ عليه السلفُ الصالحُ وأَجْمَعَ عليه الأئمةُ
الأعلام، والذي اِتَّفَقَتْ عليه الأُمةُ الإسلامية من خِلافة عمر الفاروق رضي
الله عنه إلى زماننا هذا. وصلاة التراويح عشرين ركعة هو ما
يَتَّفِقُ مع هديِ النُّبُوَّةِ ولا يُخَالِفُ السنةَ النبويةَ الشريفةَ لأنه اِتِّبَاعٌ
لِأَمْرِ الرسول صلى الله عليه وسلم، فعليكم بسنة وسنة الخلفاء الراشدين المهدين.
“Sesungguhnya
apa yang dilakukan oleh kaum muslimin pada saat ini baik di belahan bumi bagian
timur atau barat, yang berupa shalat tarawih dua puluh rakaat adalah yang benar
sesuai dengan yang ditunjukkan oleh teks-teks dalil yang mulia dan dilakukan
oleh ulama salaf yang shalih serta disepakati oleh para Imam yang tinggi
ilmunya dan diseutujui oleh seluruh ummat Islam sejak zaman Khalifah Umar
al-Faruq sampai dengan zaman kita sekarang ini. Shalat Tarawih 20 rakaat
merupakan suatu hal yang sesuai dengan petunjuk Nabi dan tidak bertentangan
dengan sunnah Nabi yang mulia, karena telah ittiba’/mengikuti perintah Rasulullah
SAW. berpegang teguhlah
kamu dengan sunnahku dan sunnah Khulafa’ur Rasyidin yang mendapat petunjuk”.
2. Sangat disayangkan amaliyah kebanyakan imam shalat tarawih dari
kalangan warga Nahdliyyin yaitu di satu sisi mereka berupaya mengamalkan shalat
tarawih yang sesuai dengan sunnah (20 rakaat), akan tetapi di sisi lain mereka
tidak merasa terjebak dalam tindakan bid’ah selama sebulan penuh, yaitu
melakukan shalat tarawih dengan gaya super cepat, sehingga diindikasikan tidak
ada sikap khusyu’ atau thuma’ninah dalam shalatnya. Maka dari itu penulis yang
dla’if dan awam ini kalau boleh ngaturi pengemut kepada sesama warga
dengan menyontek (jawa: ngrepek) dari fatwa dua orang ulama yang alim di bidang
ilmu fiqih :
1) Syaikh Nawawi Banten dalam kitabnya Kasyifatus Saja hal 74
menulis :
والمكروهات في الصلاة اِثْنَانِ
وعشرون، أحدُها جعل يديه في كَمِيَّةٍ ..... إلى أن قال : وسادسُها إِسْرَاعُ في
الصلاة أي عَدَمُ التَّأْنِي في أفعالها وأقوالها. إهـ
“Hal-hal
yang hukumnya makruh
di dalam shalat itu ada 22, yang pertama, memasukkan kedua belah tangannya ke
dalam lengan baju ..... sampi kata-kata kyai mushannif : yang keenam, melakukan
shalat dengan cepat yakni tidak adanya sikap perlahan-lahan dalam perbuatan dan
ucapan sewaktu shalat”.
2) Syaikh Abdurrahma Ba’alawi dalam kitabnya Bughyatul Mustarsyidin hal 61:
وأما التخفيقُ المفرطُ في صلاة
التراويح فَمِنَ اْلبِدَعِ الْفَاشِيَةِ لجهل الأئمةِ وتَكَاسُلِهِمْ. ومُقْتَضَى
عبارةُ التحفة أن الانفرادُ في هذه الحالة أفضل من الجماعة. إن عَلِمَ المأمومُ أو
ظَنَّ أنَّ الإمامَ لايُتِمُّ بعضَ الأركان لم يصح الاقتداءُ به أصلا. اهـ
“Mempercepat
shalat Tarawih sampai keterlaluan itu termasuk salah satu tindakan bid’ah yang sudah tersebar di
mana-mana. Hal itu terjadi karena faktor bodohnya para imam shalat dan wujud
kemalasan mereka dalam beribadah. Isi
ta’bir kitab Tuhfah : bahwa melaksanakan shalat tarawih sendirian dengan sikap
khusyu’ dan tuma’ninah itu lebih afdlol dari pada berjamaah/mengikuti seorang
imam yang shalatnya serba cepat. Apabila makmum yakin atau menduga bahwa sang
imam tidak menyempurnakan sebagian rukun shalat, maka jamaahnya sama sekali
tidak sah”.
Dari
ta’bir yang ada dalam kitab tersebut, kita
hendaknya bisa memahami:
a) Shalat model gaya cepat itu hukumnya makruh apabila sang imam dan
para jamaah melaksanakan semua rukun shalat dengan sempurna;
b) Apabila diyakini/diduga bahwa sang imam dan para jamaahnya tidak
menyempurnakan salah satu rukun shalat, maka shalatnya tidak sah;
c) Lebih baik shalat tarawih sendirian dengan sikap khusyu’ dan
tuma’ninah dari pada berjamaah/mengikuti imam yang shalatnya super cepat.
KESIMPULAN
Salat Tarawih merupakan salat sunah
yang dilaksanakan di bulan Ramadlan. Salat ini tidak dijelaskan secara kongkrit
bilangan rakaat dalam riwayat-riwayat hadis, kalaupun ada riwayat tersebut
masih diperdebatkan oleh para ulama baik mengenai kesahihan hadisnya maupun
arah penggunaan hadisnya yang tidak mengarah pada dalil Tarawih. Diantara
alasan mengapa tidak ada kejelasan rakaat dikarenakan kekhawatiran Rasulullah
Saw. pada persepsi umat yang menganggap bahwa ibadah malam di bulan Ramadlan adalah
wajib, sehingga mereka tidak mampu melaksanakannya.
Dari sinilah kemudian muncul
konsensus ulama, bahwa penetapan rakaat Tarawih ini berdasarkan ijma’ para
sahabat, dalam hal ini adalah instruksi Sayidina Umar bin Khattab kepada Ubay
bin Ka’b untuk melaksanakan Tarawih 20 rakaat. Dan sudah pasti apa yang
dilakukan oleh Sayidina Umar ini tidak bertentangan dengan sunah Rasulullah
Saw, terlebih lagi perintah Sayidina Umar ini diikuti oleh para sahabat Rasul
yang lain. Seandainya saja apa yang diperintahkan oleh Sayidina Umar ini
‘keliru’, maka pasti para sahabat Rasul yang lain akan menentangnya.
Sebagai penutup, kami cantumkan
riwayat al-Baihaqi mengenai komentar Imam Syafii tentang salat Tarawih dalam
kitabnya Ma’rifat al-Sunan wa al-Atsar (IV/205):
قَالَ الشَّافِعِيُّ وَأَحَبُّ إِلَيَّ إِذَا
كَانُوْا جَمَاعَةً أْنْ يُصَلُّوْا عِشْرِيْنَ رَكْعَةً وَيُوْتِرُوْنَ
بِثَلَاثٍ. قَالَ وَرَأَيْتُ النَّاسَ يَقُوْمُوْنَ بِالْمَدِيْنَةِ تِسْعًا
وَثَلَاثِيْنَ رَكْعَةً ، وَأَحَبُّ إِلَيَّ عِشْرُوْنَ وَكَذَلِكَ رُوِيَ عَنْ
عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ وَكَذَلِكَ يَقُوْمُوْنَ بِمَكَّةَ
Al-Syafi’i berkata: Saya lebih senang jika mereka berjamaah untuk salat
sebanyak 20 rakaat, dan witir sebanyak 3 rakaat. Saya menemukan umat Islam di
Madinah salat malam di bulan Ramadlan sebanyak 39 rakaat, tetapi saya lebih
senang yang 20 rakaat sebagaimana yang diriwayatkan dari Umar. 20 rakaat juga
dilaksanakan oleh umat Islam di Makkah.
Share This Article
Tidak ada komentar:
Posting Komentar