abiquinsa: Peran Bahasa Arab dalam Kehidupan Muslim

Peran Bahasa Arab dalam Kehidupan Muslim


PERAN BAHASA ARAB DALAM KEHIDUPAN MUSLIM
Oleh: Rofi’udin, S.Th.I, M.Pd.I

Bahasa Arab mempunyai peran yang sangat besar dalam kehidupan Muslim di berbagai belahan dunia. Isma’il dan Lois Lamya al-Faruqi secara tepat menggambarkan fenomena ini sebagai berikut:


“Dewasa ini bahasa Arab merupakan bahasa daerah sekitar 150 juta orang di Asia Barat dan Afrika Utara yang merupakan dua puluh dua negara yang menjadi anggota Liga Negara-Negara Arab. Di bawah pengaruh Islam, bahasa ini menentukan bahasa Persia, Turki, Urdu, Melayu, Hausa dan Sawahili. Bahasa Arab menyumbang 40-60 persen kosakata untuk bahasa-bahasa ini, dan kuat pengaruhnya pada tata bahasa, ilmu nahwu, dan kesustraannya. Bahasa Arab merupakan bahasa religius satu milyar Muslim di seluruh dunia, yang diucapkan dalam ibadah sehari-hari. Bahasa ini juga merupakan bahasa hukum Islam, yang setidaknya dalam bidang status pribadi, mendominasi kehidupan semua Muslim. Akhirnya inilah bahasa kebudayaan Islam yang diajarkan di beribu-ribu sekolah di luar dunia Arab. Dari Sinegal sampai Filipina, bahasa Arab dipakai sebagai bahasa pengajaran dan kesusastraan dan pemikiran di bidang sejarah, etika, hukum dan fiqh, teologi, dan kajian kitab.”[1]  
Didukung dengan beberapa doktrin ajaran Islam, bahasa Arab terus mempengaruhi masyarakat Muslim di berbagai tempat. Misalnya doktrin bahwa al-Qur’an harus ditulis dan dibaca dalam bahasa aslinya (bahasa Arab). Terjemahan al-Qur’an dipandang sebagai sesuatu di luar al-Qur’an itu sendiri. Hal ini berbeda dengan Injil di mana ia justru harus diterjemahkan ke berbagai bahasa tanpa menyertakan teks aslinya. Doktrin pendukung lainnya adalah berbagai ucapan ritual ibadah hanya dianggap sah jika dilakukan dalam bahasa Arab. Tak pelak doktrin-doktrin seperti ini telah memacu motivasi masyarakat Muslim untuk mempelajari dan menguasai bahasa Arab sejak dini agar kelak menjadi Muslim yang baik. Al-Qur’an bahkan tidak hanya dipelajari cara membacanya, tetapi juga dihafalkan kata perkata secara utuh.[2]
Sebagai konvensi, bahasa merupakan kesepakatan sebuah masyarakat. Ia diwariskan secara turun-menurun oleh generasi pemakainya. Demikian juga tradisi, pemikiran, keyakinan maupun ajaran agama yang disimbolkannya. Melalui ajaran Islam, bahasa Arab secara tidak langsung terus mempengaruhi masyarakat muslim dalam cara pandang, berpikir dan bersikap secara turun temurun.
A.   Bahasa sebagai Simbol
Sebagaimana hakekat manusia yang terdiri dari dimensi lahir dan batin, bahasa pun demikian halnya. Manusia disebut mahluk lahir karena ia memang tampak, dapat dikenali dan diidentifikasi. Sebaliknya disebut makhluk batin, karena apa yang tampak dari manusia hanyalah pencerminan belaka dari hakekat dirinya yang tersembunyi (batin atau metafisik).[3] Seperti juga hakekat kedirian manusia ini, bahasa manusia pun pada dasarnya adalah simbol bagi dunia makna. Aliran mentalis mengatakan bahwa bahasa merupakan ekspresi dari ide, perasaan dan keinginan.
Sebagaimana bahasa lainnya, bahasa Arab tersusun dalam sistem simbolik. Kosa kata yang dipakai dalam bahasa adalah simbol bagi makna yang berada di baliknya. Ibarat kata adalah sebuah badan, maka makna adalah ruhnya. Karena itu sebuah kata hanya akan berfungsi sebagai simbol jika tidak dipisahkan dari konsep maknanya. Kosa kata apapun tidak akan berfungsi sebagai sebuah simbol bagi seseorang yang tidak mengetahui maknanya. Bahasa Arab yang dipakai al-Qur'an misalnya, tidak akan berfungsi sebagai penyampai pesan-pesan ilahi bagi siapa pun yang tidak mengerti bahasa Arab. Karena itu betapapun tingginya nilai sastra al-Qur'an, berhadapan dengan mereka, al-Qur'an tidak dapat menyampaikan satu pesan pun.[4]
Sistem simbolik bahasa Arab yang disandarkan pada kehidupan masyarakat Arab berarti pula bahwa bahasa Arab sangat berkaitan dengan pola kehidupan masyarakat Arab. Pamakaian bahasa Arab oleh al-Qur'an menunjukkan bahwa simbol bahasa al-Qur'an sangat terkait pada budaya bahasa Arab. Keterkaitan ini terlihat jelas pada pemakaian kosa-kata bahasa Arab yang hanya dapat dipahami dengan baik oleh masyarakat Arab. Lebih jauh lagi, keterkaitan bahasa al-Qur'an dengan budaya Arab ditunjukkan dalam transformasi pesan-pesan ilahi melalui budaya masyarakat Arab.
B.   Urgensi Mempelajari Bahasa Arab
Bahasa Arab adalah bahasa Islam dan kaum Muslimin. Hal ini dimulai sejak terbitnya Islam di lembah Mekah pada 15 abad yang lalu. Dengan bahasa ini, Al-Qur’an diturunkan untuk mengatur kehidupan manusia. Dengan bahasa ini pula, penutup para nabi dan rasul, Muhammad Saw berbicara dan menyampaikan risalah-Nya.
Bahasa Arab adalah bahasa yang tidak luntur oleh zaman dan perubahan, sebagaimana ia telah menjadi wadah peradaban Islam selama 15 abad, baik di belahan Timur maupun di Barat. Disamping itu, ia juga diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai bagian dari bahasa komunikasi dunia bersama dengan Bahasa Inggris, Perancis, Jerman, dan China. Maka sungguh benar ketika Rasulullah Saw menyuruh kita mencintai bahasa ini. Sebagaimana sabdanya, “Cintailah bahasa Arab karena tiga hal; pertama, karena aku adalah orang Arab; kedua, karena Al-Qur’an berbahasa Arab; dan ketiga, karena bahasa penduduk surga adalah bahasa Arab”.
Ada tiga alasan kenapa kita harus mempelajari Bahasa Arab. Pertama, lughatul Islam (bahasa Islam). Setiap muslim tentu mengharapkan ridha Allah Swt. Hal ini didasari oleh pemahamannya yang benar terhadap Islam. Sehingga ibadah dan amalan-amalan lainnya kepada Allah akan benar dan bermanfaat bagi peradaban dan kehidupan umat manusia. Konsekuensi logis dari ridha Allah Swt, tentunya Allah akan memasukkan ke surga-Nya di negeri akhirat kelak. Sedangkan bahasa komunikasi penduduk surga yang digambarkan oleh Rasulullah Saw adalah bahasa Arab. Karenanya, setiap muslim yang tidak menguasai Bahasa Arab wajib mempelajarinya. Kaidah ushul fiqh mengatakan,, “Suatu amalan wajib yang tidak sempurna karena sesuatu, maka sesuatu itu menjadi wajib.
Kedua, lughatul muslimin (bahasa kaum muslimin). Sudah menjadi ketentuan Allah bahwa Muhammad bin Abdullah adalah rasul terakhir yang diutus kepada seluruh umat manusia, dan menjadi rahmat seluruh alam semesta. Islam, risalah yang dibawanya tidak melebihkan Bangsa Arab atas bangsa lain, tidak pula melebihkan derajat kulit putih atas kulit berwarna. Islam membawa misi peradaban dan menjadi guru bagi kemanusiaan. Oleh karena itu Islam memerlukan bahasa pemersatu bagi umatnya. Tidak ada pilihan lain untuk melakukan peran itu, kecuali dengan berbahasa Arab.
Ketiga, lughatul ilmiyyah (bahasa ilmu pengetahuan). Apakah bahasa Arab memiliki peran dalam hal ini? Jawabannya adalah ya. Pertama, karena sumber ilmu pengetahuan, yaitu al-Qur’an dan hadits menggunakan bahasa Arab. Kedua, karena bahasa Arab adalah bahasa pemersatu umat Islam. Ketiga, karena bahasa Arab bahasa terkaya dari semua bahasa yang ada di bumi. Keempat, karena Bahasa Arab adalah bahasa yang paling banyak digunakan oleh penduduk bumi seiring dengan bertambahnya populasi umat Islam.
Sebagaimana bahasa-bahasa lain pada umumnya, bahasa Arab juga memiliki karakteristik. Karakteristik inilah yang membedakan dan membuat bahasa ini begitu istimewa. Karakteristik-karakteristik itu di antaranya suhulah (mudah), syaamil (komprehensif), jamilah (indah), mujizah (menarik), fathonah (cerdas), dan wadhihah (jelas).
Banyak manfaat yang akan diperoleh bila kaum muslimin mempelajari bahasa Arab. Di antaranya, pertama, fahmul Islam (memahami ajaran Islam). Dengan menguasai bahasa Arab tentu saja akan sangat mudah bagi kita memahami sebagian besar ajaran Islam. Karena sumber ajaran Islam (Al-Qur’an, hadits, dan kitab-kitab yang ditulis para ulama) menggunakan bahasa Arab. Allah Swt berfirman, “Sesungguhnya Kami menjadikan Al Qur'an dalam bahasa Arab supaya kamu memahami”. (Qs. Az-Zukhruf [43]: 3)
Kedua, wihdatul muslimin (mempersatukan kaum muslimin). Bahasa Arab adalah bahasa pemersatu kaum muslimin di seluruh dunia. Bila kaum muslimin menggunakannya saat berkomunikasi, maka akan sangat mudah untuk bertaaruf dan mempererat ukhuwah islamiyah.
Dan ketiga, binaa-ul hadharah (menjadikan umat manusia berperadaban). Banyak budaya positif yang dapat kita ambil dari bangsa Arab.
Budaya positif tersebut makin sempurna ketika Rasulullah Saw mengarahkan dan mengadopsinya menjadi budaya Islam. Dan transfer budaya positif tersebut akan makin mudah bila kita menguasai alat komunikasinya, yaitu bahasa Arab.
Ada dua poin penting yang berkaitan dengan pentingnya mempelajari bahasa Arab, yaitu: 1) Sebagai sumber ilmu, dan 2) Sebagai pemersatu umat.
1.    Sumber Ilmu
Sepanjang sejarah, bahasa Arab merupakan bahasa yang memiliki cabang ilmu yang indah dan kekuatan sastra yang kokoh sehingga mudah dipahami. Para ulama mengatakan bahwa sebelum seseorang membaca teks Arab dia sudah bisa paham baik dia berbahasa Arab aktif maupun pasif. Berbeda dengan bahasa lain dimana seseorang harus membacanya terlebih dahulu baru kemudian dia bisa paham.
Bahasa Arab merupakan sumber keilmuan terutama ilmu-ilmu keislaman, karena al-Qu’an, al-hadits, al-atsar serta penjelasan para ulama terdahulu menggunakan bahasa Arab. Kita tidak bisa memahaminya kecuali dengan bahasa Arab. Ini adalah bagian dari mukjizat al-Qur’an yaitu memiliki standar bahasa yang baku yaitu bahasa Arab. Bahasa Arab merupakan sumber keilmuan karena terdapat beberapa hal sebagai berikut:
a.    Sarana Mencapai Kemuliaan
Ilmu adalah kemuliaan dan tidak bisa diraih kecuali dengan bahasa. Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa ta’ala telah memberi kemuliaan pada bahasa Arab dengan dua yaitu:
1)    Standar bahasa al-Qur’an adalah bahasa Arab
Allah memilih bahasa Arab sebagai bahasa wahyu-Nya agar umat manusia bisa memahaminya dengan mudah. Hal ini Allah tegaskan dalam firman-Nya,
إِنَّا جَعَلْنَاهُ قُرْآَنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
“Sesungguhnya Kami menjadikan Al Qur'an dalam bahasa Arab supaya kamu memahami (nya).”[5]
2)    Memilih dan mengutus rasul-Nya dari orang Arab untuk seluruh alam
Hal ini Allah tegaskan dalam firman-Nya:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”[6]
Muhammad Saw merupakan orang Arab “asli” yang sangat fasih berbicara dengan menggunakan bahasa Arab. Bahasa Arab merupakan bahasa yang mulia sehingga menjaga diri seseorang dari kebodohan dan perselisihan. Al-Imam Syafi’i RA berkata, “Manusia tidaklah menjadi bodoh dan berselisih, kecuali ketika mereka meninggalkan bahasa Arab dan cenderung pada bahasa Aristoteles”.
b.    Sarana Memahami Agama
Bahasa Arab merupakan sarana yang paling penting untuk memahami agama Islam. Hal ini karena al-Qur’an, al-hadits, al-atsar, tafsir, dan penjelasan para ulama sebagian besar menggunakan bahasa Arab. Untuk bisa memahaminya kita membutuhkan sarana yaitu bahasa Arab.
Oleh karena itu, sahabat yang mulia al-Faruq Umar bin Khaththab RA diriwayatkan telah menulis surat kepada Abu Musa al-Asy’ari RA seraya berkata, “Belajarlah bahasa Arab karena sesungguhnya bahasa Arab itu bagian dari agama kalian”.
Dalam riwayat yang lain dari Umar bin Zaid berkata, “Umar bin Khaththab RA menulis surat kepada Abu Musa al-Asy’ari RA, “Pahamilah sunnah dan pahamilah bahasa Arab”. Syaikh Ahmad Syakir mengarahkan penuntut ilmu hadits agar mempelajari bahasa dan sastra Arab. Beliau berkata, “Menurut pandangan saya, seorang penuntut ilmu yang mendalami ilmu hadits harus memperbanyak studi ilmu sastra dan bahasa Arab sehingga dia mampu menguasai fiqhul hadits dengan baik karena hadits adalah ucapan orang Arab (rasulullah) yang paling fasih”.
Keterangan di atas adalah wujud perhatian besar para ulama terhadap bahasa Arab yang merupakan sarana mereka dalam memahami agama Islam.
2.    Pemersatu Umat
Sebagai seorang muslim, kita meyakini bahwa bahasa Arab bukanlah bahasa orang Arab semata, akan tetapi merupakan bahasa kaum muslimin di seluruh dunia yang dengannya kaum muslimin menyatu dalam beberapa aspek ibadah dan dengan tujuan ini pula Allah menurunkan al-Qur’an menggunakan bahasa bahasa Arab.
Jika bahasa Arab hanya menjadi bahasa orang (bangsa) Arab saja maka tidak mungkin Allah menurunkan al-Qur’an dengan bahasa Arab. Hal itu bertentangan dengan firman-firman-Nya, seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan mengenai “sumber ilmu”.
Urgensi bahasa Arab selain sebagai bahasa al-Qur’an dan as-Sunnah adalah sebagai bahasa komunitas kaum muslimin di seluruh dunia. Apabila kita menengok sejarah perkembangan Islam maka tidak terlepas dari bahasa Arab. Hal ini bisa kita lihat pada beberapa negara di Afrika yang sampai sekarang masih menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa ibu (bahasa sehari-hari).
C.   Peranan Bahasa Arab dalam Penentuan Hukum
Ketepatan menentukan hukum adalah berdasarkan kepada sumber-sumber perundangan Islam yang asal seperti al-Quran, al-Sunnah, ijma’ dan qiyas. Penetapan hukum ini juga berasaskan kaedah yang digunakan oleh para mujtahid dalam menghasilkan sesuatu hukum syara’. Para mujtahid menganggap penting bahasa Arab karena sumber hukum diambil dari sumber-sumber berbahasa Arab seperti al-Quran dan as-Sunnah. Jadi, pengetahuan yang mendalam dalam bahasa Arab merupakan syarat utama bagi para mujtahid untuk mengurai dan menafsiri suatu masalah yang berkaitan dengan hukum.[7]
Antara contoh yang jelas dapat diperhatikan ialah penggunaan kata kerja imperative (amr) yang menunjukkan kepada hukum wajib. Allah Swt. berfirman dalam al-Quran:
.... وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآَتُوا الزَّكَاةَ ....
Artinya   : “… dan dirikanlah sembahyang serta berikanlah zakat.…”[8]
Ayat ini menunjukkan kepada perintah mengerjakan solat dan mengeluarkan zakat. Begitu juga dengan penggunaan kata kerja larangan (nahi) yang menunjukkan kepada hukum larangan atau haram. Allah Swt. berfirman dalam surat lain:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ....
Artinya   : “Dan janganlah kamu mendekati zina …”[9]
Ayat ini menunjukkan larangan yang membawa kepada hukum haram perbuatan zina dan juga melakukan perkara-perkara yang bisa membawa kepada perbuatan zina.
Kajian dalam bahasa adalah unsur penting dalam menghasilkan pemahaman yang jelas dan tepat mengenai suatu hukum. Dengan itu, asas-asas kajian bahasa seperti musyarik (sinonim), mutadha’ (akronim), makna-makna kata huruf dan nama-nama syar’iyyah merupakan “alat” utama yang digunakan oleh para ulama mujtahid dalam penentuan sesuatu hukum.[10]
Malik dan Syafi’i sependapat dalam memberikan ulasan terhadap firman Allah Swt:
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَسْجُدُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ ….
Artinya   : “Tidakkah kamu lihat bahwa semua yang berada di langit dan di bumi sujud kepada Allah”.[11]
Perkataan yasjudu (dia sujud) boleh digunakan dalam dua keadaan, yakni sujud dengan cara meletakkan dahi ke permukaan bumi atau dengan makna tunduk dan patuh. Tetapi Hanafi pula berpendapat sujud di sini hanya membawa makna tunduk dan patuh saja.[12]
Begitu juga dengan fungsi dan penguraian makna yang tepat bagi tiap huruf seperti pemahaman ayat wuduk dalam firman Allah:
....وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ....
Artinya   : “.... dan sapulah kepalamu ....”[13]
Syafi’i berpendapat maksud huruf (jarr) ba’ dalam ayat adalah untuk menerangkan tentang keadaan tab’idh (separuh) yang berarti “sebagian”. Dengan kata lain, sapu yang dikehendaki dalam ayat ini hanya sebagian kepala. Mengikuti penafsiran makna ini, mazhab Syafi’i hanya menentukan usap sedikit saja daripada bagian kepala dengan air (tidak diterangkan kadar “sedikit”) sebagai salah satu syarat sah wudhu.[14]
Malik berpendapat bahwa huruf (jarr) ba’ dalam ayat tersebut menerangkan tentang zaidah li at-ta’kid (penambahan) yang memberi maksud seluruh. Dengan itu, beliau meletakkan syarat mengusap keseluruhan kepala dengan air ketika berwudhu sebagai satu perkara yang mesti dilakukan.
Abu Hanifah dalam memberi ulasan mengenai ayat ini menyatakan bahwa huruf (jarr) ba’ dalam ayat memiliki makna lil-ilsaq (sampai atau lekat) yaitu memberi maksud menyampaikan sesuatu kepada sesuatu. Dengan penafsiran ini, maka kepala mesti disapu keseluruhannya dengan air.[15]

D.   Ihtitam
Bahasa Arab adalah bahasa kaum muslimin. Hingga akhir zaman nanti bahasa ini akan tetap langgeng sebab al-Qur`an dan hadits Rasulullah Saw akan terus ada dan eksis hingga saat itu. Maka sudah menjadi kewajiban kita sebagai kaum muslimin untuk mempelajarinya dan berusaha seoptimal mungkin untuk dapat menguasai kemahiran bahasa ini. Bahkan wajib bagi kita untuk mendalaminya sebagai sarana kita untuk memahami Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Saw.
Bahasa Arab sesungguhnya merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan umat Islam. Oleh karena itu, mempelajari dan menguasai bahasa menjadi keperluan setiap muslim. Baginya, bahasa Arab perlu untuk membentuk pribadi sebagai muslim dan meningkatkan kualitas keimanan dan pemahaman terhadap ajaran agama, bahkan perlu sebagai sarana dakwah penyebaran agama Islam.
Bahasa Arab perlu dipandang sebagai “bahasa agama” dan bukan sebagai bahasa budaya, etnis, kawasan, maupun negara tertentu saja. Itu ditandai dengan banyaknya tokoh dan ulama muslim yang berasal dari bukan kawasan Arab, semisal al-Gazali, al-Biruni, Ibnu Sina, ar-Razi, al-Kindi, dsb., namun menguasai bahasa Arab sebagai bagian dari studi Islam yang mereka tekuni. Selain itu, agama Islam, yang salah satu unsurnya adalah bahasa Arab, seyogyanya menjadi budaya yang dominan mewarnai kehidupan umat Islam di tingkat pribadi, keluarga, dan masyarakat.[16]


Bibliografi :

Al-Faruqi, Ismail R. dan Lois Lamya Al-Faruqi, Atlas Budaya Islam, Terj. Ilyas Hasan, (Bandung: Mizan, 2003).
Azhar bin Muhammad, “Beberapa Aspek Keunikan dan Keistimewaan Bahasa Arab sebagai Bahasa al-Qur’an”, dalam Jurnal Teknologi, 42 (E), Juni 2005, Universitas Teknologi Malaysia.
Mas'udi, Masdar Farid, Agama Keadilan, (Jakarta: P3M, 1993).
Nur Rofiah, “Bahasa Arab sebagai Akar Bias Gender dalam Wacana Islam, pada www.ditpertais.net/.../makalah/Makalah%20Nur%20Rafi'ah.doc, diakses pada 12 Juni 2010.
Shihab, Alwi, “Peran Bahasa Arab sebagai Bahasa Internasional dan Bahasa Diplomasi”, Kuliah Umum Universitas Al Azhar Indonesia, 27 Desember 2007, pada http://supriyadie.wordpress.com/2008/06/11/peran-bahasa-arab-sebagai-bahasa-internasional/, diakses pada 12 Juni 2010.













 


[1]Ismail R. Al-Faruqi dan Lois Lamya Al-Faruqi, Atlas Budaya Islam, Terj. Ilyas Hasan, (Bandung: Mizan, 2003), hlm. 59.
[2]Nur Rofiah, “Bahasa Arab sebagai Akar Bias Gender dalam Wacana Islam, pada www.ditpertais.net/.../makalah/Makalah%20Nur%20Rafi'ah.doc, diakses pada 12 Juni 2010.
[3]Masdar Farid Mas'udi, Agama Keadilan (Jakarta: P3M, 1993), hlm. 13-14.
[4]Nur Rofiah, loc.cit.
[5]Qs. az-Zukhruf: 3
[6]Qs. al-Anbiya’: 107
[7]Azhar bin Muhammad, “Beberapa Aspek Keunikan dan Keistimewaan Bahasa Arab sebagai Bahasa al-Qur’an”, dalam Jurnal Teknologi, 42 (E), Juni 2005, Universitas Teknologi Malaysia, hlm. 71.
[8]Qs. al-Muzammil: 20
[9]Qs. al-Isra’: 32
[10]Azhar bin Muhammad, loc.cit.
[11]Qs. al-Hajj: 18
[12]Azhar bin Muhammad, loc.cit. 
[13]Qs. al-Maidah: 6
[14]Azhar bin Muhammad, op.cit., hlm. 72.
[15]Ibid.

[16]Alwi Shihab, “Peran Bahasa Arab sebagai Bahasa Internasional dan Bahasa Diplomasi”, Kuliah Umum Universitas Al Azhar Indonesia, 27 Desember 2007, pada http://supriyadie. wordpress.com/2008/06/11/peran-bahasa-arab-sebagai-bahasa-internasional/, diakses pada 12 Juni 2010.


Share This Article


2 komentar: